Inilah Novel Pertama yang Terbit di Indonesia

Inilah Novel Pertama yang Terbit di Indonesia
info gambar utama

Dalam kesusasteraan Indonesia, “Sitti Nurbaya” karya Marah Rusli bolehlah dikatakan sebagai novel modern yang pertama diterbitkan di negeri ini, yakni di tahun 1922. Namun sejatinya, jauh sebelum terbitnya roman tersebut, sebuah sebuah novel berbahasa Indonesia telah lebih dulu lahir. Novel tersebut terbit sekitar 30 tahun sebelum terbitnya Sitti Nurbaya.

Novel yang dimaksud adalah sebuah karya berjudul “Thjit Liap Seng (Bintang Toedjoeh)” yang dikarang oleh Lie Kim Hok pada tahun 1886. Secara singkat, novel ini menceritakan tentang keadaan negeri cina pada zaman kerajaan Taj Tjheng Tiauw dengan maharaja yang bernama Hamhong. Novel ini merupakan sebuah roman, yakni kisah sedih mengenail kemelaratan seorang tokoh. Novel setebal 500 halaman ini berlatarkan negeri Tiongkok, merkipun diterbitkan di tanah Hindia Belanda.

Novel
Novel "Bintang Toedjoeh" (ikapi.com)

Diceritakan bahwa pada waktu itu, terdapat seorang gadis kecil yang hidupnya terlantar. Orang – orang berusaha untuk menyelamatkannya, namun tidak dengan membawa ia ke panti asuhan, melainkan ke sebuah rumah dimana terdapat tujuh mahasiswa sebagai penghuninya. Ia diangkat dan diasuh oleh tujuh mahasiswa tersebut, dan disebut dengan nama Thjit Liap Seng Nio atau “Nona Bintang Toedjoeh.” Meski diangkat anak, hidupnya menderita dengan berbagai nestapa, hingga akhirnya kembali diselamatkan oleh seorang pedagang yang lemah.

Lie Kim Hok adalah seorang keturunan Tionghoa, dan pada saat itu, karya sastra melayu-tionghoa mulai berkembang di Indonesia yang ketika itu masih bernama Hindia – Belanda. Orang – orang Tionghoa menulis dalam bahasa melayu pasar untuk kalangan mereka sendiri. Karya sastra berbahasa Melayu – Indonesia tersebut diungkap oleh Claudine Salmon dalam sebuah buku berjudul “Sastra Indonesia Awal, Kontribusi Orang Tionghoa” yang merupakan kumpulan jurnal hasil penelitiannya.

Salmon menyatakan bahwa Lie menuliskan roman tersebut dengan diilhami dua roman sekaligus, yakni Klaasje Zevenster karya Jacob van Lennep yang terbit pada 1886 dan Les Tribulations d’un Chinois en Chine karya Jules Verne yang terbit pada 1879. Konsep ceritanya cukup sama, dimana Bintang Toedjoeh juga menguatkan kisah tentang keberpihakan pada kaum – kaum lemah.

Lie Kim Hok (nationalgegraphic.co.id)
info gambar

Menyoal sosok Lie Kim Hok sendiri, ia merupakan seolang penulis dan jurnalis Tionghoa yang lahir dari keluarga pecinan di Bogor pada 1 November 1953 dan wafat di Batavia pada 6 Mei 1912 dalam usia 58 tahun. Semasa hidupnya, ia mendirikan percetakan serta mengerjakan beberapa roman dan kisah – kisah yang terilhami dari budaya leluhur tiongkok maupun kisah – kisah terjemahan.

Memang, pada tahun 1880-an dunia kesusasteraan di tanah Hindia – Belanda diramaikan dengan sastra terjemahan Belanda atau Tiongkok, serta beberapa sastra Eropa dan Arab yang kerap diterbitkan di koran – koran berbahasa Melayu. Transliterasi tersebut menunjukkan bahwa novel modern melayu pada waktu itu lahir dalam perbatasan tiga dunia budaya, yakni Melayu, Tionghoa dan Prancis – Belanda.


Sumber: nationalgeographic.co.id || ikapi.org

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini