Untuk Pertama Kali, Indonesia Miliki Unit Produksi Enzim Buatan Lokal

Untuk Pertama Kali, Indonesia Miliki Unit Produksi Enzim Buatan Lokal
info gambar utama

Demi menekan jumlah ketergantungan pada impor, pemerintah Indonesia terus melakukan berbagai inovasi di tingkat industri. Salah satunya seperti yang dilakukan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) yang telah meresmikan unit produksi enzim berkapasitas 200 ton per tahun hasil pengembangan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan PT Petrosida Gresik. Pabrik enzim ini juga melibatkan hasil penelitian dari Universitas Airlangga, Surabaya.

"Pemanfaatan hasil riset itu penting untuk industri karena sangat berpengaruh pada keberlanjutan usaha. Alhamdulillah hasil riset dari BPPT dan Universitas Airlangga sudah dimanfaatkan oleh industri," kata Muhammad Nasir saat meresmikan unit produksi enzim di kawasan Bio Center PT Petrosida Gresik, Gresik, Jawa Timur, Seperti dikutip dari ANTARA (28/4).

Enzim yang diproduksi di Gresik ini merupakan enzim yang diproduksi dari keanekaragaman hayati atau organik dan tidak menggunakan bahan kimia sehingga ramah lingkungan. Penggunaan enzim ini, lanjutnya, sudah tentu juga akan berdampak pula pada limbah industri yang akan lebih mudah terurai.

Sementara itu, kepala BPPT Unggul Priyanto mengatakan pihaknya melalui Pusat Teknologi Bioindustri telah mengembangkan teknologi produksi enzim sejak dari tingkat riset pada skala laboratorium sampai dengan uji produksi pada skala pilot dengan kapasitas fermentor 150 dan 1.500 liter. Beberapa jenis enzim yang telah dikembangkan antara lain protease dan xilanase telah diujiaplikasikan di industri penyamakan kulit serta bubur kertas dan kertas.

Bentuk kerja sama antara BPPT dengan PT Petrosida dalam pembangunan unit produksi enzim ini adalah dengan memberikan dukungan teknologi dalam bentuk konsultasi teknis, desain proses dan alih teknologi. Juga termasuk dalam membantu PT Petrosida Gresik menyiapkan dokumen engineering design, sedangkan transfer teknologi dilakukan dengan memberikan pelatihan mulai dari teknologi produksi hulu dan hilir enzim.

Produksi hulu meliputi persiapan starter, pekerjaan mikrobiologi sampai dengan proses fermentasi. Sedangkan proses hilir meliputi pemisahan atau separasi, pemekatan, pemurnian dan pengeringan sampai dengan pengemasan.

Enzim merupakan bioteknologi zat protein yang dibutuhkan sebagai katalis dalam berbagai kebutuhan industri. Beberapa penggunaannya seperti untuk pengolahan bubur kertas, deterjen, dan juga dalam produk-produk tekstil seperti pakaian. Tidak hanya itu, enzim juga dibutuhkan oleh industri makanan dalam proses produksi seperti keju, cuka dan produk lain yang membutuhkan fermentasi bakteria. Manfaatnya yang sangat luas membuat kebutuhan dalam negeri sangat tinggi. Namun selama ini Indonesia masih harus melakukan impor untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri.

Sebagaimana diketahui bahwa hampir 99 persen kebutuhan enzim (biokatalis) untuk industri masih diimpor dari luar negeri seperti China, India, Jepang dan sebagian dari Eropa. Kebutuhan enzim cenderung meningkat setiap tahun dan diperkirakan permintaan pasar global terhadap enzim meningkat sekitar 7 persen (2015-2020) per tahun.

Konsumsi enzim industri di Indonesia sendiri diperkirakan mencapai 2.500 ton dengan nilai impor sekitar Rp200 miliar pada 2017 dengan laju pertumbuhan volume rata-rata 5 hingga 7 persen per tahun.

"Jadi hasil dari produksi enzim ini bisa mengganti 10 persen pasokan enzim impor. Pengembangan dan keberadaan industri enzim ini diharapkan dapat mendukung kemandirian produk enzim nasional,” kata Nasir.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini