Lontong Cap Go Meh, Kuliner Lezat yang Lahir dari Adaptasi Jawa

Lontong Cap Go Meh, Kuliner Lezat yang Lahir dari Adaptasi Jawa
info gambar utama

Bagi yang merayakan Imlek atau Lebaran pasti tak asing dengan kuliner satu ini. Sepiring kuliner lezat berisi lontong yang dipadukan dengan opor ayam, sambal goreng hati, sayur lodeh, telur pindang, acar, abon sapi, sambal, kerupuk dan taburan brambang goreng, menjadi santapan di meja makan yang cukup populer di Jawa.

Apalagi kalau bukan Lontong Cap Go Meh. Kuliner yang tidak asing di lidah masyarakat Jawa ini identik di setiap penutupan perayaan Tahun Baru Imlek atau Lebaran Idul Fitri. Ternyata lahirnya kuliner Lontong Cap Go Meh ini dari adaptasi masakan Indonesia lho, sehingga melahirkan bentuk kuliner peranakan dari Tionghoa dengan Jawa.

Bagaimana terciptanya Lontong Cap Go Meh?

Konon dulunya pada zaman Majapahit ketika para pendatang dari Tionghoa pertama kali datang ke Indonesia, mereka bermukim di pesisir bagian utara Jawa, seperti Pekalongan, Surabaya, Lasem dan Semarang.

Keterangan Gambar (© Pemilik Gambar)
info gambar

Cerita mengenai asal usul dan sejarah dari kuliner Lontong Cap Go Meh sebenarnya memiliki beberapa versi. Dulunya mayoritas imigran Tionghoa yang laki-laki tersebut memperkenalkan segala jenis pengetahuan dari negara asalnya kepada masyarakat setempat, seperti penanggalan Imlek, kebiasaan, budaya hingga kulinernya. Lambat laun mereka yang telah lama tinggal bermukim di Jawa akhirnya menikahi perempuan lokal di sana, hal ini melahirkan perpaduan budaya peranakan Jawa.

Di setiap perayaannya hari besar Imlek mereka, para perempuan peranakan Jawa ini mengganti hidangan yuanxiao atau bola-bola tepung beras dengan kuliner Jawa yang kaya rasa berupa lontong yang disertai opor ayam dan sambal goreng untuk pelengkapnya.

Keterangan Gambar (© Pemilik Gambar)
info gambar

Ada pula versi yang mengatakan bahwa awalnya para etnis Tionghoa ini melihat muslim di Jawa menyantap ketupat dan opor ayam saat lebaran tiba. Mereka kemudian tertarik untuk mencicipi kuliner lokal tersebut, hingga lambat laun mereka juga terpengaruh dengan selera masakan Indonesia.

“Budaya lontong itu kan budaya umat Muslim. Di Lasem itu, itu ada lontong segitiga. Itu gak beda jauh digunakan sama lontong Tionghoa peranakan. Itu kuliner kan saling serap dan saling pinjam (resep). Kaum peranakan itu minjem masakan Jawa, itu seperti simbiosis mutualisme antara peranakan Tinghoa dan masyarakat Jawa,” jelas Agni Malagina, pemerhati budaya Tionghoa seperti dilansir dalam kompastravel.

Melambangkan Keberuntungan

Lontong Cap Go Meh yang terdiri dari berbagai makanan pelengkap ternyata memiliki filosofi tersendiri yang sarat makna. Dipercaya kuliner yang terbentuk dari asimilasi ini melambangkan semangat pembauran antara kaum pendatang Tionghoa dengan penduduk lokal Jawa.

Keterangan Gambar (© Pemilik Gambar)
info gambar

Lontong ternyata memiliki filosofi unik yang dianggap berlawanan dengan bubur encer. Etnis Tionghoa menganggap bahwa bubur menjadi hal yang tabu untuk disajikan ketika Imlek karena menurut mereka bubur untuk makanan orang sakit atau orang miskin. Sehingga memakan bubur ketika Imlek dianggap membawa sial.

Lontong yang memiliki bentuk padat dan panjang melambangkan panjang umur. Sedangkan telur di dalam kuliner ini memiliki makna keberuntungan dan kuah santan opor yang berwarna kuning keemasan juga melambangkan emas dan keberuntungan.

Keterangan Gambar (© Pemilik Gambar)
info gambar

Kuliner Lontong Cap Go Meh di luar Jawa mungkin belum banyak dikenal. Namun tradisi memakan Lontong Cap Go Meh oleh masyarakat Tionghoa saat Imlek di pecinan kota Jawa khususnya, telah menjadi suatu kebiasaan tersendiri bagi mereka. Tidak hanya masyarakat Tinghoa, muslim di beberapa daerah di Jawa pun saat lebaran Idul Fitri tiba juga menyantap kuliner lezat ini.

Tidak hanya menunggu saat momen hari besar, kini Lontong Cap Go Meh kerap disajikan kapan saja. Apakah kamu juga makan Lontong Cap Go Meh saat perayaan hari besar?


Sumber : diolah dari berbagai sumber

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini