Maju Bersama Pak Mujo (Guru Inspiratif dari Pulau Bawean)

Maju Bersama Pak Mujo (Guru Inspiratif dari Pulau Bawean)
info gambar utama

Penulis: Tidar Rahmadi, Indonesia Mengajar Angkatan II

"Banyaknya minat anak muda yang mendaftar untuk bergabung dengan Indonesia Mengajar menghapuskan pendapat bahwa tidak ada anak muda yang mau menjadi guru, yang ada adalah anak muda tidak mau jadi guru... selamanya."

Kalimat tersebut meluncur setengah bercanda dari Bapak Anies Baswedan ketika menyambut Pengajar Muda angkatan II di Jakarta, beberapa bulan lalu. Saya sendiri sedikit tertawa (getir) mendengarnya. Sambil kemudian berpikir, 'Benarkah?'

Mari kita buktikan nanti saat di penempatan...

-----

Saya sudah hampir 6 bulan di Dusun Serambah, Pulau Bawean, Gresik. Salah satu destinasi penempatan Pengajar Muda angkatan II. SDN 2 Kebun Teluk Dalam adalah tempat saya mengabdi, berbahagia, dan berpeluh setahun ini. SD ini memiliki 3 PNS, 2 Sukuwan, 1 CPNS, dan 1 guru dadakan kiriman Indonesia Mengajar.

Menjadi guru di sini membuat saya belajar banyak. Belajar dari murid, belajar dari masyarakat, dan belajar dari rekan sesama guru. Tentu belajarnya dari guru yang memiliki dedikasi tinggi, ya...

Guru yang menjadi guru saya tersebut ialah Bapak Mujo (50), Kepala Sekolah sekaligus punggawa pertama berdirinya sekolahku di tahun 1982. Memiliki dedikasi dan ketekunan yang tinggi, nama Pak Mujo bagi saya telah bersinonim dengan semangat pejuang pendidikan yang patut dicontoh.

Berlebihankah apa yang saya katakan? Silahkan anda nilai sendiri setelah membaca kisah Pak Mujo berikut.

Pak Mujo datang pertama kali ke Bawean dari Tulungagung, Jawa Timur tahun 1981. Beliau diberikan mandat untuk mendirikan sekolah di puncak gunung di sebuah dusun terpencil di Pulau Bawean. Tak bisa saya bayangkan bagaimana keadaan pulau ini tahun 1981, sementara sekarang saja, pulau ini masih banyak ketertinggalan.

Saat itu, Pak Mujo muda merasakan keresahan apakah ia mampu untuk tinggal di Bawean. Namun, keresahan yang beliau rasakan terhapus oleh keyakinannya sendiri bahwa tidak mungkin seseorang diberikan tugas apabila ia dianggap tidak mampu. Dengan keyakinan itu, ia pergi ke Bawean, mendata jumlah anak-anak, membuka kelas, dan menjadi kepala sekolah sekaligus guru pertama di SDN 2 Kebun Teluk Dalam.

Bertahun lamanya ia berjuang menyadarkan pentingnya pendidikan bagi masyarakat Serambah. Bahkan untuk sekedar rapat ke kecamatan pun, beliau harus berjalan kaki selama hampir 4 jam naik turun gunung, karena saat itu tidak ada motor.

Beliau merasakan betul perubahan murid-muridnya. Lulusan SD ini semakin banyak, usianya menua, namun tidak dengan semangatnya.

Juni 2011, saya datang menambah pasukan guru di Dusun Serambah. Pak Mujo banyak menceritakan tentang kondisi terkini sekolah, murid, guru-guru, sampai masyarakat.

Begitu pula para murid, guru-guru dan masyarakat. Mereka banyak bercerita tentang Pak Mujo. Tentang perjuangannya, tentang dedikasinya, hingga beberapa kekurangannya.

Kekurangan?

Ya, kekurangan. Semangat Pak Mujo dinilai mengendur. Murid-murid dan para guru berkata Pak Mujo jarang datang ke sekolah. Dalam hati saya berkata, "Pasti ada sesuatu yang menyebabkan beliau jarang datang. Tidak mungkin kemalasan penyebabnya."

Benar saja, Pak Mujo ternyata mengalami gangguan kesehatan. Jantungnya mengalami kebocoran sejak 5 tahun yang lalu. Hal ini menyebabkan beliau tidak bisa terlalu capek. Letak sekolah yang harus menaiki gunung membuat beliau tidak bisa sering-sering ke atas. Manakala sedang kambuh, beliau bahkan sampai tidak bisa bangun. Di dadanya pun terdapat luka bekas sayatan saat operasi 2 tahun yang lalu. Pak Mujo juga sempat dirawat selama 2 bulan di Jawa, namun karena kendala finansial, pengobatan dilanjutkan hanya dengan hanya membeli obat-obatan generik di Bawean.

Yang makin membuat saya salut, meski sudah jarang datang sekolah, beliau tetap sering mengikuti rapat ke kecamatan. Dengan naik motor selama 1,5 jam, beliau rajin memperjuangkan kebutuhan sekolah dalam forum.

Masyarakat memang sebaiknya memaklumi kondisi kesehatan beliau. Bisa dibilang, setengah umur Pak Mujo dihabiskan untuk meningkatkan kondisi pendidikan di Bawean. Memang sekolah saya bukan sekolah dengan gedung permanen dengan fasilitas lengkap, tapi kesederhanaannya merupakan hasil sentuhan Pak Mujo. Saya pun berusaha sedikit menyadarkan masyarakat, guru dan murid untuk selalu menaruh hormat kepada Pak Mujo. Sebab tanpa adanya beliau, tidak mungkin orang tua, paman, atau bibi mereka dapat merasakan pendidikan dasar.

Perjuangan Pak Mujo menginspirasi saya untuk tanpa lelah membangun SDN 2 Kebun Teluk Dalam. Perjuangan Pak Mujo memajukan dusun Serambah tidak hanya berefek pada masyarakatnya, tetapi juga kepada saya sebagai Pengajar Muda. Sosok beliau membuktikan masih ada guru yang memiliki dedikasi di tengah berbagai persoalan pendidikan di tanah air. Pak Mujo butuh dukungan kuat dari saya dan anak muda lainnya untuk terus memajukan Pulau Bawean.


Sumber : indonesiamengajar.org

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini