Bagi para pelancong yang sering mengunjungi Saumlaki, Kepulauan Tanimbar di Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Provinsi Maluku lewat jalur udara tentu tidak asing lagi bila mendengar nama Bandar Udara Mathilda Batlayeri. Namun bagi masyarakat luas, hal ini mungkin belum begitu akrab di telinga. Ya, jika dibandingkan dengan dua tokoh perempuan yang namanya dijadikan nama Bandar Udara yaitu, Fatmawati Soekarno di Bengkulu dan Cut Nyak Dien di Aceh, ia tidak begitu dikenal. Namun siapa sangka, sosok perempuan ini merupakan saah satu yang patut dikagumi, terutama dalam perjuangan mati – matian yang ia lakukan ketika menentang pemberontakan.
Nama Mathilda Batlayeri tak bisa lepas dengan Maluku Tenggara Barat. Perempuan asal kepulauan Tanimbar ini adalah tokoh yang gugur dalam pertempuran melawan kelompok pemberontak Kesatuan Rakyat yang Tertindas (KRyT) pimpinan Ibnu Hajar di Kalimantan Selatan, 28 September 1953 silam. Mathilda merupakan istri dari Agen Polisi II Adrianus Batlayeri yang bertugas di Kepolisian Kurau, Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan.

Diceritakan bahwa pada saat pemberontakan itu terjadi, Mathilda yang saat itu tengah mengandung anak keempatnya ikut berjuang mempertahankan asrama polisi Kurau dari serangan para pemberontak. Pada saat baku tembak terjadi, Adrianus, suami Mathilda sedang mengambil air di sumur yang jaraknya cukup jauh dari asrama. Sebuah gerombolan dengan jumlah sekitar 50 orang melakukan serangan secara mendadak di asrama polisi Kurau, dan Mathilda pun ikut melakukan perlawanan bersama sejumlah polisi lainnya. Ia mengambil senjata milik suaminya dan melakukan tembak menembak melawan para pemberontak.
“Hebatnya dulu, dia (Mathilda) yang mati terakhir saat pemberontakan. Anak – anaknya mati ditembak juga,” ungkap Ruben Benharvioto Moriolkossu seperti dilansir kompas.com. Mathilda gugur bersama keempat orang anaknya yakni Alexander Batlayeri, Lodewijk Batlayeri, Max Batlayeri dan satu yang masih berada di dalam kandungan. Sementara suaminya menjadi salah satu yang selamat dari peristiwa pertempuran tersebut.
Jenazah Mathilda dan anak – anaknya dimakamkan di Kalimantan Selatan, dan untuk mengenang jasanya, sebuah Monumen bernama Bhayangkari Teladan Mathilda Batlayeri di Kurau Kabupaten Tanah Laut didirikan lalu diresmikan pada 10 November 1983 oleh Ketua Umum Pengurus Pusat Bhayangkari pada saat itu, Ny. Anton Soedjarwo. Di depan monument tersebut, terukir sebuah tulisan berbunyi : ”kepada penerusku, aku Bhayangkari dan anak – anakku terkapar di sini, di bumi Kurau yang sunyi, semoga pahatan pengabdianku memberi arti pada ibu pertiwi”
Sebagai seorang perempuan dari Tanah Tanimbar, nama Mathilda Batlayeri kemudian dikenang menjadi nama bandar udara yang sebelumnya bernama Bandara Olilit itu. Penggunaan nama tersebut adalah untuk menghormati jasa Mathilda yang gugur dalam berjuang. Tidak hanya menggunakan namanya sebagai nama bandara, Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara Barat pun mendirikan sebuah monumen di Saulaki. Terdapat patung Mathilda Batlayeri yang berdiri kokoh seolah menjadi penyambut bagi siapapun yang berkunjung ke Saumlaki.
Sumber :kompas.comtasbara-bnpp.com
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News