Ini "Warisan" Bangsa Arab yang menjadi Bagian Penting bagi Indonesia

Ini "Warisan" Bangsa Arab yang menjadi Bagian Penting bagi Indonesia
info gambar utama

Bahasa Arab berperan besar dalam memperkaya khazanah perbendaharaan kata bahasa Indonesia, baik di bidang agama, sastra, filsafat, hukum, politik, dan ilmu pengetahuan. Demikian ditulis Republika pada 13 Februari 2017 lalu. Berikut lengkapnya:

Bahasa Arab sebagai bahasa agama, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan telah lama bersinergi dengan bahasa Indonesia karena ikatan keagamaan (Islam) yang dipeluk oleh mayoritas penduduk Indonesia, sehingga sejumlah besar kosakata Arab menyangkut masalah keagamaan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan telah akrab di telinga masyarakat Muslim Indonesia dan diserap menjadi kosa kata bahasa Indonesia.

Dalam penyerapan itu, menurut Tajudin Nur dalam "Sumbangan Bahasa Arab Terhadap Bahasa Indonesia dalam Perspektif Pengembangan Bahasa dan Budaya", ide dan konsep Islam mewarnai kondisi sosial politik, ekonomi, budaya dan sistem ketatanegaraan Indonesia. Disamping itu muncul kebahasaan karena bunyi-bunyi bahasa Arab berbeda dengan bunyi bahasa Indonesia, akibatkan perubahan bunyi bahasa Arab.

Masuknya kosakata Arab ke dalam bahasa bahasa Melayu atau Indonesia serta digunakannya abjad Arab untuk penulisan bahasa Melayu, terjadi jauh sebelum era penjajahan Barat. Kosakata Arab tersebut diserap ke dalam bahasa Melayu yang kemudian menjadi bahasa pengantar di nusantara yang pada gilirannya kemudian menjadi bahasa nasional.

Melalui pengaruh bahasa ini masuk pula ide dan konsep keislaman dan ketatanegaraan. Syamsul Hadi dalam "Bahasa Arab dan Khazanah Sasatra Keagamaan di Indonesia" menambahkan, perkembangan bahasa Arab di Indonesia juga berkaitan erat dengan perkembangan dakwah Islam di Indonesia. Di samping itu, sejak abad ke-17 telah terjadi hubungan keagamaan dan keilmuan.

Kecenderungan intelektual keagamaan yang sangat mencolok adalah perkembangan syariah dan tasawuf. Lahirlah karya-karta monumental sastra keagamaan yang sangat kaya, bercorak syariah dan tasawuf yang diungkapkan dalam bahasa Melayu, Arab maupun Jawa.

Dalam khazanah sastra keagamaan Melayu, intelektual Muslim Melayu-Indonesia pada kurun waktu yang lalu telah memberikan kontribusi yang besar terhadap khazanah intelektual dalam bidang bahasa, sastra, dan agama. Karya-karya sastra Melayu lama yang banyak mengandung unsur Islam dinyatakan Yock Fang sebagai sastra keagamaan atau sastra Islam.

Secara garis besar sastra keagamaan ini dapat digolongkan menjadi tiga corak. Sastra rekaan, sastra kesejarahaan dan sastra kitab.

Bahasa Arab pada abad ke-17 menjadi basis untuk karangan-karangan bersifat kegamaan di Melayu. Teks-teks bertuliskan Arab dan penjelasannya diberikan secara lisan dalam bahasa Melayu. Inilah salah satu penyebab yang memperkaya khazanah pernaskahan Arab di Indonesia. Sejak abad ke-17 terjadi kenaikan cukup besar dalam jumlah naskah yang tertulis dalam bahasa Arab. Penggerak utamanya adalah para Jawi.

Alif Danya Munsyi alias Remy Sylado menulis buku dengan judul dan isi yang cukup menarik, "9 dari 10 Kata Bahasa Indonesia adalah Asing". Dalam artikel “Arab Bawa Adab”, Remy Sylado berpendapat, dalam hal peradaban dan ilmu, bangsa Indonesia berutang budi kepada bangsa Arab. Kata-kata adab, ilmu, atau akhlak itu sendiri berasal dari bahasa Arab. Bangsa Indonesia mengenali itu semua menyangkut pemahaman dan pelembagaannya sejak bersentuhan dengan Islam.

Begitu banyak kata serapan dari bahasa Arab dalam bahasa Indonesia. Contoh lain kata-kata serapan dari bahasa Arab, yakni simak (dari sama’, mendengarkan), alim, musyawarah, napas, khatulistiwa, soal, makalah, naskah, akrab, dan asyik. "Gambarannya, jika kita baca sebuah kamus bahasa Indonesia yang lengkap, niscaya dalam setiap lembar halaman, mulai dari a sampai z, akan kita dapati di situ sekurangnya lima kata serapan dari bahasa Arab,” demikian tulis Remy Sylado.

Sebagai bahasa keagamaan dan kebudayaan, dapat dilihat dari digunakannya bahasa Arab sebagai bahasa kitab suci (Al-Quran), bahasa ritual (peribadatan), bahasa budaya keislaman dan bahasa keilmuan. Sebagai bahasa ritual, bahasa Arab digunakan dalam adzan, shalat, dan doa. Sebagai bahasa kebudayaan dapat diihat penggunaannya dalam ekspresi seni baik seni suara, sastra, drama, seni rupa, dan lainnya, baik tradisional maupun modern.

Melalui wahana keagamaan dan kebudayaan, bahasa Arab memberikan andil yang besar bagi pengayaan kosakata bahasa Indonesia. Contohnya adalah kata-kata yang digunakan dalam istilah keagamaan seperti syahadat, salat, zakat, haji, rukun, syarat, doa, wahyu, sunah, wajib, makruh, haram dan lainnya. Adapun kata-kata yang digunakan dalam ketatanegaraan, seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Kehakiman dan Pengadilan.

Selain itu, kata-kata yang digunakan dalam ilmu pengetahuan yaitu ilmu, mutakhir, sajak, syair, manfaat, azas, aljabar, makalah, kuliah, resmi dan sebagainya. Penyerapan dari bahasa Arab juga membawa revolusi di bidang aksara. Dalam buku "Dari Bahasa Melayu Sampai Bahasa Indonesia", UU Hamidy menjelaskan bahwa peralihan ini bisa dikatakan bermula dari Kerajaan Melaka. Kerajaan ini bersinar seiring dengan meredupnya Kerajaan Sriwijaya sebagai pusat kebudayaan di Nusantara bagian barat. Semasa Sriwijaya, yang berkembang adalah agama Hindu-Buddha, sedangkan Islam lebih tersebar di Kerajaan Melaka.

Dalam tradisi tulisan, di era Sriwijaya yang dipakai adalah huruf pallawa yang berasal dari India. Islam datang membawa aksara Arab, sebagaimana bahasa Alquran. Karena itu, ada penyesuaian bunyi bahasa (fonem) Melayu ke dalam aksara Arab. Apalagi, beberapa fonem Melayu tidak ditemukan hurufnya dalam sistem bahasa Arab. Misalnya, c, ng, g, dan ny. Masing-masing dilambangkan dengan huruf kha, ‘ain, kaf, dan nun —yang semuanya diberi penanda titik tertentu.

Kitab Sejarah Melayu yang ditulis Tun Seri Lanang pada 1612 merupakan dokumen penting yang merekam perkembangan bahasa Melayu dengan aksara Arab. Selain Kerajaan Melaka, Kerajaan Aceh juga menjadi mercusuar perkembangan bahasa Melayu. Dua kerajaan Islam ini menumbuhkan ulama-ulama besar, seperti Hamzah Fansuri, Syamsuddin al-Sumatrani, dan Nuruddin ar-Raniri. Mereka inilah yang ikut menyumbang perkembangan bahasa Melayu dengan jalan menulis.

Melalui karya-karyanya mereka memasukkan kata-kata bahasa Arab. Di kemudian hari, karya-karya ini menjadi rujukan dalam merumuskan bahasa Indonesia dan mengangkatnya melalui kodifikasi bahasa Melayu.

sumber : Republika

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini