Srawung Kaum Muda Lintas Agama, Cara Anak Muda Semarang Tumbuhkan Toleransi

Srawung Kaum Muda Lintas Agama, Cara Anak Muda Semarang Tumbuhkan Toleransi
info gambar utama

Srawung adalah bahasa Jawa, maknanya "bergaul". Kata ini digunakan oleh pemerhati hubungan antar agama dari Kota Semarang, Jawa Tengah, untuk menggambarkan pertemuan pemuda antar iman. Pertemuan tersebut dinamakan Srawung Kaum Muda Lintas Agama.

Acara yang diselenggarakan pada Minggu (5/03) di Balai Kota Semarang ini melibatkan 2.314 peserta dari 71 komunitas lintas agama yang terdiri atas kaum muda, tokoh agama dan budayawan lintas agama dari Kota Semarang. Kegiatan diisi dengan refleksi dari tokoh agama, gelar budaya dan pentas seni dari berbagai tradisi keagamaan, serta deklarasi persaudaraan sejati.

Agenda ini terselenggara atas inisiasi Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Keuskupan Agung Semarang bersama Persaudaraan Lintas Agama (PeLitA) Semarang, dengan dukungan lima kampus di Semarang. Kelima kampus tersebut terdiri atas empat perguruan tinggi (PT) berbasis agama dan satu PT umum, yaitu Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, Universitas Wahid Hasyim (Unwahas), Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), Universitas Negeri Semarang (Unnes), dan Universitas Katolik Soegijapranata.

Pendiri Indonesia adalah orang-orang dari berbagai latar belakang, seperti suku, agama dan budaya. Untuk itu perbedaan tidak seharusnya menjadi sumber perpecahan bagi rakyat Indonesia. Berikut adalah refleksi dari tokoh lintas agama yang menjadi penyemangat tolerasi:

Andi Tjiok (Khonghucu): Tuhan ciptakan kita berbeda, tak ada satupun yang sama persis. Maka jika berbicara tentang Tuhan, kita sedang berbicara tentang perbedaan.

Pandita Aggadhammo Warto (Buddha): Lihatlah perbedaan sebagai kekuatan, penyeimbang langkah kita bersama, maju bersama membangun Indonesia.

I Nengah Wirta Darmayana (Hindu): Meski berbeda, kita adalah anak-anak bangsa Indonesia. Jika kita saling menghargai, akan terjadi persatuan dan kesatuan.

KH Ubaidillah Achmad (Islam): Agama yang hanya mengedepankan ideologi dan mengabaikan keragaman, sebenarnya bukan agama. Karena prinsip dasar agama, selain ketuhanan dalam hal kebangsaan, adalah keragaman itu sendiri.

Pastor Aloys Budi Purnomo Pr (Katolik): Dalam perbedaan rakyat Indonesia saling belajar, memberi inspirasi dan bergotong royong membangun negeri Indonesia yang gemah ripah loh jinawi. Perlunya membangun persaudaraan sejati dan masyarakat yang sejahtera, bermartabat dan beriman apapun agamanya.

Pendeta Tjahjadi Nugroho (Protestan): Kaum muda harus bersyukur sebab Indonesia dapat bertahan menghadapi radikalisme, terorisme, dan intoleransi. Salah satu cara bersyukur adalah dengan menjaga bangsa dan negara.

Sumarwato (tokoh penghayat): Orang intoleran adalah orang yang belum bisa memahami esensi ketuhanan yang universal, yang masih menganggap keyakinannya sebagai yang paling baik dan paling benar.

Salah satu agenda utama dalam forum ini adalah pembacaan Deklarasi Lintas Agama, yang berbunyi:

Kami, Orang Muda Lintas Agama Semarang untuk Indonesia menyerukan dan bertekad untuk:

  1. Mengembangkan sikap hidup inklusif, inovatif dan transformaif serta melawan setiap bentuk radikalisme dan intoleransi di muka bumi ini.
  2. Mencintai dan menciptakan kerukunan dalam keberagaman untuk mewujudkan peradaban kasih bagi masyarakat yang sejahtera, bermartabat dan beriman apa pun agama kami.
  3. Berjuang dengan siapa saja untuk terus membangun persaudaraan dan persahabatan sejati.
  4. Menjaga dan menegakkan Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Srawung Kaum Muda Lintas Agama menjadi bagian dari pelaksanaan Asian Youth Day (AYD) 2017 yang dilaksanakan akhir Juli mendatang. Semarang jadi kota pertama yang menggelar acara perjumpaan orang-orang muda lintas agama untuk menyambut hajatanAYD. Menyusul Kota Magelang, Yogyakarta dan Solo untuk menyelenggarakan hal serupa. AYD merupakan agenda tiga tahunan yang menjadi forum pertemuan kaum muda Katolik se-ASEAN. Penyelenggaraan tahun ini adalah yang ketujuh, bertempat di Indonesia, yaitu di Keuskupan Agung Semarang.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini