Unik, Mahasiswa Indonesia di Taiwan Berhasil Gelar Screening Film di Air

Unik, Mahasiswa Indonesia di Taiwan Berhasil Gelar Screening Film di Air
info gambar utama

Menonton film pada umumnya dilakukan di bioskop ataupun layar elektronik. Namun apa jadinya bila menonton film tersebut dilakukan di media yang cukup tidak umum seperti diatas permukaan danau misalnya. Mungkin kita akan bertanya-tanya bagaimana itu bisa terjadi, atau bahkan menduga itu hanyalah omong kosong. Tapi nyatanya, hal tersebut berhasil dilakukna oleh seorang mahasiswa Indonesia di Taiwan bernama Richad Yanato yang pada Minggu (25/12/2016) yang lalu berhasil menggelar water film screening untuk pertama kalinya dikalangan mahasiswa se-Taiwan.

Sebagaimana rilis yang diterima GNFI, pemutaran film dengan konsep unik ini merupakan rangkaian acara The Cries of Sea Photo Exhibition and Film Screening yang dilakukan di National Yunlin University of Science (Yuntech). Dalam acara itu, para pengunjung diajak untuk melihat foto dan menonton film tentang perjuangan para nelayan di lautan. Terdapat 17 foto dan tiga film yang ditampilkan dalam ajang tersebut baik secara indoor dan outdoor. Film utama dalam acara ini adalah The Cries of Sea.

The Cries of Sea merupakan film dokumenter pendek yang menceritakan tentang kisah anak buah kapal (ABK) LG (letter of guarantee) yang bekerja di kapal Taiwan. Dimana mereka harus bekerja selama 6-36 bulan di lautan Afrika dan Argentina dengan gaji USD 300 per bulan. Uang tersebut masih harus dipotong biaya agensi sebesar USD 150 per bulan untuk biaya penempatan kerja selama 1 tahun pertama dan USD 100 per bulan hingga selesai kontrak sebagai uang jaminan. Jadi di tahun pertama mereka hanya menerima USD 50 atau sekitar Rp 600.000,- per bulan.

Film berdurasi 17 menit yang diproduksi pada tahun 2013 tersebut telah mendapatkan 3 buah penghargaan di kompetisi bergensi skala nasional Taiwan, yaitu juara 1 kategori film dokumenter di 2nd legend Film Festival, special jury prize di Youth Film Festival dan juara 3 di New Taipei City Labor Bureau Micro Film Award.

Menurut Tay Jou Lin, salah satu sutradara film dokumenter di Taiwan, film ini merupakan sebuah karya yang unik. Dimana sebelumnya belum pernah ada mahasiswa Indonesia yang menggali cerita tentang kisah ABK Indonesia di Taiwan.

"Tidak heran jika film ini mendapat beberapa penghargaan. Pasalnya selama ini belum ada sutradara yang mengambil cerita tentang mereka. Ini juga merupakan salah satu masalah yang cukup serius dan harus diselesaikan," ujarnya.

Pemutaran film diatas danau (Foto: dok. Richad Yanato)
info gambar



Menariknya, pemutaran film secara outdoor dilakukan dengan menempakkan proyeksi gambar dari proyektor ke layar yang berupa air. Richad mengungkapkan bahwa cara unik ini dipilih untuk memberikan kesan spesial pada acara tersebut.

"Screening film di dalam ruangan atau theater sudah biasa. Saya ingin membuat sesuatu yang lebih spesial untuk menarik perhatian dari para warga Taiwan ataupun internasional untuk menyaksikan film dokumenter ini. Tujuannya agar mereka dapat lebih memahami tentang masalah yang dihadapi oleh teman-teman ABK di Taiwan," ujar Richad.

Langkah yang diambil Richad dan rekan-rekannya terbukti membuat kagum para pengunjung yang mayoritas adalah pelajar tersebut. Adrian Irnanda misalnya, yang mengungkapkan bahwa pemutaran film dengan cara seperti itu adalah hal yang baru baginya.

"Selama ini saya hanya melihat film di televisi, projector ataupun bioskop. Kali ini saya melihat sesuatu yang baru dengan menyaksikan pemutaran film yang dilakukan di tengah danau," ujar Adrian.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini