Tradisi Elha yang Dipertahankan Hingga Kini

Tradisi Elha yang Dipertahankan Hingga Kini
info gambar utama

Seakan tak ada habisnya apabila kita membahas tentang keberagaman budaya yang dimiliki Indonesia. Daerah-daerah dari Sabang sampai Merauke memiliki kearifan lokal warisan nenek moyang yang masih dipertahankan hingga saat ini. Salah satunya tradisi orang Sentani di kampung Ayapo, Papua yaitu Elha.

Elha oleh orang Sentani diyakini sebagai hak yang melekat pada kepala penguasa hak wilayat atau dikenal ondoafolo oleh masyarakat setempat. Keondofoloan di kampung Ayapo terbagi menjadi dua kelompok besar, yakni kelompok reraimea yang melekat pada keluarga Ondofolo, dan kelompok khouw yakni perangkat dalam keondofoloan.

Elha dapat dimaknai sebagai cara berburu tradisional oleh orang Sentani di Ayapo secara berkelompok. Orang Sentani di kampung Ayapo memang dikenal sebagai kampung yang masih mempertahankan tradisi ini, karena pelaksanaan Elha memiliki nilai yang tinggi di mata mereka.

Pelaksanaan Elha

Pertama-tama, Ondofolo akan memanggil beberapa khotelo atau kepala suku untuk bermusyawarah. Setelah diputuskan, hasil musyawarah akan disampaikan ke abuakho atau pesuruh untuk mengabarkan ke masyarakat kampung bahwa akan dilaksanakannya Elha di malam hari.

Keterangan Gambar (© Pemilik Gambar)
info gambar

Tradisi berburu orang Sentani ini dilakukan pada pagi hingga siang hari. Elha biasanya dilakukan oleh kaum pria dewasa secara berkelompok dengan jumlah sampai dengan 60 orang hingga lebih. Dimana dalam kelompok ini terbagi menjadi dua, yaitu kelompok pengusir atau melhi dan kelompok penikam atau yokho.

Setelah itu kaum pria akan mempersiapkan alat buruannya berupa tombak dan menjaga diri dari segala pantangan dalam melaksanakan Elha. Beberapa pantangan yang harus dihindari sebelum melaksanakan Elha adalah, tidak boleh makan pagi, tidak boleh menoleh apabila ditegur dan tidur terpisah juga tidak boleh berhubungan badan dengan istri.

Ada sebuah ritual khusus yang dilakukan oleh abuakho atau pesuruh dari marga Pulanda dan Ohodo sebelum melakukan Elha. Mula-mula api dinyalakan untuk memberikan tanda pada kaum pria supaya berkumpul. Dikumpulkannya para kaum pria ini bertujuan untuk mempersiapkan strategi berburu.

Keterangan Gambar (© Pemilik Gambar)
info gambar

Sebelum berburu dimulai, para kaum pria ini melakukan proses pembersihan diri yang dilakukan oleh abuakho. Hal ini dimaksutkan supaya para pemburu ini terhindar dari marabahaya dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan saat pelaksanaan Elha. Pelaksanaannya ditandai dengan daun adat (kamea/puring) yang ditepukkan pada pundak pemburu, dilambangkan juga sebagai pemberian motivasi dan kekuatan.

Dalam pelaksanaan Elha, lokasi berburu sudah ditentukan oleh marga tertentu yang memiliki tugas dalam keondofoloan, biasanya dilakukan oleh marga Pulanda dan Ohondo. Misalnya jika pelaksanaan berburu dilakukan di bagian barat kampung Ayapo, maka yang bertugas menentukan lokasi adalah marga Ohodo, sedangkan jika di bagian timur ditentukan oleh marga Pulanda.

Keterangan Gambar (© Pemilik Gambar)
info gambar

Sarat Nilai-Nilai

Masyarakat Ayapo yang terlibat Elha saat mendapat buruan akan menghiasi diri mereka dengan dedaunan. Kabar hasil buruan tersebut oleh abuakho atau pesuruh yang bermarga Ohodo dan Tukayo akan menyampaikannya kepada ondofolo dengan menyebutkan lokasi buruan dan orang yang berhasil menikam hasil buruan tersebut.

Konon apabila marga Puhili dan Deda yang menyampaikan berita buruan tersebut ke ondofolo, maka akan terjadi hal buruk seperti ada seseorang yang terluka dalam pelaksanaan Elha atau hal lain yang tidak diinginkan.

Suka cita dan lagu serta syair akan dilantunkan oleh seluruh peserta saat hasil buruan telah didapat. Menurut mereka syair tertentu dinyanyikan sebagai kebanggaan atas pencapaian yang dilakukan oleh suami atau anaknya.

Keterangan Gambar (© Pemilik Gambar)
info gambar

Hasil buruan seperti burung, tikus tanah atau kangguru yang didapat kemudian akan diserahkan kepada marga Pulanda, Ohondo atau Tokayo. Kemudian hasil buruan ini diarak dengan melantunkan lagu dan tarian menuju balai adat untuk disembelih dan dibagikan sesuai kepentingan masyarakat Ayapo.

Tradisi Elha ini memiliki wujud nilai kegotong royongan yang tinggi, kewibawaan, kepedulian dan kekuatan. Para orang tua akan menilai para generasi muda dalam pelaksanaan Elha. Pemuda yang tidak mempunyai kekuatan dalam pelaksanaan Elha dianggap telah melanggar pantangan dalam tradisi mereka.

Elha menjadi bukti nyata adanya tradisi berburu secara tradisional yang masih dipegang teguh oleh orang Sentani, hal ini sekaligus menjadi salah satu kearifan lokal masyarakat Indonesia yang patut dilestarikan.


Sumber : kebudayaanindonesia.net

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini