Cegah Risiko Iklim Ekstrem, Tim Iklim IPB Bantu Kabupaten Subang Susun Strategi

Cegah Risiko Iklim Ekstrem, Tim Iklim IPB Bantu Kabupaten Subang Susun Strategi
info gambar utama

Kondisi iklim yang tak menentu bahkan telah mencapai kondisi ekstrem saat ini sangat berdampak pada aktivitas manusia di seluruh dunia, tak terkecuali Kabupaten Subang. Iklim ekstrem akibat perubahan iklim ini telah mempengaruhi tingkat produksi pertanian Kabupaten Subang bahkan menjadi salah satu faktor peningkatan bencana alam. Tim iklim IPB dan Pemerintah Kabupaten Subang menyusun strategi adaptasi perubahan iklim untuk mengantisipasi tingkat risiko iklim tersebut.

Tim Iklim yang merupakan kerjasama antara Departemen Geofisika dan Meteorologi FMIPA-IPB dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Subang dibawah pendanaan Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF), bertugas untuk menyusun strategi adaptasi yang tepat dalam merespon perubahan iklim sehingga dapat menanggulangi risiko perubahan iklim terhadap produksi pertanian. Dengan adanya tim iklim, pemerintah daerah akan memiliki dokumen kajian risiko dan dampak perubahan iklim yang dapat digunakan untuk memetakan kondisi sosial ekonomi terkait pertanian Kabupaten Subang.

Kepala Bidang ekonomi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Subang, Sarip Hidayat, S.PT, MP., mengungkapkan dalam 5 hingga 10 tahun terakhir ada lahan-lahan pertanian yang terkena banjir rob permanen. Daerah tersebut sebelumnya belum pernah terjadi bencana banjir. Tercatat pada tahun 2013, banjir menerjang 8 titik kecamatan yaitu Pabuaran, Pagaden, Pamanukan, Sukasari, Ciasem, Blanakan, Legonkulon dan Pusakanagara. Pada tahun 2014 titik banjir mengalami peningkatan sebanyak 12 Kecamatan diantaranya Pamanukan, Pusakanagara, Pusakajaya, Tambakdahan, Pantai utara, Legonkulon, Blanakan, Ciasem, Binong, Compreng, Pagaden dan Pabuaran.

Banjir yang menerjang beberapa kecamatan di Kabupaten Subang juga diperparah dengan pelapukan pohon yang membuat air hujan terakumulasi dan menyebabkan banjir bandang “Pada Subang selatan, terutama di Ciater tidak ada sungai besar, namun dalam beberapa tahun terakhir pernah terjadi banjir bandang, begitu pula di Desa Sukakerti, sungai besar di desa tersebut adalah hanya anak sungai dari sungai cikembang, namun terjadi banjir bahkan memakan korban jiwa. Sebelum tahun 2000 justru belum pernah ada kejadian banjir di cisalak sehingga hal ini menandakan adanya indikasi perubahan iklim “ tutur Sarip.

Sebagai usaha penanggulangan perubahan iklim yang kerap kali mendorong terjadinya iklim ekstrem, Dr Perdinan selaku Tim Iklim IPB menuturkan perlu ada pembentukan peta iklim dan kejadian bencana Kabupaten Subang, dokumentasi proyeksi regional curah hujan dan suhu tahunan, serta penyusunan peta tematik antar wilayah, karakter fisik, dan produksi pertanian. Banyaknya kejadian bencana terkait iklim yang berdampak pada pertanian dan masyarakat menandakan perlu adanya lembaga yang menangani sehingga bencana tersebut dapat diantisipasi. Meskipun perubahan iklim semakin dirasakan dampaknya, perlu ada persiapan agar masyarakat mendapatkan informasi yang tepat terkait iklim ekstrem yang terjadi.

“ iklim tidak bisa dicegah, maka manusia yang harus beradaptasi, Lingkungan bisa direkayasa, manusia beradaptasi, lingkungan harus diperbaiki,” tutur Dr Perdinan

Pemerintah Kabupaten Subang bahkan mengapresiasi kebijakan pusat yang membentuk Tim Iklim melalui IPB karena telah memfasilitasi adaptasi terhadap perubahan iklim. “subang sangat membutuhkan fasilitas ini karena wilayah Kabupaten Subang didominasi oleh kegiatan pertanian baik itu sawah maupun non sawah sehingga implikasi dari perubahan iklim sangat mempengaruhi terhadap sosial, ekonomi, masyarakat “ tutup H. Sumasna, ST.Mum selaku Kepala Bappeda Kabupaten Subang.


Sumber : Tim Iklim IPB

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini