Gejog Lesung, Musik Klasik Alat Tani

Gejog Lesung, Musik Klasik Alat Tani
info gambar utama

Thok-thek-thok-thek,

“Lesunge digejogke, guyonan tembangane
Dilaras suarane, gayenge dijogedke”

Suara tabuhan musik yang harmonis dihasilkan justru bukan dari sebuah alat musik. Alunan musik yang semarak ini dihasilkan oleh alat pemisah padi dengan kulitnya, lengkap dengan iringan berbagai tembang jawa, seolah menghasilkan harmonisasi yang unik. Pukulan yang dihasilkan oleh alu, sebuah kayu panjang untuk menumbuk padi, juga lesung, rongga kayu berbentuk seperti perahu panjang sebagai tempat padi yang ditumbuk, seni ini dinamakan gejog lesung.

gejog lesung merupakan permainan musik tradisional yang menggunakan alat pertanian (foto: kidnesia.com)
info gambar

Permainan gejog lesung sudah ada di kalangan petani sejak lama, sebelum menjadi pertunjukan musik dalam arti sebenarnya seperti saat ini. Kesenian ini juga kerap digunakan sebagai pengisi waktu luang para petani setelah seharian bekerja menumbuk padi.

Gejog lesung dulunya memang digunakan oleh masyarakat sebagai alat untuk memisahkan padi dari tangkai dan kulitnya. Padi yang kering dimasukkan dalam lesung, kemudian ditumbuk dengan alu sehingga menimbulkan irama. Namun setelah berkembangnya alat penggiling padi yang semakin modern, maka gejog lesung saat ini berkembang menjadi kesenian musik tradisional.

Kesenian tradisional yang masih dapat ditemukan di desa-desa Yogyakarta ini dimainkan secara beramai-ramai. Biasanya, terdapat 12 orang yang memainkan. Terdiri dari lima atau enam orang yang menumbuk lesung, sisanya akan menyanyi sambil menari dengan membawa tampah.

gejog lesung merupakan permainan musik tradisional yang menggunakan alat pertanian (foto: tribunnews.com)
info gambar

Menurut masyarakat setempat, seni ini merupakan bentuk ucapan syukur pada Dewi Sri, yang dikenal sebagai Dewi Padi, atas melimpahnya panen yang didapatkan. Tak hanya itu, gejog lesung pun dulunya juga kerap dimainkan saat gerhana tiba.

Konon, menurut kepercayaan masyarakat Jawa, zaman dahulu gerhana bulan dan matahari terjadi karena adanya raksasa bernama Batara Kala yang memakan matahari atau bulan, sehingga langit menjadi gelap seketika.

Kemudian masyarakat pun ramai-ramai menabuh semua benda, termasuk lesung, agar Batara Kala memuntahkan matahari atau bulan, dan gerhana segera berakhir. Gejog lesung ini dipercaya masyarakat sebagai pengusir raksasa saat gerhana tiba.

Gejog lesung dikenal hadir membawa keceriaan sejak dahulu. Permainan musik akustik petani ini dulunya juga kerap dimainkan saat malam bulan purnama, atau yang dikenal masyarakat sebagai malam terang bulan. Musik ini dipakai sebagai hiburan dan pengiring keceriaan anak-anak yang sedang bermain di halaman rumah.

tak hanya diiringi oleh nyanyian dan tarian saja, saat ini permainan gejog lesung kerap hadiri diiringi oleh alat musik lainnya (foto: sarigaplek.wordpress.com)
info gambar

Meski belum bisa dipastikan sejak kapan kebiasaan tabuhan lesung ini dimulai, namun konon, tradisi ini telah berlangsung sejak ratusan tahun silam. Namun esensinya kini telah berubah. Tak lagi terkait dengan mitos ataupun kepercayaan masyarakat, namun lebih pada fungsi hiburan, sebagai kesenian musik tradisional. Saat ini pun festival gejog lesung masih sering diselenggarakan oleh masyarakat Yogyakarta, sebagai upaya pelestarian seni dan tradisi.


Sumber : diolah dari berbagai sumber

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini