Desa Tradisional Terindah di Indonesia ada di Indonesia Timur

Desa Tradisional Terindah di Indonesia ada di Indonesia Timur
info gambar utama

Di era modern ini, teknologi mampu masuk ke setiap elemen masyarakat. Dari masyarakat perkotaan hingga pedesaan dan bahkan hingga pelosok desa. Saat ini pula banyak desa yang mencoba memodernisasi sistem dan memperbanyak investasi yang masuk agar sebuah desa dapat semaju kota. Namun ada satu desa di Indonesia yang ternyata masih mampu mempertahankan ketradisionalannya. Yang lebih unik lagi, desa ini juga disebut-sebut sebagai desa terindah di Indonesia.

Berada di Nusa Tenggara Timur terdapat desa indah yang terletak di ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut. Bak negeri diatas awan, Desa Wae Rebo merupakan desa yang bersih dan tradisional. Desa yang disebut dengan ‘kampung diatas awan’ ini memiliki daya tarik pada rumah adat yang tertata dengan apik dengan dikelilingi oleh pemandangan hutan dan bukit. Rumah adat ini dinamakan dengan Mbaru Niang ini telah bertahan selama lebih dari 19 generasi.

Mbaru Niang terbuat dari kayu dan berbentuk kerucut dengan atap dari anyaman ilalang. Arsitektur didalam rumah adat ini memiliki 5 tingkat dengan masing-masing fungsi, tingkat pertama disebut lutur yang berarti tenda dan berungsi sebagai tempat berkumpulnya keluarga.

Tingkat kedua disebut lobo, adalah loteng untuk menyimpan bahan makanan dan kebutuhan sehari-hari. Tingkat ketiga merupakan ruang untk menyimpan benih-benih pertanian seperti jagung, padi, dan kacang-kacangan. Tingkat ketiga ini disebut Lentar.

Penduduk Wae Rebo ternyata merupakan individu yang sangat mengantisipasi paceklik sehingga tingkat keempat dari rumah adat ini adalah tempat menyimpan stok pangan jika nanti sewaktu-waktu terjadi kekeringan, tempat ini dinamakan lempa rae. Tingkat terakhir dari rumah adat ini dinamakan hengkang kode yang berfungsi untuk menyimpan anyaman bambu berbentuk persegi, tempat sesajian yang digunakan untuk persembahan kepada leluhur, disebut juga dengan langkar.

Penjelasan Mbaru Niang (sumber : bloodydirtyboots - WordPress.com|Archnet.org)
info gambar

Daya tarik lainnya adalah ritual Pa’u Wae Lu’u yang dipimpin oleh tetua adat untuk meminta ijin dan perlindungan kepada roh leluhur terhadap tamu yang datang. Untuk ritual ini para tamu yang sedang dalam ritual tidak diperkenankan untuk melakukan aktifitas maupun mengambil foto.

Hal yang paling penting untuk para pengunjung yang datang ke Wae Rebo adalah keharusan untuk menghormati aturan adat disana seperti tidak memakai tank top atau hotpants, tidak berciuman maupun menunjukkan kemesraan kepada sesama jenis dan lawan jenis, serta melepaskan alas kaki ketika masuk ke dalam rumah.

Meskipun desa ini berada perbukitan dan pengunjung yang datang harus menempuh medan yang cukup menantang untuk mencapainya, ternyata penduduk Wae Rebo adalah orang-orang yang ramah sehingga pengunjung yang datang dianggap seperti saudara sendiri. Tamu yang datang pun diperbolehkan ikut dalam kegiatan mata pencaharian sehari-hari mereka yakni bertani kopi, berkebun dan juga membuat kain tenun cura. Bahkan, wisatawan yang datang juga terkadang diperbolehkan untuk menginap di rumah adat tersebut sembari menghabiskan malam bercengkrama berbagi cerita.

Indahnya kampung diatas awan (sumber : Aneka Tempat Wisata)
info gambar

Kearifan lokal yang apik disertai dengan konsistensi menjaga kebudayaan di desa Wae Rebo ini membuat UNESCO memberikan penghargaan Award of Excellence pada UNESCO Asia-Pasific Award pada tahun 2012 sekaligus di tahun yang sama dinobatkan sebagai warisan budaya dunia.

Untuk setiap wisatawan yang ingin datang ke Wae Rebo diharapkan mempersiapkan beberapa hal seperti sepatu, jaket dan kaos kaki untuk tidur, uang tunai karena transportasi menuju disana dapat juga dicapai dengan truk kayu dari Ruteng hingga desa terdekat yaitu Desa Denge yang menyediakan home stay dan perjalanan berikutnya untuk mencapai desa Wae Rebo bisa dengan jalan kaki sepanjang 8-9 kilometer.

Bagi mereka yang ingin berbagi buku bacaan, maka dianjurkan untuk diserahkan langsung ke guru di desa ini maupun orang dewasa, karena anak Wae Rebo masih hanya sedikit yang bisa baca, setidaknya buku bacaan ini nantinya akan diajarkan kepada anak-anak wae rebo.

*

diolah dari berbagai sumber

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini