Berbeda-beda Tetapi Tetap Sirih

Berbeda-beda Tetapi Tetap Sirih
info gambar utama

Sirih merupakan sealah satu jenis daun yang memiliki segudang faedah. Tak hanya bermanfaat sebagai obat, daun yang bernama latin piper betle ini juga memiliki peran dalam berbagai kegiatan adat di Indonesia. Uniknya, tak hanya dikenal oleh masyarakat satu daerah saja, sirih yang konon merupakan tanaman asli Indonesia ini hampir selalu hadir dalam berbagai ritual adat maupun kebiasaaan masyarakat di beberapa belahan Indonesia.

kelengkapan untuk mengunyah sirih (foto: daerah.sindonews.com)
info gambar

Beberapa tradisi di nusantara yang melibatkan sirih masih dapat kita jumpai saat ini. Siapapun yang pernah berkunjung ke pelosok negeri di Sumatera, Sulawesi, bahkan Indonesia bagian timur, akan dengan mudah menemukan kebiasaan mengunyah sirih. Hanya dibedakan jenis kapur, cara pengolahan serta kepercayaan yang menyertai tradisi ini, bahan yang digunakan untuk menyirih rata-rata hampir serupa, yakni sirih, kapur, pinang, cengkih, dan gambir.

Karena kebiasaan ini dimiliki oleh berbagai daerah yang berbeda, mengunyah sirih pun jadi memiliki banyak istilah. Misalnya seperti bersugi, bersisik, menyepah, nyusur, dan menginang. Setiap wilayah pun menyebut sirih dengan nama yang berbeda-beda.

kegiatan menyirih di Nusa Tenggara Barat yang umumnya dilakukan oleh lansia (foto: chemember.wordpress.com)
info gambar

Walaupun belum diketahui asal-usulnya secara pasti, tradisi menyirih hingga saat ini masih bertahan di Indonesia. Konon, di Asia Tenggara, budaya menyirih telah dimulai sejak zaman neolitikum, sekitar 3.000 tahun yang lalu. Tradisi ini pun terkesan ramah, karena dapat dilakukan oleh siapa saja, baik bangsawan ataupun rakyat biasa, lelaki maupun perempuan.

Berkembang dua pendapat mengenai tradisi bersirih ini. Berdasarkan cerita sastra dan sejarah lisan, ada yang berpendapat jika tradisi ini berasal dari India. Namun pandangan lain menyebutkan jika tradisi ini kemungkinan asli berasal dari kepulauan Nusantara. Beberapa legenda kuno di negeri ini bahkan kerap kali menyebutkan peran sirih.

Dalam catatan Marcopollo abad 13, tersebut adanya segumpal tembakau yang ditemukan pada masyarakat India. Pernyataan ini dijelaskan pula oleh penjelajah terdahulu, Ibnu Batuta dan Vasco Da Gamma yang menyatakan telah adanya kebiasaan makan sirih pada masyarakat Melayu. Tak hanya dimakan, namun juga dijadikan sebagai simbol adat istiadat.

Dalam sebuah legenda asal Bugis, Sawerigading menyebutkan jika I Lagaligo, kerap kali mengunyah sirih sebagai sarana untuk menenangkan diri. Pun dengan hikayat Batak yang juga menyebutkan adanya tanaman sirih sebagai tanda kebesaran ilmu medis Batak Kuno. Sedangkan pada Kitab Negarakertagama, keberadaan sirih konon kerap dijumpai sebagai sarana perjamuan antara para raja.

Flora khas Kepulauan Riau ini mungkin sudah tidak diragukan lagi dalam bidang kesehatan, bahkan telah dibuktikan dengan banyaknya penelitian ilmiah. Pun wujudnya yang selalu tampil dalam berbagai ritual adat. Misalnya saja dalam masyarakat Melayu, sirih selalu tampil dalam upacara menyambut tamu, upacara merisik dan meminang, upacara pernikahan, dan berbagai upacara lain.

Sirih yang disebut ranub oleh masyarakat Aceh juga memiliki peran penting dalam setiap kegiatan adatnya. Bahkan seolah telah menjadi sajian wajib bagi kegiatan seperti pernikahan, hajatan sunat, bahkan penguburan mayat, juga upacara yang berkaitan dengan daur hidup lainnya.

Balangan gantal dalam prosesi upacara panggih dalam pernikahan adat jawa (foto: www.weddingku.com)
info gambar

Tak ketinggalan, masyarakat Jawa pun juga memiliki ritual yang memberi ruang pada daun sirih. Misalnya saja dalam upacara pernikahan, daun ini merupakan salah satu bawaan wajib dalam ritual seserahan. Maknanya yakni sebagai harapan kesejahteraan bagi calon kedua mempelai.

Tak hanya itu, sirih juga menjadi salah satu komponen penting dalam upaya penolak bala. Sirih yang tak boleh ketinggalan dalam sesajen, diletakkan pada sudut ruangan saat calon mempelai sedang menjalani prosesi siraman, meratus rambut dan ngerik.

Kemudian, ritual dalam pernikahan Jawa yang masih menggunakan sirih ialah balangan gantal, di mana kedua mempelai saling melemparkan lintingan sirih. Dilengkapi dengan buah pinang, kapur sirih, gambir, dan tembakau hitam, semua komponen tersebut dibungkus dengan daun sirih dan diikat mengunakan benang lawe. Kedua mempelai kemudian saling melemparkan lintingan sirih yang disebut dengan gantal ini. Ritual balangan gantal diyakini menggambarkan sepasang pengantin yang sedang saling melempar kasih.

Tari Sekapur Sirih merupakan tarian selamat datang kepada tamu-tamu besar di Provinsi Jambi dan Riau (foto: dapurpacu.com)
info gambar

Sirih tentunya memiliki alasan mengapa selalu tampak dalam beragam kegiatan adat di penjuru Indonesia. Salah satunya, menurut orang Melayu daun berbentuk pipih ini merepresentasikan sifat rendah hati, memberi, juga memuliakan orang lain. Makna ini ditafsirkan dari cara daun sirih yang tumbuh merambat ke atas namun tanpa merusak batang dan apapun di sekitra tempat ia hidup.


Sumber : diolah dari beberapa sumber

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini