Sanjai Rina: Diminati Lidah, Disenangi Banyak Orang

Sanjai Rina: Diminati Lidah, Disenangi Banyak Orang
info gambar utama

Jalan Imam Bonjol tampak ramai oleh mobil pribadi maupun pariwisata yang terparkir. Para pengunjung yang berasal dari Provinsi Riau sore itu berduyun-duyun turun. Baik anak-anak, bapak-bapak dan ibu-ibu memilih jajanan kegemaran mereka untuk dibawa pulang ke Tanah Bertuah, Senin (21/3/2017).

Sanjai Rina, salah satu toko jajanan oleh-oleh khas Kota Biru yang tengah laris disinggahi pembeli. Namun di tengah kesibukan melayani para pembeli, tim masih disambut hangat oleh toko jajanan yang menjadi ikon kuliner Payakumbuh tersebut. Bu Faurina, pemilik sekaligus pengelola Sanjai Rina ini balas memperkenalkan diri.

Dibalut dengan pakaian muslimah khasnya, Bu Faurina menerangkan sekilas latar usahanya tersebut. Menurutnya, toko sanjainya itu merupakan pengembangan usaha keluarga yang sudah berjalan sekian tahun.

“Saya masih ingat, usaha ini dirintis sejak orangtua kami dulu. Bahkan sejak saya masih di sekolah dasar, kerap saya temani orangtua menjalankan toko sanjai seperti ini,” terangnya mengenang.

Karak kaliang dijual Rp8 ribu per 250 gram atau ¼ kg. Sementara, ada pula keripik balado Rp10 ribu per 250 gram. Produk lainnya juga dijual dengan kisaran harga yang sama.

Toko yang didukung oleh sekitar 14 pekerja cekatan ini, diakuinya masih menggunakan metode tradisional dalam hal produksi. Proses pengolahan bahan, proses memasak, hingga produk olahan sanjai siap untuk dikemas masih menjaga orisinalitas pembuatannya.

“Alat dan bahan masih dilakukan secara tradisional. Alat-alat masih manual. Bisa dilihat di dapur produksi. Namun, diolah oleh ibu-ibu yang berpengalaman,” ungkapnya.

Bu Faurina menyebutkan bahwa keunggulan dari hampir semua produk disukai oleh pelanggan. Namun ia menjelaskan, ada beberap produk yang lebih banyak diminati. Seperti keripik balado, kalak-kaliang (kerupuk lapan-lapan), juga keripik sanjai. Selain itu tingginya minat pembeli terhadap sanjai olahan toko ini membuat angka produksi setiap harinya terbilang tinggi.

“Kita, Alhamdulillah sudah memproduksi sekitar 500 kilo ubi per hari. Itu dikerjakan oleh 14 orang. Distribusinya pun, bisa mencakup luar kota dan provinsi bila ada permintaan,” Bu Faurina menjabarkan.

Ia mengungkapkan masih menggunakan plastik bening sebagai kemasan produknya. Namun demikian, kemasan sanjainya sudah diberikan label dan merk khas yang dapat dikenali para pembeli.

Selain itu, ia juga mengungkapkan bahwa metode penjualan masih dengan cara konvensional. Salah satu cara promosi menggunakan sarana internet (e-commerse) diterangkannya sekadar menggunakan media sosial seperti Facebook dan Instagram.

Bu Faurina berharap, ke depan peningkatan usaha dapat ditunjang oleh alat yang lebih modern. Seperti alat produksi kalak-kaliang, diharapkannya kelak ada alat yang lebih produktif dibanding pembuatan secara manual. Itu akan meningkatkan jumlah dan kualitas produksi, tapi tanpa menghilangkan cita-rasa khas olahan kerupuk yang ada.

Usaha yang pernah mengikuti bazar di Pondok Promosi ini juga siap bila nanti ada pelatihan dalam menjalankan penjualan dengan dukungan e-commerse.

Menurutnya, jangkauan e-commerse yang luas akan sangat membantu pemasaran. Seperti pembuatan web, melayani pemesanan luar provinsi akan lebih meningkat dengan bantuan sarana tersebut.

Dapur Orisinal

Beranjak ke dapur produksi, sore itu tungku masih menyala memanaskan kancah besar di atasnya. Tampak beberapa juru masak sibuk dengan pembagian tugas masing-masing. Sore itu, karak-kaliang tengah diaduk di dalam dua kuali besar. Salah seorang ibu pekerja tampak sibuk mengolah dan membentuk adonan.

“Adonan ini dari campuran tepung ubi. Ada beberapa tambahan rempah lain. Selesai diadon, kita cetak dengan alat gilingan. Usai itu, kita bentuk seperti angka delapan. Langsung kita goreng,” terangnya tentang proses pengolahan. Sore tersebut, 500 kilogram karak kaliang diproduksi di dapur Sanjai Rina.


Sumber : https://pondokpromosi.com/?p=1755

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini