Kemampuan Perempuan Mengadopsi Teknologi

Kemampuan Perempuan Mengadopsi Teknologi
info gambar utama

Hari Perempuan Internasional dirayakan di banyak negara di seluruh dunia pada tanggal 8 Maret. Ini adalah hari ketika perempuan diakui untuk prestasi mereka tanpa memperhatikan divisi, baik nasional, etnis, bahasa, budaya, ekonomi dan politik.

Namun, masih banyak juga Stereotipe yang berkembang mengenai Perempuan dianggap tidak cocok dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sementara, pengetahuan dan teknologi tentu dua hal yang tidak dapat terpisahkan: pengetahuan menciptakan teknologi dan teknologi menciptakan pengetahuan, dua entitas yang saling mendukung.

Kemajuan teknologi telah sangat besar meningkatkan posisi perempuan, dan perubahan biologis datang sebelum teknologi. Perubahan ini dimulai dari perempuan untuk tinggal di rumah dan membesarkan anak-anak, sedangkan laki-laki bekerja dan berburu.

Kemajuan abad ke-19 teknologi yang meningkatkan posisi relatif perempuan. "Revolusi Industri" sendiri diperkenalkan oleh Friedrich Engels dan Louis-Auguste Blanqui di pertengahan abad ke-19. Beberapa sejahrawan abad ke-20 seperti John Clapham dan Nicholas Crafts berpendapat bahwa proses perubahan ekonomi dan sosial yang terjadi secara bertahap dan revolusi jangka panjang adalah sebuah ironi. Produk domestik bruto (PDB) per kapita negara-negara di dunia meningkat setelah Revolusi Industri dan memunculkan sistem ekonomi kapitalis modern. Revolusi Industri menandai dimulainya era pertumbuhan pendapatan per kapita dan pertumbuhan ekonomi kapitalis.

Selama perang Perang Dunia I, Pada tahun 1914-1918, sejumlah besar perempuan direkrut ke dalam pekerjaan yang ditinggalkan oleh orang yang telah pergi untuk bertarung di medan perang. Pekerjaan baru juga diciptakan sebagai bagian dari upaya perang, misalnya di pabrik-pabrik amunisi. Tingginya permintaan senjata mengakibatkan amunisi pabrik menjadi majikan tunggal terbesar dari perempuan selama tahun 1918. Meskipun ada perlawanan awal untuk mempekerjakan perempuan untuk apa yang dilihat sebagai 'pekerjaan pria'. Sekitar tahun 1916, pemerintah mulai mengkoordinasikan kerja perempuan melalui kampanye dan perekrutan.

Pada masa itu, seluruh wanita bekerja di bidang pekerjaan yang sebelumnya diperuntukkan bagi laki-laki, misalnya penjaga kereta api dan kolektor tiket, bus dan kondektur trem, pekerja pos, petugas pemadam kebakaran dan pegawai. Atapun juga bekerja mengoperasikan mesin berat atau presisi di bidang teknik, dan bekerja dalam pelayanan sipil dan pabrik. Namun, mereka menerima upah yang lebih rendah.

Selama Perang Dunia I berlangsung tingkat lapangan kerja perempuan meningkat dari 23,6% dari penduduk usia kerja pada tahun 1914 menjadi antara 37,7% dan 46,7% pada tahun 1918 (Braybon 1989, hal.49).

Dalam perjalanan sejarahnya, pekerjaan perempuan juga ternyata diubah oleh teknologi-teknologi produksi pada abad 19 dan awal abad 20. Perempuan saat itu ikut didorong untuk menyesuaikan diri pada perkembangan teknologi-teknologi baru dalam lapangan pekerjaan. Mereka dituntut memenuhi persyaratan pekerjaan yang berubah-ubah terkait perkembangan teknologi. Pada akhirnya, perempuan sendiri menemukan teknologi baru dan mereka berjuang melawan kondisi kerja yang tidak sehat dan aman akibat teknologi-teknologi industri tersebut (Robert Asher, Women, Work and Technology, 1998).

Meskipun perempuan sengaja dilupakan dalam sejarah penciptaan dan penemuan mesin-mesin bagi proses-proses industri berat. Karena banyaknya penolakan terhadap perempuan, stereotip yang marak dan lalu berkembang teknologi ciptaan laki-laki dengan perspektif laki-laki.

Hasil riset yang dilakukan oleh Accenture bersama Femina, disebutkan saat ini sekitar 73% perempuan di Indonesia telah meninggalkan cara konvensional dalam bekerja dengan memanfaatkan teknologi.

71% dari Hasil riset yang dilakukan oleh Accenture bersama Femina, Perempuan Indonesia menggunakan (teknologi) nya untuk mencari informasi seputar karier atau peluang baru. Semua bisa dilihat dari banyaknya lowongan pekerjaan yang mencari pekerja perempuan, termasuk keseriusan Indosat Ooredoo dalam peningkatan perempuan diwujudkan dengan menjadikan pemberdayaan perempuan (Woman Empowerment) sebagai salah satu pilar program Corporate Social Responsibility (CSR).

Jumlah perempuan yang berkiprah di bidang teknologi yang dimuat oleh BBC Indonesia:

  • Pada tahun 2016, perusahaan jejaring sosial Twitter menargetkan sebanyak 16% staf teknologinya adalah perempuan dari 35% pekerja perempuan.
  • Dalam angka yang dikeluarkan tahun ini, Facebook mengungkapkan bahwa 17% staf teknologinya adalah perempuan dari 33% tenaga kerja perempuan secara keseluruhan.
  • Sebanyak 19% staf teknologi Google adalah perempuan dari 31% staf perempuan secara keseluruhan adalah perempuan, ini adalah terbaru dari Januari 2016.
  • Di perusahaan Microsoft sebanyak 16.9% staf teknologinya adalah perempuan dari 26,8% karyawan perempuan perempuan pada tahun 2015.
  • Perusahaan Apple mengatakan bahwa 32% dari tenaga kerja secara keseluruhan adalah perempuan dan 37% orang-orang yang direkrut pada tahun 2016 sejauh ini adalah perempuan.

Seiring perkembangan zaman, perempuan akan mampu bersaing dengan pria dalam dunia teknologi dan memperkuat akses perempuan terhadap teknologi. Nyatanya, tetap masih banyak perempuan Indonesia yang bahkan masih tidak cukup mengenal teknologi.


Sumber : Dari berbagai sumber

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini