Kisah Ratu Kalinyamat, Sang Penguasa Jepara yang Melampaui Zamannya

Kisah Ratu Kalinyamat, Sang Penguasa Jepara yang Melampaui Zamannya
info gambar utama

Zaman ini Indonesia mengenal beberapa perempuan dengan prestasi luar biasa yang diakui dunia. Beberapa yang paling familiar ialah Sri Mulyani yang menjabat sebagai Menteri Keuangan pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Susi Pudjiastuti yang saat ini masih menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan yang dikenal nyentrik, cerdas, dan berani.

Bergeser lebih jauh ke abad 19, sejarah mengantarkan kita pada RA Kartini. Seorang perempuan Jepara yang mengusung kesetaraan gender lewat aktivitas korespondensinya dengan wanita Eropa modern. Lewat surat-suratnya ia menentang konstruk budaya Jawa yang menempatkan wanita hanya pada tiga kawasan: sumur (mencuci dan bersih-bersih), dapur (memasak) dan kasur (melayani suami). Atau dalam Bahasa Jawa berarti macak, masak, dan manak.

R.A Kartini
info gambar

Sadar bahwa pendidikan merupakan jalan utama untuk maju, Kartini mengajukan permohonan kepada ayahnya untuk melanjutkan sekolah HBS (sekolah menengah umum pada zaman Hindia Belanda yang diperuntukkan bagi orang Belanda, Eropa atau elite pribumi) namun ditolak mentah-mentah.

Meninggal pada usia muda, meski belum sempat mencapai cita-citanya untuk melanjutkan pendidikan, Kartini diperingati sebagai satu dari sedikit pahlawan Indonesia yang memiliki perspektif jauh pada masanya. Pendapatnya mengenai pendidikan adalah kunci kemerdekaan wanita, membawa namanya menjadi aikon feminisme Indonesia dasawarsa awal abad ke-20.

ilustrasi sekolah zaman kolonial yang diikuti pula oleh wanita Jawa
info gambar

Namun tidak banyak yang tahu, bahwa terdapat sosok perempuan lain—juga berasal dari Jepara—yang membuktikan bahwa kredibilitas memimpin tidak hanya milik laki-laki tetapi juga perempuan. Di masa jauh sebelum Kartini menyuarakan gelisahnya lewat carik-carik kertas, ia telah menyentuh bidang politik, ekonomi dan militer—tiga hal yang sama sekali jauh dari gambaran perempua Jawa saat itu.

Perempuan itu bernama Ratu Kalinyamat.

‘Menyusui’ Demak, Mengasuh Anak

Ia lahir jauh kira-kira lima abad sebelum Kartini. Belum ditemukan sumber sejarah yang menyebut angka kelahirannya secara pasti, namun dalam Babad Tanah Jawi disebutkan bahwa ia merupakan putri Pangeran Trenggana dan cucu Raden Patah, sultan Demak pertama. Bernama asli Ratna Kencana, sumber tradisional Jawa menyebutkan bahwa ia menggantikan suaminya Pangeran Hadiri, menjabat sebagai raja di Jepara.

Ia tidak pernah menyangka bahwa kematian suaminya membawa ia pada babak yang sama sekali baru dalam hidupnya. Dari sinilah semuanya di mulai.

Sepeninggal mendiang suaminya, internal kerajaan Demak diwarnai konflik kekuasaan. Karakternya yang kuat membuat ia dipercaya menjadi tokoh sentral dalam penyelesaian konflik keluarga tersebut. Peran yang dilakukan ini menunjukkan kemampuannya yang melebihi tokoh lain dalam menghadapi disintegrasi Kerajaan Demak. Namanya semakin populer di seantero Jepara.

ilustrasi Kerajaan Demak
info gambar

Mendiang suaminya tidak meninggalkan anak ketika ia pergi. Untuk mengisi kekosongan tersebut ia mengasuh anak dari adiknya, Pangeran Timur yang nantinya menjadi adipati di Madiun. Selain itu sejarah Banten juga mencatat bahwa Kalinyamat mengasuh Pangeran Arya, putera dari Maulana Hasanuddin, Raja Banten tahun 1500-an yang nantinya akan menjadi pengganti Ratu Kalinyamat memerintah Jepara. Ia juga memiliki putri angkat bernama Dewi Wuryan, putri Sultan Cirebon.

Selain menjadi tumpuan bagi keluarga besar Kerajaan Demak, Ratu Kalinyamat juga digambarkan sebagai single-parent yang bertanggung jawab atas kehidupan anak asuh dan kemenakannya. Dua peran sekaligus dalam sekali dayung.

Jayanya Jepara di Tangan Seorang Ibu

Sejak tahun 1500-an, Jepara sudah diperkirakan menjadi kota dagang penting. Aktivitas kelautan dan perdagangan padat, khususnya yang mengarah ke Maluku atau Malaka. Di bawah Ratu Kalinyamat, strategi pengembangan Jepara diarahkan pada penguatan sektor perdagangan dan angkatan laut. Untuk pertahanan, Jepara menjalin kerja sama dengan Johor, Aceh, Banten, dan Maluku. Satu aktivitas yang pada masanya jarang dilakukan kaum perempuan.

lukisan pemandangan Jepara tahun 1600-an dengan latar belakang Gunung Muria
info gambar

Tidak hanya sampai di sana, selama 30 tahun kekuasaannya (1549-1579) Ratu Kalinyamat telah berhasil membawa Jepara pada puncak kejayaan dengan amannya wilayah Kalinyamat dan Prawata yang bebas dari ancaman manapun. Sumber Portugis menyebutkan bahwa Jepara saat itu sudah menjadi kota pelabuhan terbesar di pantai utara Jawa dan memiliki armada laut yang besar dan kuat pada abad ke-16. Bahkan ia mampu menampung kapal besar bermuatan 200 ton lebih.

Sepak terjang Ratu Kalinyamat jauh melampaui zamannya. Sesuai jabatannya, ia mempunyai pengaruh kuat di bidang politik dan militer. Ia diminta banyak kerja sama militer, salah satunya oleh Raja Johor dalam mengusir Portugis pada tahun 1550. Menyetujui hal tersebut, ia mengirimkan 40 armada kapal yang berisi empat sampai lima ribu prajurit.

lukisan yang menggambarkan perang laut di Malaka
info gambar

Semangat membela tanah air dan melawan Portugis terus berkobar di hati perempuan ini. Lewat lautan, ia terus menggempur Portugis yang berada di Malaka, salah satunya pada tahun 1574. Dibandingkan ekspedisi pertama yang bekerja sama dengan Raja Johor, kali ini ia mengirim armada yang jauh lebih besar yaitu terdiri dari 300 buah kapal layar dengan 15.000 prajurit pilihan, sekaligus dilengkapi dengan banyak perbekalan, meriam dan mesiu.

Tidak ada motivasi politik macam-macam dari Ratu Kalinyamat saat itu. Kegigihannya membantu melawan Portugis, menurut catatan sejarah adalah untuk melindungi kepentingan perdagangan suku-suku bangsa dari berbagai daerah di Nusantara yang sudah lebih dahulu beraktivitas di sana. Popularitasnya sebagai kepala pemerintahan tidak hanya dikenal di kawasan Nusantara bagian barat saja, tetapi juga Nusantara bagian Timur.

ilustrasi Ratu Kalinyamat oleh Ongko Rongko
info gambar

Ratu Kalinyamat merupakan sosok pengecualian yang berhasil keluar dari citra perempuan Jawa pada masanya. Ia bicara lewat karakternya yang kuat. Jika hidup pada masa ini, kualitas pribadi, karakter dan pencapaian Ratu Kalinyamat tentu dapat disejajarkan dengan perempuan berprestasi Indonesia yang kita kenal.

Berkaca dari keberhasilannya, sudah sepatutnya perempuan Indonesia saat ini juga bangun dari tiga kawasan yang terlanjur melekat. Kita sudah hampir lewat abad 21. Dunia terlalu keras untuk hanya dihadapi dengan modal masak, macak, manak.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini