Teater Boneka Asal Yogyakarta Mendunia, Berkisah Tanpa Kata-Kata

Teater Boneka Asal Yogyakarta Mendunia, Berkisah Tanpa Kata-Kata
info gambar utama

Yogyakarta tidak hanya dikenal sebagai kota pelajar, kota dengan gudeg sebagai makanan khasnya ini juga banyak melahirkan seniman dengan prestasi tingkat internasional.

Adalah Papermoon Puppet Theater, sebuah kelompok teater boneka yang membanggakan nama bangsa. Teater kelas dunia yang diprakarsai oleh Maria Tri Sulistiyani dan Iwan Effendi ini telah melalang buana hingga Malaysia, Korea, India, Jepang, Amerika Serikat, Inggris, Thailand, dan Australia.

Teater boneka yang juga penah tampil dalam film Ada Apa Dengan Cinta 2 ini telah memperkenalkan Indonesia secara jujur, indah, dan cerdas pada dunia. Terbukti dengan karya-karyanya yang sangat kuat dengan kisah yang selalu orisinil dan personal, juga dengan adanya riset yang mendalam.

Kisah yang dibawakan oleh teater boneka kontemporer ini lahir dari kehidupan sehari-hari, terinspirasi dari cerita kehidupan orang-orang, kemudian disulap menjadi pertunjukan boneka yang menakjubkan. Boneka-boneka berbentuk manusia yang tidak bernyawa seolah hidup dan menceritakan kisahnya. Padahal tidak ada dialog yang diciptakan. Semua itu karena adanya perkawinan antara musik, tata panggung, cerita yang diangkat, dan penampilan boneka yang berhasil menghipnotis.

Pentas tanpa naskah dialog pertama kali dibawakan oleh Papermoon Puppet Theater pada tahun 2010-2013 dengan judul Mwathirika. Bagi mereka, membawakan sebuah karya secara non verbal kepada publik membuat mereka dapat menemukan bahasa yang sama dengan penonton dari belahan dunia manapun, seolah tanpa ada jarak. Mereka menggunakan elemen suara untuk membangkitkan rasa emosional penonton.

Mwathirika merupakan kisah tentang kehilangan, yang dalam bahasa Swalihi berarti “korban”. Merupakan potret secara sederhana tentang korban ketidakadilan yang terjadi di Indonesia pada tahun 1965.

Penampilan Papermoon Puppet Theater dengan judul Mwathirika di Edinburg
info gambar

Asal Mula Terbentuk

Bermula dari kegelisahan Maria Tri Sulistiyani, yang kerap disapa Ria, melihat dunia pendidikan dan seni di Indonesia terutama pada anak-anak yang diajarkan untuk meniru, bukannya berani bereksperiman dengan mencoba hal-hal baru. Kemudian tahun 2006, ia mendirikan Papermoon, sebuah sanggar anak-anak dengan sebuah perpusatakaan kecil yang terkadang membawakan pertunjukan boneka.

Dua tahun berselang, tepatnya pada tahun 2008, Papermoon pun berubah format menjadi teater boneka yang memadukan dunia seni rupa dan seni pertunjukkan. Dari sinilah asal mula Papermoon Puppet Theatre lahir.

Cakupan segmentasi usia penonton pun diperluas agar pertunjukannya dapat dinikmati oleh semua kalangan, tidak hanya anak-anak. Perspektif berbeda ini terinspirasi oleh teater boneka yang dibawakan oleh Goethe Jakarta yang kerap membawakan isu-isu dewasa.

Pentas pertama yang ditujukan untuk kalangan dewasa 18+ pun digelar tahun 2008. Berjudul Noda Lelaki di Dada Mona, menceritakan tentang seorang gadis bernama Mona pemilik laundry baju yang jatuh cinta pada pelanggannya. Mona merupakan seorang yatim piatu yang diasuh oleh pensiunan tentara pada masa 30 September 1965.

Interaksi dengan Penonton

Kelompok teater boneka yang memiliki enam anggota inti ini selalu berusaha untuk menyuguhkan pengalaman baru bagi penontonnya. Mereka memperlakukan penonton seperti teman, memberikan interaksi dalam setiap pertunjukan sehingga terasa lebih intim. Apresiasi penonton di Indonesia maupun di luar negeri pun sama-sama antusias. Hal ini terbukti dari penjualan tiket yang selalu habis dalam setiap pertunjukkan.


Sumber : dirangkum dari berbagai sumber

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini