Bisakah Kapal Dibuat Tanpa Blue Print? Kapal Indonesia ini Bisa!

Bisakah Kapal Dibuat Tanpa Blue Print? Kapal Indonesia ini Bisa!
info gambar utama

Dalam membuat suatu kapal tentunya dibutuhkan waktu yang lama dan perencanaan yang matang. Sebuah desain yang apik mestinya akan diperhitungkan dengan sangat baik beserta detil-detil suatu kapal yang akan menjadikan kapal yang akan dibangun menjadi kokoh dalam mengarungi lautan. Dalam proses pembuatan kapal tentunya ada konsep yang harus dituangkan dalam sebuah sketsa yang mana sketsa ini akan menjadi panduan mengenai bentuk, skala dan berat kapal.

Blue print atau cetak biru adalah satu komponen penting dalam perencanaan pembuatan kapal, hal ini dikarenakan segala proses dan detil kapal yang tadinya adalah konsep akan dituangkan didalam blue print ini tadi. Arsitektur mana pun akan setuju bahwa blue print adalah patokan dalam membuat sesuatu.

Kapal Pinis Berlayar Merah (Sumber : Tribun Timur)
info gambar

Berbeda dengan pembuat kapal yang menggunakan blue print sebagai patokan dan dasar konsep kapal. Di suku Bugis, terdapat kapal besar yang kuat dan mampu berlayar ke berbagai belahan dunia, yaitu kapal Pinisi. Kapal Pinisi adalah kapal layar tradisional khas Indonesia yang umumnya memiliki dua tiang layar utama dan tujuh buah layar, yaitu tiga di ujung depan, dua di depan, dan dua di belakang. Kapal ini pada umumnya digunakan unntuk pengangkutan barang antar pulau. Kapal Pinisi adalah kapal layar yang menggunakan jenis layar seknar dengan dua tiang dengan tujuh helai layar yang mempunyai makna bahwa nenek moyang bangsa Indonesia mampu mengarungi tujuh samudra besar di dunia.

Pada sejarahnya kapal Pinisi sudah ada sebelum tahun 1500. Menurut naskah sastra Lontakar I Babad Lagaligo pada abad ke 14 yang memiliki tebal 6000 halaman, kapal Pinisi pertama kali dibuat oleh Sawerigading, seorang putera mahkota Kerajaan Luwu untuk berlayar ke negeri Tiongkok dengan maksud meminang putri Tiongkok bernama We Cudai.

Setelah berhasil meminang puteri We Cudai, Sawerigading pun tinggal di negeri Tiongkok untuk beberapa saat dan kemudian memutuskan kembal ke kampung halamannya menggunakan perahu besar ini. Namun pada saat memasuki perairan Luwu,kapal ini diterjang gelombang besar dan terbelah tiga hingga terdampar di desa Ara, Tanah Beru dan Lemo-lemo masyarakat desa tersebut kemudian merakit pecahan kapal tersebut menjai perahu yang kemudian kapal-kapal ini dinamakan Pinisi.

Proses Pembuatan Kapal Pinisi

Kerangka Kapal Pinisi ( Sumber travel detik)
info gambar

Untuk membuat kapal ini ternyata tidak semudah yang dibayangkan, banyak proses yang harus dilalui. Yang pertama adalah menentukan hari baik untuk mencari kayu yang biasanya jatuh pada hri ke lima dan ke tujuh pada bulan yang berjalan. Angka 5 (naparilimai dale na) berarti rezeki sudah ditangan sedangkan angka 7 (naujuangngi dalle’na) memiliki arti selalu dapat rezeki.

Setelah mendapat hari baik, sang kepala tukang kemudian memimpin mencari bahan baku kayu. Dalam mencari pohon sebagai bahan baku pembuatan kapal, seekor ayam akan dikurbankan untuk mengusih roh penghuni kayu tersebut. Ayam ini dijadikan persembahan kepada roh sehingga penunggu roh penuggu kayu tidak marah. Pohon yang sudah ditebang sebagai bahan baku pembuatan kapal ini kemudian dikeringkan dengan cara dijemur.

Proses selanjutnya adalah peletakan Lunas atau awal dari kontruksi kapal, dalam tahap ini upacara khusus akan dilakukan dan dalam pemotongan lunas, lunas akan selalu diletakkan menghadap Timur Laut.

Ada dua balok lunas yakni di depan dan belakang, kedua nya merupakan sebuah simbol. Balok lunas bagian depan merupakan simbol lelaki, sedangkan bagian belakang diartikan sebagai simbol wanita. Dalam rangka pemotongan kayu untuk lunas, pemotong harus menuntaskannya tanpa boleh berhenti. Ujung lunas yang sudah dipotong pun tidak boleh menyentuh tanah.

Proses selanjutnya adalah pemasangan papan pengapit lunas, dalam proses ini upacara kembali diadakan, yakni upacara Kalebiseang yang dilanjutkan dengan upacara Ajarreki yaitu upacara penguatan lunas. Kemudan dilanjutkan dengan penyusunan papan dari bawah dengn ukuran dari yang terlebar hinga yang terkecil, dari bawah ke atas yang jumlah seluruh papan dasar kira-kira adalah 126 lembar. Setelah proses ini selesai maka tahap selanjutnya adala penyiapa buritan dan kemudi bagian bawah

Setelah semua kerangka sudah kuat dan direkatkan dengan sejenis kulit pohon barruk yang kemudian didempul menggunakan campuran kapur dan minyak kelapa. Bagian terakhir dari proses ini adalah menggosok dempul dengan kulit pepaya. Pada akhir proses yakni peluncuran kapal, akan diadakan kembali prosesi upacara adat yang bernama Appasili yang bertujuan unntuk menolak bala.

Yang menarik dari pembuatan kapal Pinisi ini adalah pada jaman dahulu, membuat kapal Pinisi ini tanpa menggunakan Blue Print atau cetak biru, melainkan menggunakan intuisi dan feeling dari sang Ponggawa atau ketua dari pembuatan kapal Pinisi. Ponggawa biasanya memiliki intuisi yang kuat dari upacara-upacara yang dilakukan juga pengalaman yang sudah diraihnya. Meski tanpa cetak biru, kapal besar ini pun bisa jadi dengan sempurna, tidak ada ujung yang salah hitung atau peletakan lunas yang salah hingga mengakibatkan kapal menjadi tidak seimbang atau mudah rusak ketika diterjang ombak,

Kualitas Kapal Pinisi

Kapal Pinisi Melaut (Sumber : Sari Waran)
info gambar

Meskipun kapal Pinisi dibuat tanpa mengggunakan blue print dan memakan banyak ritual, namun ternyata kapal Pinisi ini memiliki kualitas yang luar biasa. Sebuah kapal Pinisi ini sanggup memuat beban hingga 800 ton. Selain itu, kapal ini dapat berlayar jauh mengarungi samudera hingga sampai Australia dan bisa lebih jauh lagi.

Gelombang yang besar bagi kapal Pinisi merupakan hal yang biasa namun sangat jarang terdengar kapal Pinisi bocor maupun tenggelam di tengah lautan. Kapal Pinisi saat ini memiliki dua model, yakni yang mengandalkan tenaga angin dan yang satu lagi menggunakan tenaga mesin.

Uniknya, untuk kapal Pinisi yang mengandalkan kekuatan ini, sang kapten laut biasanya sudah peka akan tanda-tanda laut yang mana adalah ciri khas pelaut dari Suku Bugis. Karena kualitas kapal Pinisi yang kuat ini, untuk yang ingin membeli kapal Pinisi harus mengocek saku yang dalam, pasalnya harga kapal Pinisi ini bisa mencapai 5 milyar rupiah untuk satu kapalnya.

*

GNFI

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini