Indonesia Belajar Teknologi Energi Baru Terbarukan dari Perancis

Indonesia Belajar Teknologi Energi Baru Terbarukan dari Perancis
info gambar utama

Teknologi baru terbarukan (EBT) adalah teknologi yang tidak dapat lagi terelakkan saat ini. Ketika pemahaman tentang keberlangsungan alam, dan upaya pencegahan perubahan iklim ekstrim akibat pemanasan global meningkat, teknologi EBT dipandang sebagai solusi yang harus diadopsi oleh setiap negara di dunia. Itu sebabnya, Indonesia juga perlu untuk mengkaji dan mempelajari bagaimana teknologi EBT paling mutakhir agar kemudian dapat diimplementasikan di Tanah Air.

Sebagaimana diberitakan ANTARA, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) belum lama ini mengambil inisiatif untuk mempelajari teknologi EBT bersama lembaga penelitian dan pengembangan (litbang) teknologi EBT dari Prancis, CEA (The Alternative Energies and Atomic Energy Commissiona). Tujuannya adalah agar BPPT mampu mengembangkan teknologi EBT seperti panel surya, baterai ataupun teknologi EBT lainnya secara efektif dan berkualitas.

"Kami mengembangkan panel surya di sini, kami juga mengembangkan baterai lithium. Bagus juga kalau nanti kita bisa kembangkan bersama baterai untuk kapal selam dan pesawat tempur," kata Kepala BPPT Unggul Priyanto di Jakarta, Rabu (29/03/2017).

Menurut Unggul, kerja sama antara BPPT dengan lembaga litbang dari Prancis tersebut menjadi kesempatan bagi BPPT untuk meningkatkan kemampuan sumber daya peneliti lokal. Sehingga hasil penelitian yang dilakukan akan lebih berkualitas.

"Terlebih penelitian mereka lebih maju untuk teknologi informasi dan telekomunikasi dan energi baru terbarukan seperti panel surya, baterai, mikroelektronik, bisa juga nuklir dan manufaktur," jelas Unggul.

Sementara itu, Kepala CEA, Daniel Verwaerde mengatakan bahwa pihaknya telah mengembangkan teknologi fotovoltaik sejak satu dekade yang lalu. Teknologi tersebut saat ini masih terus dikembangkan untuk mendapatkan material yang lebih efisien agar dapat digunakan di negara-negara yang tidak banyak mendapatkan sinar matahari.

"Sehingga yang kita kejar untuk ditingkatkan adalah efisiensi energi," ujar dia.

Selain itu, CEA juga mengembangkan baterai berbasis sodium-ion yang diklaim memiliki berdurasi pemakaian lebih panjang dibandingkan baterai berbasis lithium-ion yang saat ini populer digunakan diberbagai perangkat elektronik. Daniel menyebutkan bahwa kelebihan dari baterai ini adalah bahan yang lebih melimpah sehingga harganya relatif murah. Saat ini pengembangan baterai sodium-ion atau natrium-ion (Na-ion) di Prancis akan memasuki tahap industrialisasi. Namun peneliti masih berusaha mengembangkan kemasan baterai yang lebih aman dari yang sudah ada.

Peneliti-peneliti dari CEA juga mengembangkan sistem smart grid atau teknologi jaringan listrik pintar yang mampu mewujudkan efisiensi penggunaan listrik hingga tingkat 60 sampai 70 persen. Teknologi ini tentu saja dapat dipelajari para peneliti dari Indonesia untuk lebih memutakhirkan sistem smart grid yang telah ada di Tanah Air.

Terkiat kerjasama ini, Deputi Kepala BPPT Bidang Teknologi Informasi Energi dan Material (TIEM) Hammam Riza mengatakan kerja sama pengembangan lain bersama Prancis juga bisa dilakukan berkaitan dengan digital ekonomi termasuk di dalamnya soal keamanan dunia maya.


Sumber : ANTARA

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini