Perkenalkan Srikandi Indonesia, Sang Senior Lead Engineer di Boeing Company!

Perkenalkan Srikandi Indonesia, Sang Senior Lead Engineer di Boeing Company!
info gambar utama

Sebenarnya kita, Indonesia, tidak pernah kehabisan mutiara-mutiara bangsa yang membanggakan dan berpotensi besar memajukan negeri. Menengok sedikit ke perusahaan aeronatika raksasa di Amerika Serikat, Boeing Company yang bertempat di Everett, negara bagian Washington DC, ternyata di sana ada banyak anak bangsa yang turut berkarya.

Kami pernah menceritakan tentang Greg Dwidjaya yang menjadi Project Manager Boeing Test and Evaluation. Di sana ia bekerja di bagian tes penerbangan yang bertugas menyiapkan dan memastikan bahwa pesawat telah sesuai dengan prosedur. Kali ini, kami akan memperkenalkan salah satu srikandi Indonesia yang turut bergabung di Boeing Company dengan jabatan yang cukup penting juga.

Ia adalah Diah Satya Darmawaty. Seorang diaspora Indonesia asal Palembang yang memegang peran penting dalam perancangan struktur interior pesawat Boeing.

Kiprahnya di dunia penerbangan sudah lebih dari 20 tahun. Sebelum bekerja di Boeing, Diah bekerja untuk IPTN (sekarang PT Dirgantara Indonesia). Diah berkisah, di IPTN-lah dirinya banyak belajar tentang struktur interior pesawat terbang. Kemudian, karena otak briliannya, Diah pun direkomendasikan oleh mentornya di IPTN untuk bekerja di Boeing pada tahun 2004.

Diah Darmawaty, srikandi Indonesia di Boeing Company, Amerika Serikat (foto: shoreline.edu)
info gambar

Ceritanya memang cukup mengejutkan, pasalnya tawaran bekerja di Boeing ini bukan datang melalui mentornya tersebut melainkan langsung dari agen Boeing. Tahun 2004 kala itu memang menjadi tahun-tahun yang sulit bagi IPTN yang masih berusaha merangkak setelah kolaps akibat krisis moneter pada tahun 1998. Kondisi kerja di IPTN menjadi sangat tidak kondusif lantaran tata kelola organisasi yang sedang berbenah dan kondisi keuangan industri aeronatika Indonesia ini sudah amat merosot.

Dengan pemikiran pertimbangan yang amat panjang, akhirnya atas saran suami dan keluarganya pula, Diah memilih mundur dari IPTN. Diah pun mencari alternatif pekerjaan lain. Lantas beberapa bulan kemudian Diah menerima sebuah email dari agen Boeing. Diah yang waktu itu masih tinggal di Bandung berpikir bahwa email itu mungkin hanya email iseng atau salah email sehingga selama beberapa waktu ia tidak membalasnya.

Namun, seminggu kemudian akhirnya ia 'curhat' ke sang suami, Ir. Effendy mengenai hal itu. Atas saran suami, ia diminta membalas saja email tersebut.

"Lalu saya balas, ternyata itu email dari agen Boeing berdasarkan informasi dan rekomendasi dari orang Kanada, mantan mentor saya di IPTN yang sudah berkarir di Eropa. Setelah saya balas, sekian hari kemudian saya diseleksi oleh Boeing dan ternyata diterima," ucapnya seperti ditulis Inilah.com.

Dan masih di tahun 2004, Diah pun berangkat ke Boeing Company untuk mulai bekerja di sana. Dan terhitung dari sekitar 30 orang alumni IPTN yang berkiprah di Boeing, Diah menjadi salah satu dari dua perempuan yang berhasil berkarir di sana.

Belajar secara otodidak

Kepingan kisah yang satu inilah yang mungkin paling membuat kita takjub. Kini, sudah 13 tahun Diah berkiprah di Boeing Company sebagai Eco-structure engineer serta Senior lead engineer. Selama itu, ia sudah beberapa kali menggarap proyek-proyek penting untuk struktur interior pesawat jenis Boeing 737, 767, dan 747. Pun kini ia sudah punya anak buah sebanyak 20 orang insinyur yang semuanya adalah pria berasal dari Amerika Serikat, India, Rusia, Kanada, dan beberapa negara lainnya.

Menariknya, sebagai salah satu tenaga ahli interior pesawat Boeing, Diah mempelajari secara otodidak mengenai keahliannya tersebut. Diah yang merupakan insinyur teknik sipil lulusan Universitas Sriwijaya, Palembang ini dengan jujur mengatakan bahwa dirinya bukan cendekiawan pemikir semacam Prof. BJ Habibie. Apa yang dipahaminya tentang struktur interior pesawat ia pelajari betul selama bekerja di IPTN.

"Profesor Habibie, dia itu orang hebat, the great engineer yang mendidik saya di IPTN. Saya anak negeri dari Palembang yang sering dianggap seperti anak bawang di IPTN karena saya bukan alumnus ITB, UI, atau UGM," akunya.

Diah turut berkecimpung dalam pembuatan pesawat Boeing 747 (foto: boeing.com)
info gambar

Tak hanya itu, ia juga banyak-banyak membaca tentang struktur interior pesawat. Ya, Diah boleh jadi bukan PhD maupun master di bidang tersebut, tapi kepada VOA Indonesia ia mengaku bahwa semua itu kuncinya adalah menguasai masalah.

"Sebenernya gini, kalau kita menguasai masalah kita jangan takut. Kuncinya adalah menguasai masalah dan terbuka aja. Kalau saya nggak tahu, ya saya bilang nggak tahu, saya minta waktu untuk belajar dulu. Jangan berhenti belajar, membangun kepercayaan itu tantangannya," ujarnya kepada VOA.

Diah mulai bekerja di IPTN pada tahun 1993. Ia yang merupakan lulusan teknik sipil nyatanya harus belajar dengan cepat soal aeronatika karena jujur saja ini bukan bidang utama yang ia pelajari selama berkuliah dulu. Ini pun juga menjadi alasan agar dirinya tidak terkena PHK dari IPTN.

"Ini hal baru bagi saya," ujarnya.

Waktu itu Diah masih dalam masa percobaan dalam waktu berbulan-bulan di IPTN yang waktu itu amat megah di zaman Orde Baru.

"IPTN pimpinan Pak Habibie adalah sekolah terbaik dan kebanggaan simbolik kita sebagai insinyur Indonesia yang bekerja di bidang aeronatika, saya tak akan melupakannya," begitu kenang Diah.

Bukan bidang ilmunya semasa kuliah, tapi Diah tetap bersemangat mempelajari tentang aeronatika (foto: Boeing.com)
info gambar

Di sana Diah ditempatkan pada bagian analisa struktur. Demi mengejar ketertinggalan pengetahuan soal bidang itu, ia pun meminta bantuan suaminya untuk membeli buku dan memfotokopi buku-buku tentang aeronatika. Usaha belajarnya ini tidak sia-sia. Beberapa tahun kemudian karirnya di IPTN semakin berkembang dan ia sudah mahir di bidang analis struktur.

Dan pada era krisis moneter mungkin memang menjadi tahun yang sulit bagi IPTN khususnya Diah. Ia takut terkena PHK maupun harus meninggalkan IPTN. Karena sudah menjadi cita-citanya bahwa ia ingin menjadi seorang insinyur di IPTN. Dan ternyata Tuhan punya cerita yang lebih hebat untuk Diah, yakni memberikannya kesempatan untuk berkarir di salah satu perusahaan pesawat terbesar di dunia.

Sekarang Diah dan keluarga kecilnya tinggal di Mukilteo, Washington, Amerika Serikat. Meski sudah lama sekali tinggal di sana, Diah mengaku rindu dengan tanah air. Katanya,"Sampaikan salam saya untuk Pak Habibie dan staf PT DI maupun Habibie Center. Saya rindu."


Sumber : inilah.com | VOA Indonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini