Upaya Penyelamatan Lokananta, Harta Karun Musik Indonesia

Upaya Penyelamatan Lokananta, Harta Karun Musik Indonesia
info gambar utama

Lokananta, sebuah perusahaan rekaman tertua di Indonesia yang menyimpan sejarah penting bangsa. Perusahaan ini nyaris kehilangan nyawanya. Namun ia berhasil diselamatkan dari timbunan zaman, berkat upaya kolektif anak muda yang justru belum lahir saat masa kelahiran juga kejayaan lembaga ini.

Menilik sebuah kutipan dari presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno: Jas Merah, jangan sekali-kali meninggalkan sejarah. Spirit inilah yang perlu selalu dibawa agar tidak melupakan sejarah dan kehilangan akar hidup. Sebab, dengan adanya sejarah, kita akan sadar jika hari ini tak akan ada tanpa masa lalu.

koleksi arsip piringan hitam milik lokananta (foto: tempo.co)
info gambar

Tanpa Lokananta, kita bahkan tak bisa mendengarkan lagu kebangsaan Indonesia Raya yang terdiri dari tiga stanza, yang arsipnya tersimpan di perusahaan rekaman ini. Tak hanya merekam musik, Lokananta yang terletak di jantung kota Solo ini bahkan menyimpan memori kolektif bangsa dalam bentuk bebunyian. Seperti rekaman pidato Bung Karno pada beberapa acara penting, misal Konferensi Asia Afrika tahun 1955 di Bandung.

Tak hanya menyimpan catatan perjalanan bangsa, perusahaan yang didirikan pada 1956 di Surakarta ini bahkan telah berjasa melahirkan album musisi legendaris Indonesia seperti Gesang, Bing Slamet, Waldjinah, Titik Puspa, hingga Sam Saimun.

Berkat kelengkapan arsipnya, Lokananta yang memiliki standar studio internasional layaknya Abbey Road di London yang menjadi langganan The Beatles ini bahkan menjadi penyelamat, saat lagu Rasa Sayange milik Indonesia sempat ramai diklaim oleh negara tetangga.

upaya Lokananta Project dalam menata dan mendata arsip dan dokumentasi milik Lokananta (foto: masjaki.com)
info gambar

Diprakarsai oleh R. Maladi, Menteri Penerangan kala itu, Lokananta dulunya adalah pabrik piringan hitam dan perusahaan transcription service. Kesulitan mulai dihadapi saat Departemen Penerangan, yang menaunginya, dibubarkan. Status dan namanya pun berubah setelah dilikuidasi oleh pemerintah pusat, menjadi Perum Percetakan Nasional RI (PNRI) Cabang Surakarta, hingga saat ini.

Perusahaan rekaman ini ibarat bank sentral dalam industri musik Indonesia, tak ada yang menandingi lengkapnya koleksi lagu daerah Indonesia daripadanya. Namun, tak ada kejelasan mengenai pengarsipan dan dokumentasi tentang album yang telah dikeluarkan oleh Lokananta sejak setengah abad terakhir. Semua arsip tercecer berantakan.

Kondisinya pun sangat mengenaskan. Jika terus dibiarkan, lambat laun harta karun musik Indonesia ini akan habis, tak hanya lenyap termakan zaman, pun koleksinya akan hancur begitu saja termakan jamur.

laman utama www.lokanantamusik.com, perpustakaan digital yang dibuat oleh Lokananta Project (foto: www.rollingstone.co.id)
info gambar

Namun, berkat tulisan karya Fakhri Zakaria dan Ayos Purwaji pada tahun 2010, berbagai macam kampanye pun kemudian diselenggarakan secara swadaya. Sekumpulan anak muda yang terdiri dari penulis, fotografer, dan desainer, bergotong royong menyelamatkan Lokananta.

Salah satu upaya penyelamatan ini ialah adanya Lokananta Project, sebuah proyek pengolahan arsip Lokananta yang dibentuk tahun 2014 dengan tujuan untuk mendigitalisasi koleksi arsipnya. Tak hanya sebatas membuat kampanye saja, Lokananta Project juga membuat buku bertajuk LOKANANTA yang telah diterbitkan pada Oktober 2016 lalu.

Buku ini menjabarkan mengenai kisah para penjaga nafas hidup Lokananta, karyawan dan pertinggi pada era sebelumnya. Namun, tak hanya menceritakan tentang nostaligia saja, buku ini juga menguak upaya Lokananta sebagai perusahaan milik pemerintah dalam memosisikan diri di tengah musik Indonesia yang telah memasuki era digital.

buku yang diluncurkan oleh Lokananta Project (foto: www.rollingstone.co.id)
info gambar

Tak cukup dengan buku, Lokananta Project juga menghidupkan situs web dengan nama www.lokanantamusik.com , yang berfungsi sebagai perpustakaan digital yang memuat arsip lagu beserta sampul, kode produksi, dan keterangan lainnya.

Pengarsipan ini dapat diibaratkan sebagai kerja sunyi, dengan keuntungan yang tidak bisa langsung dirasakan sekarang. Namun dengan adanya pengarsipan ini seolah menjadi upaya untuk menerangi masa depan. Jika masa lalu dan masa sekarang tidak dirasipkan dengan baik, maka generasi berikutnya pun akan kesulitan mendapatkan informasi, terutama mengenai sejarah bangsa.


Sumber : diolah dari berbagai sumber

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini