Indonesia, Rumah Bagi Kita dan Satwa

Indonesia, Rumah Bagi Kita dan Satwa
info gambar utama

Indonesia adalah negeri yang kaya akan satwa. Ada sekitar 17% satwa di dunia terdapat di Indonesia(https://www.profauna.net/id/fakta-satwa-liar-di-indonesia). Indonesia juga menjadi rumah bagi satwa endemik, seperti komodo, harimau sumatera, babirusa, dan masih banyak lagi. Namun sayangnya, saking kayanya keanekaragaman hayati di Indonesia, ada pihak-pihak yang menyalahgunakannya. Perdagangan satwa liar marak terjadi. Ironisnya lagi, perdagangan satwa liar ini ada demi memenuhi kepuasan manusia. Muncul suatu kepercayaan bahwa bagian tubuh tertentu dari satwa tersebut bisa menyembuhkan penyakit, ego untuk memelihara sendiri satwa tersebut, bahkan tren pengawetan satwa untuk dijadikan koleksi dan dipamerkan. Memang sudah ada UU yang mengatur mengenai perdagangan satwa liar, namun ringannya vonis yang diterima pelaku tidak menimbulkan efek jera sehingga kejahatan ini terus menerus terjadi dan mungkin baru berhenti ketika tidak ada satwa lagi untuk diperdagangkan. Dengan kata lain, satwa tersebut mencapai kepunahan.

Komodo, hewan endemik di Indonesia
info gambar

Selain perdagangan satwa liar dan keberadaan satwa-satwa langka yang mendekati garis kepunahan, perlu disoroti juga mengenai kekerasan dan pengabaian terhadap hewan yang marak terjadi di Indonesia. Contoh sederhananya adalah banyaknya kucing yang dibuang di jalan padahal usia mereka masih sangat muda, bahkan masih anak-anak.

Restoran daging anjing juga cukup marak di Indonesia, bahkan tidak pernah sepi peminat. Anjing-anjing ini didapat tidak hanya dari hasil ternak, tapi juga dari hasil penculikan. Bahkan ada restoran yang sekaligus merangkap menjadi tempat penjagalan anjing. Anjing-anjing dibunuh, dipotong, dimasak di sana, kemudian disajikan di tempat itu juga. Hasrat manusia untuk memenuhi kepuasannya lebih besar daripada rasa duka terhadap hewan-hewan tersebut.

Ajag, anjing lokal Indonesia
Ajag, anjing asli Indonesia

Namun di balik itu semua, masih ada orang-orang Indonesia yang peduli terhadap hidup hewan-hewan tersebut. Hal ini terbukti lewat mulai munculnya petisi-petisi yang mendesak pemerintah untuk lebih peduli terhadap hewan di Indonesia. Misalnya seperti adanya petisi ‘Selamatkan Kebun Binatang Bandung’ yang digagas oleh komunitas SaveBandungZoo Project untuk Wali Kota Bandung Ridwan Kamil dan Yayasan Margasatwa Taman Sari Kota Bandung, petisi ‘Selamatkan Beruang Kelaparan di Kebun Binatang Bandung’ yang digagas Yayasan Scorpion dan ditujukan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, kampanye ‘Dogs are Not Food’ yang diinisiasi Garda Satwa Indonesia bersama Jakarta Animal Aid Network (JAAN) dan Animal Friends Jogja (AFJ), petisi Stop Sriwijaya Air Mengangkut Lumba-lumba untuk Tujuan Eksploitasi yang digagas Violita Berandhini untuk direktur Sriwijaya Air Chandra Lie, dan lain-lain.

Perjuangan pun tidak hanya berhenti di petisi dan kampanye, namun sudah ada komunitas-komunitas peduli hewan yang beraksi secara nyata dengan terjun ke lapangan. Di kota saya sendiri contohnya, sudah ada Animal Friends Jogja (AFJ). Komunitas ini menampung anjing serta kucing ‘terbuang’ dan merawat mereka hingga sehat, kemudian memelihara mereka sampai ada yang mau mengadopsinya. Bahkan tidak segan-segan komunitas ini juga rela mengeluarkan biaya demi melakukan perawatan, serta operasi bagi anjing dan kucing yang terluka tersebut. Dengan adanya komunitas-komunitas seperti ini, yang terbentuk dari tumpuk demi tumpuk kepedulian masyarakat kita sendiri, meski terlihat kecil, telah memberikan kontribusi besar terhadap penyelamatan hewan di Indonesia. Ini adalah angin segar bahwa di balik eksploitasi, penganiayaan, pengabaian, penjagalan hewan di Indonesia, masih ada generasi yang peduli dan mau menjadi ‘tentara’ untuk memerangi kejahatan-kejahatan itu.

Kampanye untuk menghentikan sirkus lumba-lumba
info gambar

Indonesia bukan hanya rumah bagi manusia saja, tapi juga rumah bagi mereka yang kita sebut binatang. Jadikanlah mereka sahabat, bukan 'barang' untuk ajang kenikmatan.

"Artikel ini diikutkan dalam Kompetisi Menulis Kabar Baik GNFI #2"

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini