Guru Een dan Pengabdiannya yang Patut Kita Kenang

Guru Een dan Pengabdiannya yang Patut Kita Kenang
info gambar utama

Kita tentu masih ingat dengan sosok alm. Een Sukaesih, sosok guru inspiratif asal Sumedang dengan kisahnya yang luar biasa. Betapa tidak, penyakit yang membuatnya lumpuh selama berpuluh tahun tidak menghambat dirinya untuk mengabdikan diri sebagai seorang guru. Meski hanya terbaring di tempat tidur, Een tidak pernah jengah untuk menjalankan kegiatan belajar mengajar kepada anak – anak di lingkungan sekitarnya. Bahkan hingga direnggut ajal, Een tetap membagikan inspirasi bagi sebagian besar masyarakat yang mengikuti kisahnya.

Sejatinya, Een Sukaesih adalah seorang lulusan IKIP Bandung (sekarang Universitas Pendidikan Indonesia Bandung) pada 1985 dengan nilai yang luar biasa. Ia diangkat menjadi guru pada sebuah SMA di Cirebon, namun Rheumatoid Arthritis menyerang tubuhnya. Akibat penyakit tersebut, Een menjadi lumpuh dan hanya bisa berbaring di tempat tidur.

Namun, kelumpuhan yang dialami oleh Een tidak menghalangi dirinya untuk tetap mengabdi sebagai guru. Semangat mendidik yang dimilikinya tetap membara. Bermula dari satu dua orang murid yang ia tawarkan bantuan untuk mengajari soal – soal matematika, Een pun akhirnya menjadi guru bagi setiap anak yang datang dan meminta bantuannya. Dalam keterbatasannya yang hanya bisa mengajar dalam kondisi telentang, Een tetap teguh mendidik anak – anak tersebut. soal bayaran, tidak pernah ia pikirkan. Semua berasal dari sumbangan.

Een tidak hanya mengajar, ia pun menginisiasi pendirian berbagai Rumah Pintar, sebuah media pembelajaran dan sarana bagi anak – anak dari mana pun yang ingin belajar. Pada 2013, ia berhasil memepolori berdirinya Rumah Pintar Al-Barokah, yang akhirnya bisa dimanfaatkan sebagai sarana belajar oleh berbagai kalangan. Inilah bukti dari pengabdian yang mulia seorang Een Sukaesih, bahwa menjadi guru tanpa memikirkan keterbatasan diri sejatinya adalah cinta terbesar yang dimiliki setiap insan pendidik.

Meski hanya lewat kamar 1x2 meter, Een telaten mendidik anak – anaknya. Kelumpuhan di seluruh tubuh membuatnya hanya bisa menggerakkan mata dan mulut, namun siapa sangka murid – murid hasil didikannya tumbuh sebagai siswa yang berprestasi. Inspirasi tanpa batas inilah yang akhirnya membuat ia mendapatkan penghargaan dari berbagai pihak sebagai sosok luar biasa lewat pengabdiannya. Een berhasil membuka mata setiap kita bahwa menjadi guru adalah sebuah profesi yang sejatinya perlu dibanggakan dan dihargai setinggi mungkin. Een menjadi potret sejati dari profesi kependidikan, bahwa guru bukanlah mereka yang harus berdiri di depan kelas dan memakai seragam. Profesi guru adalah sebuah pengabdian tanpa memandang batas dan kekurangan.

Een berhasil menunjukkan sikap patriot dari kaum pendidik, yang selama ini disematkan dengan nama pahlawan tanpa tanda dan jasa. Semangat mengajar yang ia miliki menjadikan dirinya sebagai role model dunia pendidikan Indonesia dari zaman ke zaman. Selama 28 tahun hidup dengan kelumpuhan, Een tetap menunjukkan dedikasi seorang guru yang mengabdi tanpa memikirkan keterbatasan yang menghalangi. Motivasi yang ia tularkan demi masa depan generasi penerus bangsa memang patut untuk kita kenang sepanjang masa. Terima kasih, Een Sukaesih.


Sumber :

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini