Kisah Perjuangan Dibalik Southeast, Brand Handmade Leather Karya Dua Anak Muda Asal Bandung

Kisah Perjuangan Dibalik Southeast, Brand Handmade Leather Karya Dua Anak Muda Asal Bandung
info gambar utama

Membangun sebuah brand dengan bekal kemampuan kerajinan adalah hal yang tidak mudah. Hal ini dibuktikan sendiri oleh Southeast, merek asal Bandung yang membuat berbagai macam leather goods atau produk dari kulit asli seperti dompet, tas, dan strap. Merek yang dimulai oleh pasangan Kin Darma (Kin) dan Nadyatami Amalia Nurul Ichwan (Nadya) ini memiliki kisah suka duka yang bisa menjadi inspirasi dan semangat untuk tidak menyerah dalam mewujudkan impian.

Nadya merupakan sosok cukup tomboy. Saat ia sempat mengenyam kuliah di Bandung dirinya suka menggunakan sepatu boots kulit, infinite bracelet, atau aksesoris lainnya. Ia juga punya kebiasaan "menghilang" dari kampus, entah karena sedang bekerja di tempat lain atau melakukan apapun yang sedang dia ingin lakukan. Kin, ternyata juga tidak tidak jauh berbeda dengan Nadya.

“Pribadi saya yang saya ceritakan merupakan pribadi yang nyaris sama dengan pribadi yang dimiliki Kin. Kami sama-sama tidak beres kuliah, sama sama nomaden, sama sama melankolis, sama sama suka bergadang, sama sama tidak bisa kerja dengan orang lain,” ujar Nadya.

Kin dan Nadya bertemu berkat karena ‘dicomblangi’ oleh temannya dan mulai berpacaran. Tidak lama setelah enam bulan pacaran, Kin melamar Nadya untuk menikah. Ini merupakan titik mendebarkan bagi keduanya karena harus mampu bertahan hidup dengan pengalaman hidup yang pernah mereka miliki.

Kin Darma dan Nadyatami Amalia (Foto: Qlapa.com)
info gambar

Saat di Sekolah Dasar, Nadya sendiri sudah berpengalaman berjualan kecil-kecilan di sekolahnya, menjual aksesoris di bangku SMA, serta pernah membuat dan menjual aksesoris ketika kuliah. Sedangkan Kin sempat membuat brand kaos namun tidak bertahan. Dirinya juga pernah bekerja sebagai produser salah satu TV lokal di Bandung.

Ketika pacaran, mereka juga pernah punya usaha di bidang kuliner, serta membuat proyek kecil-kecilan seperti membuat musik instrumental, melukis eksperimen swakarya, dan proyek lainnya. Kin yang sempat berkuliah jurusan seni, Kin juga sempat ikut serta dalam beberapa pameran lukisan di Bandung. Keduanya punya pengalaman dan keahlian masing-masing, serta suka berkarya dan mencoba menciptakan hal baru.

Bali, the broken paradise

Kisah perjuangan pun dimulai beberapa hari setelah resepsi pernikahan di awal tahun 2015, Nadya dan Kin pindah ke Bali untuk menjemput peruntungan. Di sinilah banyak hal duka yang terjadi pada keduanya. Tapi di sini jugalah awal dari sebuah merek yang nantinya mereka banggakan, Southeast.

Berkat pengalaman dan keahlian yang dimiliki, Kin berhasil mendapatkan pekerjaan di wilayah selatan Bali. Keduanya tinggal di kamar kontrakan yang saat itu tidak memiliki kasur, dan Nadya tinggal di rumah karena kondisinya yang saat itu sedang hamil. Tapi pekerjaan Kin saat itu ternyata menyita waktu. Hampir tiap hari ia berangkat jam 8 pagi dan pulang jam 12 malam. Kalau pulang lebih awal sekalipun, ia masih sibuk dengan pekerjaannya.

Keduanya mulai tidak nyaman dengan kondisi seperti itu karena tidak bisa melakukan aktivitas di luar, Nadya harus tinggal di rumah dan hampir tidak pernah bersosialisasi atau melakukan kegiatan produktif lain. Di sisi lain, selain sangat menyita waktu, pekerjaan Kin juga memaksanya bekerja di bawah orang lain, dan membuatnya tidak punya tempat untuk memikirkan dan menuangkan ide kreatif.

Merasa tidak nyaman dengan pekerjaannya, Kin akhrinya berhenti setelah tiga bulan bekerja dan meninggalkan wilayah selatan Bali. Keduanya kemudian pindah ke wilayah timur Bali, dan Kin juga mendapatkan pekerjaan di sana. Tapi itu tidak memperbaiki situasi. Kin tetap sangat sibuk, sementara Nadya juga “nganggur” di rumah.

Tidak itu saja kisah duka juga berlanjut saat Nadya mengalami keguguran. Lalu mereka juga sempat ditipu seseorang di mesin ATM. Uang yang mereka miliki habis semuanya, dan mereka berdua memang tidak biasa membawa uang tunai. Malam itu mereka mau tidak mau harus rela makan dengan nasi dengan garam dan kecap, padahal mereka belum makan sama sekali sejak pagi. Hingga akhirnya Kin juga berhenti dari pekerjaan barunya hanya dalam waktu dua minggu.

Lahir dari Pelajaran dan Pengalaman

Tidak tahan dengan kondisi di Bali, keduanya akhirnya memutuskan untuk kembali ke Bandung. Tapi mereka juga bertanya “mau jadi apa di Bandung?” Mereka tidak mau lagi mengalami hal yang sama di Bali. Jadi sebelum pindah, mereka benar-benar memikirkan apa yang akan mereka lakukan di Bandung? Apa yang akan dibuat? Bagaimana caranya?

Selama berada di Bandung sebelum ke Bali, Kin sering menonton video-video tutorial cara membuat dompet kulit. Keduanya juga memang sangat suka dengan leather goods atau segala macam produk kulit.

“Bagi Kin, perempuan yang memakai sepatu kulit terlihat cerdas. Sebagai perempuan, saya merasa seksi ketika saya memakai produk kulit. Sepatu boots kulit adalah sepatu yang saya dan Kin pakai saat pertama kali kami bertemu, dan itulah yang membuat Kin jatuh cinta pada saya,” jelas Nadya.

Sejak awal, Nadya dan Kin memang suka berkreasi, apalagi Kin yang memang lulusan jurusan seni. Dengan potensi Kin, tekad keduanya untuk tidak bekerja di bawah orang lain lagi. Mereka memutuskan untuk membuat dan menjual produk handmade kulit.

Produk kulit buatan tangan Southeast (Foto: Qlapa.com)
info gambar

Nama Southeast sendiri diambil dari masa perjuangan mereka di Bali yakni selatan dan timur. Southeast adalah nama yang mengingatkan mereka akan pengalaman dan pelajaran yang mereka peroleh di Bali, termasuk suka, duka, dan kecewa. Southeast adalah nama yang menjadi motivasi mereka.

Bermodalkan uang pinjaman serta teori yang diperoleh dari video Youtube dan berbagai macam website, mereka perlu waktu seminggu sampai akhirnya bisa membuat dompet kulit yang “hampir” sempurna atau paling tidak layak jual. Itupun setelah berkali-kali coba-coba karena berbagai kesalahan atau hasil yang kurang memuaskan.

Meski begitu, rasa cinta pada produk kulit, membuat mereka mengaku kecanduan membuat produk handmade kulit. Selain itu, mereka juga cukup perfeksionis ketika membuat produk kulit, sehingga sampai saat ini mereka hanya menjalankan Southeast berdua saja, dengan Kin yang mendominasi proses produksi, dan Nadya menangani pemasaran.

“Bagi kami, Southeast merupakan ‘karya’ yang kami persembahkan untuk pembeli kami. Karena kebanggan kami terhadap Southeast, kami harap para pembeli pun bangga menggunakan ‘karya’ Southeast,” Nadya menjelaskan.

Ia juga menambahkan,“Mungkin suatu saat kami akan mencari pekerja, untuk meningkatkan jumlah produksi,tapi kami akan mencari pekerja yang benar benar kami latih dari nol, karena kami ingin membentuk tim, bukan perusahaan. Kami ingin membentuk tim yang solid dengan kepercayaan yang kuat.”

Bagaimana cara mereka menjalankan Southeast hanya dengan berdua? Sejak awal, mereka bekerja selama 24 jam dengan menerapkan sistem shift dan berjualan secara online di beberapa website salah satunya adalah Qlapa. Ketika Kin tidur, Nadya lah yang masih bangun dan kerja, begitu juga sebaliknya. Jadi kalau Nadya tidur jam 9 sampai 12 malam, tapi di jam 12 malam sampai 3 pagi, Nadya melanjutkan pekerjaan Kin, sementara Kin tidur. Mereka tetap punya waktu sama-sama bangun dan bekerja berdua. Tapi di luar itu, mereka tidur bergantian.

“Entah mengapa saat kami bergadang, suasananya lebih produktif dan kondusif ketimbang mengerjakannya siang hari,” jelas Nadya.

Produk kulit berkualitas yang dipersembahkan Southeast untuk pelanggannya (Foto: Qlapa.com)
info gambar

Meskipun sepertinya berat, sistem seperti itu menghadirkan cerita yang unik buat keduanya. Southeast pernah mendapatkan “fans misterius” dari Jakarta. Sosok tersebut sering membeli dan mengoleksi produk handmade kulit Southeast seperti tas, strap dan dompet. Namun sosok ini misterius karena Nadya dan Kin tidak bisa menemukan profilnya di internet.

Selain “setia”, pembeli ini juga baik hati dan mau memberikan masukan, kritik, saran, dan pujian yang

perlu dengan sopan, tipe pembeli idaman buat hampir semua penjual. Suatu hari sang pembeli ini datang ke Bandung, mereka mengajaknya bertemu.

“Saat kami bertemu, kami pun bertanya mengapa beliau mengoleksi produk Southeast, beliau hanya menjawab seperti ini 'leatherartisan itu banyak, tapi dari semua leather artisan, kalian yang mempunyai service terbaik. Saya tanya jam 3 subuh, kalian jawab. Saya tanya panjang lebar, kalian jawab. Sampai istri saya bilang kalian itu gila. Masa online shop baik banget? Sekarang saya tau kenapa setiap saya tanya jam berapa pun kalian pasti jawab, ternyata kalian suka bergadang dan tidur dengan sistem shift ya. Saya yakin suatu saat kalian sukses’. Ucapan beliau menjadi motivasi bagi kami,” kenang Nadya.

Southeast sendiri mungkin masih terbilang merek dan nama yang baru, dan Nadya juga mengaku mereka berdua masih perlu belajar banyak. Tapi terlepas dari itu, buat mereka berdua, Southeast bukan hanya sebuah merek ataupun bisnis. Southeast adalah satu titik penting di kehidupan mereka, baik secara individu maupun berdua sebagai pasangan. Nadya juga menjelaskan bahwa Southeast adalah simbol tentang kehidupan kami dahulu dan masa depan.

"Kin dan Southeast adalah dua hal yang tidak saya pilih secara acak,” ungkap Nadya.

“Bagi saya pribadi, Southeast adalah hal yang merubah kepribadian Nadya yang dulu dan sekarang. Nadya yang dulu adalah wanita independen yang nomaden dan selalu milih pilihan secara acak. Namun Nadya yang sekarang merupakan Nadya yang memiliki komitmen, optimis, realistis dan memiliki tujuan untuk diraih. Itu semua berkat Southeast,” tambahnya.

Artikel ini hasil kolaborasi GNFI dengan Qlapa.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini