Ma'bugi' : Tradisi yang Pernah Ada

Ma'bugi' : Tradisi yang Pernah Ada
info gambar utama

Jika di tanah Jawa ada yang namanya Reog Ponorogo, di Toraja ada yang namanya Ma'bugi'. Jika di Jawa ada namanya Debus, di Toraja juga punya hal serupa. Want to know? Check this up. 

Ma'bugi' adalah salah satu upacara adat Toraja yang terdiri atas prosesi tarian/nyanyian yang di laksanakan dalam acara rambu tuka' (ucapan syukur). Sepintas, nyanyian yang diserukan dalam upacara ini kedengaran seperti Ma'badong (nyanyian kesedihan atau belasungkawa di upacara kematian), tetapi yang membedakan adalah syair-syairnya yang merupakan syair ucapan syukur atau kebahagiaan.

Tarian Ma'bugi' dilakukan biasanya di tempat Pa'bugiran (tempat untuk Ma'bugi'), tempat yang lapang dan luas biasanya sawah sehabis panen yang sudah kering.

Ma'bugi biasanya dilaksanakan selama 6 bulan untuk mencapai puncak upacaranya. Dalam 6 bulan tersebut, ada waktu pada malam-malam tertentu orang-orang akan melakukan "Nondo" dengan membentuk lingkaran sambil saling mengaitkan tangan dan menyanyikan syair-syair ungkapan syukur dan di bantu oleh teriakan "Meoli" dari penonton. Hal ini dilakukan hingga mencapai puncak acara.

Puncak acara Ma'bugi' dilaksanakan pada siang hari dimana seluruh hasil bumi di daerah tersebut di bawa serta dalam arena upacara. Hasil bumi tersebut digunakan untuk makan bersama seluruh masyarakat yang hadir dalam upacara tersebut.
Mengawali puncak acara Ma'bugi' tersebut, peserta melaksanakan "Nondo" dan menyanyikan syair yang lebih seru dari biasanya yang dilaksanakan pada malam hari. Semakin lama nyanyian tersebut akan semakin ramai dan pada puncak keramaian itu akan ada peserta yang kerasukan. Peserta yang kerasukan itu akan melakukan hal-hal yang tidak biasa yang secara logika manusia dapat melukai dirinya.

Dalam puncak acara Ma'bugi' ini, terdapat beberapa prosesi yang terjadi yang dilakukan oleh orang-orang yang kesurupan, diantaranya:
▶ Mantere, yaitu prosesi dimana orang yang kerasukan akan mengiris-iris bagian tubuhnya (leher, tangan, perut) dengan parang yang tajam hingga berdarah namun sesaat setelah darah mengucur dia akan mengusapkan daun Tabang (lihat gbr : daun berwarna merah yang dipegang oleh barisan nenek di depan) di luka itu dan langsung sembuh (Daun ini sudah sangat dekat dengan kehidupan masyarakat Toraja dalam setiap upacara yang dilakukan). Dulu, ada seorang yang paling terkenal saat melakukan Mantere yang dikenal dengan nama Lala. Dia merupakan pemeran utama dalam acara puncak, dimana dia akan menusuk keningnya dengan pisau hingga darahnya mengucur keluar, namun daun Tabang udah stand by di tangannya.
▶ Memanjat tangga dengan anak tangganya adalah susunan parang yang tajam namun kaki orang tersebut tidak terluka sama sekali (ilmu kebal)
▶ Memanjat pohon bambu dan saat sampai di puncak orang yang kerasukan tersebut akan melakukan "Mantere".

Setelah kerasukan, maka selesai pulalah prosesi Ma'bugi' yang diakhiri dengan makan bersama oleh seluruh warga masyarakat yang hadir di tempat tersebut.

Demikianlah salah satu upacara pengucapan syukur (Rambu Tuka') dari Masyarakat di Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Prosesi upacara ini saya tuliskan berdasarkan penuturan orang tua saya yang pernah melihat secara langsung kegiatan ini saat beliau masih kecil. Sekarang upacara Ma'bugi' ini sudah tidak pernah dilaksanakan lagi sehingga saya tidak pernah melihatnya secara langsung. Mungkin hanya beberapa bagian kegiatan ini yang masih terlihat dilaksanakan seperti Nondo dan menyanyikan syair tanda ungkapan syukur.

Sebagai generasi muda yang berasal dari daerah dengan budaya yang masih sangat melekat, mari berbagi keindahan Indonesia karena 'INDONESIAKU KEREN'.

Kurre.

Artikel ini diikutkan dalam Kompetisi Menulis Kabar Baik GNFI #2

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini