Kolaborasi Produktif, Sepasang Anak Muda Ini Rintis Bisnis Bersama

Kolaborasi Produktif, Sepasang Anak Muda Ini Rintis Bisnis Bersama
info gambar utama

Malas buang-buang waktu untuk hal nggak berguna. Inilah salah satu alasan yang membuat Faishal Azmi Ardika (Dika) dan Ameylia Kania (Kania) saat mendirikan brand handmade Gulaliku. Menjalin hubungan pacaran jarak jauh, Yogyakarta dan Nganjuk, nyatanya nggak membuat kedua sejoli kehabisan inspirasi. Berawal dari hobi yang sama, menggambar, pada Oktober 2014, keduanya sepakat membangun Gulaliku.

"Kita kepikiran untuk buat sebuah project bareng. Idenya sih bikin sesuatu dari gambar kita, yang nggak cuma jadi pajangan aja, tapi juga bisa dipakai sehari-hari," ujar Dika.

Nama Gulaliku sendiri diambil dari jajanan masa kecil yang kini namanya mulai redup. Kania dan Dika ingin orang kembali mengingat jajanan manis nan bersahaja tersebut.

Produk pertama yang dihasilkan adalah kalendar yang terbuat dari kayu. Dika menggunakan kayu sisa yang digunakan untuk tugas kuliah sebagai material produknya. Kania dan Dika menggunakan hasil ilustrasi yang di-scan, kemudian dicetak sebagai gambar untuk kalendarnya. Karena masih baru memulai, keduanya menggunakan akun media sosial pribadi untuk memasarkan produknya. Dengan respon yang cukup baik, keduanya pun memutuskan untuk meneruskan usahanya.

Hampir tiga tahun berjalan, produk yang dihasilkan Gulaliku kini tak hanya kalendar, namun juga ilustrasi pop up, kartu ucapan, hingga hiasan dinding lainnya. Agar berbeda dari brand lainnya, pria kelahiran 11 Agustus 1993 ini memilih untuk membuat produknya secara customize, alias bisa dipesan sesuai keinginan membelinya.

“Kita ingin memberi personal touch untuk setiap produk yang kita jual. Jadi ada nilai lebih dari karya itu sendiri,” ujarnya.

Dengan membuat produk secara customize, Dika menyadari kalau Gulaliku tidak bisa memproduksi karyanya secara massal. Namun hal itu bukan masalah baginya. Sebab, dengan begitu, ia bisa mengenal setiap pelanggannya secara personal.

“Pernah ada yang pesan hiasan dinding yang bentuknya quotes. Si pembeli ini cerita kalau dia mengidap penyakit yang nggak bisa disembuhkan. Quotes yang dia pesan itu jadi salah satu penyemangat dia setiap harinya. Mendengar cerita seperti itu yang bikin kita selalu semangat untuk berkarya. Karena kita tahu karya kita punya makna sendiri untuk yang memilikinya,” cerita Dika yang menimba ilmu di jurusan Desain Komunikasi Visual ini.

Menghidupkan sebuah brand memang bukan perkara mudah, karena diperlukan tekad dan komitmen untuk menjalankannya. Hal ini makin dipersulit karena di awal, Dika dan Kania harus menjalani hubungan jarak jauh.

“Jadi kadang produksinya masih setengah jadi, terus dibawa ke Yogya untuk diselesaikan, atau gantian dikerjakan di Nganjuk. Susahnya di situ sih,” terangnya.

Produk kreatif Gulaliku (Foto: Qlapa.com)
info gambar

Tak hanya soal jarak, tantangan dalam membangun Gulaliku juga dirasakan lantaran keduanya masih sama-sama menempuh masa kuliah. Pada awal didirikannya Gulaliku, Dika sendiri masih menjalani kuliah. Alhasil, ia harus bisa membagi waktu untuk fokus pada kuliahnya sambil terus mengembangkan Gulaliku. Apalagi hingga tahun ketiga berjalan, Gulaliku juga masih dikerjakan oleh Dika dan Kania saja.

“Yang saya bingung itu orang sering bilang waktunya kurang. Nyatanya saya harus kuliah dan mengerjakan pesanan tapi saya bisa tetap istirahat cukup. Nggak sering begadang juga, walaupun ngerjainnya cuma berdua aja. Intinya sih gimana kita atur waktunya aja,” pungkas cowok yang hobi desain ini.

Semakin lengket lewat Gulaliku Dengan melakukan kegiatan positif bersama, Dika dan Kania mengaku belajar banyak. Tak hanya soal bisnis, tapi juga soal mengatur emosi dan kekompakannya dalam hubungan. Hasilnya, pada 2016 lalu keduanya memutuskan untuk menikah dan tidak lagi menjalani hubungan jarak jauh.

“Dengan menjalani bisnis bersama, enaknya ya kita bisa makin dekat karena ngerjainnya bisa bareng. Kan jarang ada pasangan yang bisa gitu, bisa dibilang ya kita ini couple crafter,” imbuh Dika.

Salah satu produk Gulaliku (Foto: Qlapa.com)
info gambar

Karena sudah tidak ada jarak yang menghalangi, keduanya mengaku jadi bisa lebih produktif. Pembagian kerjanya pun jadi lebih jelas dengan Dika berperan mendesain, dan Kania yang mengurusi promosi sekaligus menyelesaikan proses produksi kertasnya. Hingga kini produk-produk Gulaliku masih dipasarkan secara online, salah satunya lewat Qlapa. Dengan rata-rata omzet di atas Rp5 juta tiap bulannya. Meski begitu, Dika mengaku masih menyimpan mimpi untuk membuat toko offline untuk menjual produknya suatu saat nanti.

Saat ditanya apa arti Gulaliku untuknya, Dika pun menjawab, “Gulaliku adalah kebahagiaan, karena kami melakukannya dengan senang hati. Imbalannya adalah ketika karya kami dibeli orang. Kami senang karena kami nggak semata-mata dagang, tapi bisa memberi sentuhan personal untuk setiap pelanggan kami,” tutupnya.

Artikel ini merupakan hasil kerjasama GNFI dengan Qlapa.com.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini