Sejarah Panjang Pengajaran Bahasa Indonesia di Negeri Paman Sam

Sejarah Panjang Pengajaran Bahasa Indonesia di Negeri Paman Sam
info gambar utama

Dalam kunjungannya beberapa waktu lalu ke Australia, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo meresmikan Balai Bahasa di negeri kanguru tersebut. Hal ini menandai sejarah panjang pengajaran Bahasa Indonesia di Australia yang telah berjalan sejak sejak tahun 70-an. Namun tidak banyak yang mengetahui bahwa di Amerika Serikat, sejarah pengajaran Bahasa Indonesia lebih panjang lagi, sebab telah dimulai sejak tahun 40-an!

Jejak pengajaran Bahasa Indonesia di Amerika Serikat dimulai di Yale pada tahun 1940 dengan adanya inisiasi Kajian Asia Tenggara oleh dua staf pengajar, yakni Clive Day yang terkenal dengan karyanya“The Dutch in Java” Raymond Kennedy yang karya-karyanya antara lain Bark Cloth in Indonesia (1934), Ethnology of the Greater Sunda Islands (1935) dan Islands of People of the Indies (1934). Professor Kennedy bukan saja merupakan seorang cendikiawan, tetapi juga pendukung yang sangat gigih upaya kemerdekaan Republik Indonesia, ia tewas dalam perjalanan dari Bandung ke Cirebon tahun 1949 dan jenazahnya diberikan kepada Indonesia sebagai wujud kepedulian dan perjuangannya.

Setelah dua staf pengajar tersebut, pada tahun 1945 Professor Isidore Dyen memulai pengajaran bahasa Indonesia, yang diawali dari pengajaran bahasa Melayu. Beliau memanfaatkan awak kapal dan penutur asli bahasa Melayu yang turun kapal sekitar wilayah New York sebagai pengajar di Yale. Baru sekitar tahun 1955, Bapak Antropolog Indonesia, Koentjaraningrat, Sejarawan ‘Sartono’ dari UGM, Ong Hok Ham dari UI, menjadi penutur Bahasa Indonesia asli di sana. Pengajar Bahasa Indonesia di Yale saat ini, Dr. Indriyo Suksmono, menyebutkan bahwa ada beberapa pengajar tetap dari tahun 1970-an sampai sebelum dia memulai mengajar tahun 2001. Demikian juga banyak sekali lulusannya yang menjadi pakar Indonesia, salah satunya adalah James Rush profesor di Arizona State University dan pengarang buku Opium to Java.

Indriyo menyampaikan bahwa di tahun 2001 mahasiswanya hanya dua orang, namun lambat laun terus bertambah hingga saat ini sekitar 150 mahasiswa. Ketika ditanya strategi apa yang digunakan untuk menarik mahasiswa, ia menyampaikan mulai dengan menggunakan seni budaya hingga kegiatan akademis seperti seminar tentang Indonesia. Salah satu strategi yang juga terbukti ampuh adalah menyediakan diri di kantin kampus di jam makan siang agar mahasiswa dapat langsung berpraktik dengan penutur asli Bahasa Indonesia. Indriyo juga menyebutkan ada juga bantuan KJRI dan KBRI.

Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Washington DC, Ismunandar, menyebutkan bahwa penyebaran Bahasa Indonesia merupakan salah satu program penting KBRI/KJRI. KBRI dan lima KJRI di AS menyelenggarakan kursus Bahasa Indonesia gratis. Selain itu KBRI selalu mendukung COTI-Consortium on Teaching Indonesian Language, melalui kegiatan pelatihan, bekerjasama menyelenggarakan lomba debat, dan lainnya. COTI adalah beranggotakan universitas yang mengajarkan Bahasa Indonesia yakni, Cornell University, Ohio University, University of Wisconsin, Northern Illinois University, University of Michigan, Arizona State University, University of California Los Angeles, University of California in Berkeley, University of Washington, dan University of Hawaii.

*

ditulis oleh Bhimo Widyo Andoko, Kantor Atase Dikbud Republik Indonesia DC.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini