Kawasan Dilarang Merokok, Cara Pemerintah Jakarta Lindungi Warga

Kawasan Dilarang Merokok, Cara Pemerintah Jakarta Lindungi Warga
info gambar utama

Pimpinan dan/atau penanggungjawab tempat yang ditetapkan sebagai Kawasan Dilarang Merokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, apabila terbukti tidak memiliki komitmen, tidak membuat penandaan, tidak melakukan pengawasan kawasan dilarang merokok di kawasan kerjanya dan membiarkan orang merokok di Kawasan Dilarang Merokok, dapat dikenakan sanksi administrasi berupa: a. peringatan tertulis; b. penyebutan nama tempat kegiatan atau usaha secara terbuka kepada publik melalui media massa; c. penghentian sementara kegiatan atau usaha; dan d. pencabutan izin.” [Pergub 88, Pasal 7]

Begitu bunyi Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta No 88 Tahun 2010 tentang kawasan dilarang merokok yang juga dikenal dengan sebutan kawasan tanpa rokok (KTR). Aturan yang dikenal dengan Pergub 88 ini menggantikan Pergub DKI Jakarta No 75 Tahun 2005.

Bagi perokok pasif, tak ada tingkatan aman dari paparan asap rokok yang dihasilkan oleh orang lain. Perokok pasif adalah orang yang tidak merokok namun terkena asap rokok dari perokok di sekitarnya. Perokok pasif memiliki kerentanan yang jauh lebih tinggi dibanding perokok aktif. Data Tobacco Control pada 2014 menyebutkan, sebanyak 2,5 juta orang meninggal akibat terpapar asap rokok orang lain sejak tahun 1964. Angka ini lebih besar dibanding jumlah total penduduk di negara Qatar.

Paparan asap rokok, meski hanya berupa paparan singkat atau lekatan zat bekas asap rokok dapat meningkatkan faktor resiko penyakit jantung, kanker dan penyakit bawaan lainnya. Asap rokok mengandung lebih dari 7.000 jenis bahan kimia. Ratusan diantaranya terdeteksi berbahaya seperti karbon monoksida dan amonia, 50 diantaranya dapat sebabkan kanker karena mengandung arsenik, nikel, kadmium dan formaldehida.

Tiap manusia memiliki hak untuk menghirup udara bersih. Mengasapi perokok pasif dengan asap rokok adalah bentuk ketidaktaatan atas pemenuhan hak tiap orang. Larangan total merokok di tempat umum, termasuk seluruh ruangan tempat kerja dan rumah pribadi, dapat melindungi masyarakat dari bahaya rokok.

Sebenarnya pemerintah pusat telah mengatur hal ini dalam berbagai kebijakan. Aturan-aturan ini pula yang menjadi landasan bagi daerah, temasuk DKI Jakarta, untuk menetapkan aturan KTR. Aturan tersebut adalah Peraturan Pemerintah No 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan dan Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Tentang Pedoman Pelaksanaan KTR.

Dalam Pergub 88 Pasal 18, aturan KTR dijelaskan dengan penegasan bahwa tempat atau ruangan merokok harus terpisah, di luar bagian gedung serta letaknya jauh dari pintu keluar gedung. Bagi pelanggar, yaitu orang yang merokok maupun pimpinan atau penanggungjawab tempat yang ditetapkan sebagai kawasan dilarang merokok, akan dikenakan saksi.

Sanki tersebut diatur dalam Pasal 41 Ayat 2 dan Pasal 13 Ayat 1 Perda DKI Jakarta No 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, yakni "Setiap orang yang merokok di kawasan dilarang merokok diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)".

Dengan berbagai aturan tersebut, Pemerintah Jakarta telah menunjukkan keseriusan dalam melindungi kesehatan warganya. Sejumlah daerah lain pun telah menerbitkan aturan serupa. Kini tinggal bagaimana kita, warga, berperan serta dalam mendukung upaya tersebut.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini