Kisah Orang Pendek yang Menghuni Nusantara

Kisah Orang Pendek yang Menghuni Nusantara
info gambar utama

Penggemar serial "Harry Potter" karangan JK Rowling dan "The Lord of the Rings" dari JRR Tolkien, pasti akrab dengan karakter Dobby dan Gollum. Keduanya merupakan mahluk fiktif dalam serial tersebut. Mahluk ini digambarkan memiliki ciri tubuh seperti manusia namun bertubuh pendek, bertelinga runcing dan berkaki besar dengan perut buncit.

Di luar kisah buku, masyarakat nusantara--termasuk warga Melayu di Malaysia, juga mengenal mahluk serupa. Mahluk ini disebut orang bunian. Orang bunian digambarkan sebagai mahluk halus berwujud manusia, adapula yang meyakininya sebagai binatang dengan perawakan persis manusia. Mitosnya mereka miliki kekuatan magis, persis seperti Dobby dan Gollum.

Di dunia nyata ilmu arkeologi mengenal cryptid atau cryptozoological, yang juga disebut hobbit. Ini merupakan sebutan bagi spesies manusia purba yang bertubuh pendek dan memiliki volume otak kecil. Masyarakat umum sering menyebutnya dengan orang katai/kate, orang pendek, manusia pendek, manusia kerdil, dan berbagai sebutan lokal lainnya. Dalam keragaman ciri fisik masyarakat nusantara, manusia hobbit merupakan salah satunya.

Hingga kini orang pendek diyakini masih ada. Yang sedang ramai diperbincangkan adalah orang mante, yang disebut-sebut sebagai generasi orang pendek yang tersisa. Dalam video yang diunggah di Youtube, tampak sekelompok pengendara sepeda motor trail bertemu dengan manusia berperawakan pendek yang tidak memakai baju di hutan Aceh.

Kisah tentang orang pendek di nusantara mengundang ilmuwan berbagai negara untuk meneliti. Dunia barat sejak abad 19 terobsesi pada pencarian atas bigfoot, yaitu mahluk misterius mirip kera berkaki besar di Amerika Utara. Namun obsesi mereka juga mengarah pada kisah orang pendek, terutama di tanah Sumatra. Orang pendek nusantara telah dilihat dan dicatat selama lebih dari seratus tahun oleh berbagai kalangan, yaitu warga yang tinggal di hutan, penduduk desa, penjajah Belanda, ilmuwan barat, hingga wisatawan.

Benarkah orang pendek merupakan leluhur asli Indonesia? Belum ada informasi utuh yang dapat memberi bukti.

Berdasar temuan riset, catatan pandangan mata, hingga mitos yang beredar di masyarakat, inilah kisah orang pendek dari berbagai wilayah Indonesia. Sebagian dirangkum dari tulisan Antropolog Kanada dalam bukunya "Images of The Wildman in Southeast Asia" seperti ditulis Detik, sebagian lain dikutip dari berbagai sumber dengan tautan pada tulisan.

Homo Floresiensis - Flores, NTT

Untuk mencari jejak migrasi bangsa Aborigin, arkeolog Indonesia dan Australia melakukan penggalian di Liang Bua, kawasan gua karst di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Proses penggalian ini menemukan sembilan fosil manusia (2003), salah satunya bertubuh sangat pendek. Fosil tersebut diduga berusia hingga 94.000 tahun, yang kemudian dinamakan homo floresiensis atau manusia Flores. Hingga kini keturunan homo floresiensis diperkirakan masih hidup di hutan Flores.

Ebu Gogo - Flores, NTT

Artikel New Scientist volume 186 no 2504 menulis tentang kisah warga desa yang membakar ebu gogo di dalam gua. Peneliti Australia Richard Roberts meyakini ebu gogo punah akibat letusan gunungapi sekiat 12.000 tahun yang lalu. Hasil penelitian ini terkait dengan temuan fosil homo floresiensis.

Uhang Pandak - Kerinci, Jambi

Pekerja Belanda AHW Cramer pernah melaporkan penglihatannya tentang mahluk seperti manusia (1927). Dalam "Orang Pendek, The Little Bipedal Hominid of Sumatra" pada 2008, ahli Antropologi Budaya WG Wheatcroft merinci berbagai catatan yang pernah ada dalam pencarian orang pendek yang dilakukan sejak abad ke-20. Tak pula ditemukan gambaran utuh.

Orang pendek Kerinci dipercaya hidup di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat, Jambi. Banyak penduduk lokal yang mengaku pernah bertemu dengan orang pendek di sana, hingga membuat majalah National Geographic tertarik menelitinya. Dalam Orang Pendek Project pada 2006, rombongan jurnalis yang memasang kamera tersembunyi tak berhasil menangkap gambaran utuh dari sosok ini.

Orang Liar Pendek - Indrapura, Sumbar

Orang liar yang pendek, begitu Schlegel dan Muller menyebut temuan mereka(1839) di wilayah yang kini menjadi Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat (Sumbar) tersebut. Menurut keduanya, mahluk yang ditemui itu tidak dapat berbicara.

Siwil - Jember, Jawa Timur

Seorang peneliti Inggris pernah melacak jejak orang pendek di Taman Nasional Muru Betiri, Kabupaten Jember (1992), dengan hasil nihil. Namun menurut petugas Taman Nasional kepada Kumparan, informasi tersebut hanya legenda belaka.

Gugu - Labun, Bengkulu

Dalam sebuah tulisan, pegawai VOC William Marsden ceritakan pengalamannya (1770). Ia mengaku melihat mahluk yang oleh orang lokal disebut gugu di hutan.

Sedepak - Bayuasin, Sumsel

Saat mengunjungi Banyuasin, Sumatra Selatan (Sumsel) pada 1925, penduduk lokal bercerita tentang orang pendek pada De Santy. Menurut mereka, nelayan menumukan jasad manusia yang memiliki banyak bulu dan berbadan kecil.

Orang Kubu - Palembang, Sumsel

Petualang Walter Gibson ceritakan (1856) pertemuannya dengan orang kubu. Menurutnya, bangsawan Melayu mempekerjakan orang pendek itu, dan menjawab perintah dengan hanya satu kata, yaitu "huk".

Manusia Katai - Way Kambas, Lampung

Polisi Kehutanan yang sedang patroli menemukan belasan orang pendek di Taman Nasional Way Kambas (2013), seperti dikutip Merdeka. Manusia katai terlihat sedang menyusur kawasan rawa di kawasan tersebut. Tiga hari kemudian, petugas menemukan mereka lagi dalam jumlah lebih kecil. Selanjutnya pemasangan CCTV dilakukan untuk mendapat gambaran utuh, namun hingga kini belum ada perkembangan informasi.

Suku Oni - Bone, Sulawesi Selatan

Bupati Kabupaten Bone kunjungi goa Uhallie, Kecamatan Pondre, untuk melihat kehidupan orang pendek (2015). Masyarakat sekitar meyakini lokasi tersebut sebagai tempat tinggal manusia pendek suku oni. Seperti ditulis Bonepos, tak ada temuan berarti dari kunjungan ke goa tersebut. Ahmad Lukman berbicara pada National Geographic Indonesia (2012), bahwa ia diundang Kepala Suku Oni untuk berkunjung ke dalam goa tempat tinggal mereka. Ini terjadi pada tahun 1995, saat Lukman diangkat sebagai Kepala Desa.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini