Minang, Masyarakat dengan Penganut Matrilineal Terbesar di Dunia

Minang, Masyarakat dengan Penganut Matrilineal Terbesar di Dunia
info gambar utama

Suku Minangkabau menjadi salah satu suku terbesar yang ada di Indonesia dan tak lupa juga kalau suku ini punya hal yang unik dibandingkan suku lainnya. Hal unik itu adalah soal kedudukan gender dalam sistem masyarakat mereka. Ya, seperti yang sudah kita pahami, orang-orang Minangkabau sangat mengistimewakan kaum perempuannya.

Dalam adat dan budaya Minang, agar kecintaan dan penghargaan kepada kaum wanita selalu hidup dalam jiwa kaum pria, adat menetapkan silsilah keturunan mengambil garis keturunan Ibu, yang disebut system matrilineal. Sistem Matrilineal ini sulit dibantah karena ini merupakan dalil yang sudah hidup, tumbuh dan berkembang di Minangkabau. Hal inilah yang kemudian membuat perempuan Minang memiliki keunikan dan keistimewaan tersendiri.

Perempuan Minang disebut juga dengan gadih Minang (foto: fotograferminang)
info gambar

Adat Minangkabau memang memahami kalau perempuan memiliki derajat yang tinggi. Ada hak-hak besar yang biasanya diperoleh laki-laki, namun bagi masyarakat Minang hak tersebut diperoleh kaum perempuan. Setidaknya ada dua jenis hak yang diperoleh perempuan Minang: material dan moral.

Bagi masyarakat Minang, ibu adalah Bundo Kanduang. Kehadiran seorang perempuan dalam sebuah keluarga menjadi hal yang amat penting karena sebagaimana sudah disebutkan, dalam kekerabatan matrinileal garis kerutunan mengikuti garis keturunan ibu. Jika suatu keturunan tidak ada keturunan perempuan maka bisa dikatakan garis keturunan keluarga tersebut terputus.

Di sini, seorang perempuan dewasa atau 'ibu' adalah limapeh rumah nan gadang, sumarak dalam nagari. Ibu punya kedudukan sebagai bundo kanduang, sebuah lambang kehormatan dalam kaum dan dalam nagari. Ibu menjadi hiasan dalam kampuang yang tercermin dari kepribadiannya yang sopan santun dan baik budi pekerti. Ibu juga dianggap mengerti dengan agama dan mematuhi aturan agama.

Lalu, dari segi materi, perempuan atau ibu merupakan pemilik harta pusaka, yakni warisan yang menurut adat Minangkabau diterima dari mamak kepada kemenakan. Maka, ibu harus menjadga keutuhan harta pusaka ini. Pun harta ini diturunkan kepada keturunan yang perempuan sebagai penerus garis keturunan. Meski begitu, laki-laki juga diberi kewajiban untuk mengembangkan harta pusaka tersebut.

Sebagai pemilik harta, ibu harus menggunakannya sesuai dengan ketentuan adat. pada dasarnya penggunaan harta tersebut dibagi menjadi 2 yaitu, pertama, harta tersebut dikembangkan sehingga hasilnya digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Kedua, harta dan hasil harta yang telah dikembangkan tersebut disimpan untuk keperluan nanti apabila ada kebutuhan yang mendesak.

Pernikahan dalam adat Minangkabau juga menjadi hal yang unik (foto: iyaakan.com)
info gambar

Selain itu, hal unik lainnya adalah perkawinan dalam adat Minangkabau di mana yang menjemput sang pasangan bukanlah dari sisi laki-laki melainkan perempuan. Bagi lelaki Minang, perkainan juga menjadi proses untuk masuk ke lingkungan baru, yakni di pihak keluarga istrinya. Sementara itu di pihak keluarga perempuan, hal ini menjadi proses dalam penambahan anggota di komunitas Rumah Gadang mereka.

Keunikan ini memang hanya dimiliki oleh masyarakat Minangkabau. Menurut A.A Navis, Minangkabau lebih kepada kultur etnis dari suatu rumpun Melayu yang tumbuh dan besar karena sistem monarki serta menganut sistem adat yang dicirikan dengan sistem kekeluargaan melalui jalur perempuan atau matrilineal, walaupun budayanya sangat kuat diwarnai ajaran agama Islam. Masyarakat Minang bertahan sebagai penganut matrilineal terbesar di dunia.


Sumber : diolah dari berbagai sumber

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini