Belajar dari Internet, Pemuda Asal Jakarta Mampu Produksi Aksesoris Kreatif

Belajar dari Internet,  Pemuda Asal Jakarta Mampu Produksi Aksesoris Kreatif
info gambar utama

Ruang kelas bukanlah satu-satunya tempat untuk menimba ilmu. Lewat internet, kini beragam produk lahir dari tangan-tangan mereka yang belajar secara otodidak. Apa yang terjadi saat tiga sahabat yang memiiki profesi pengacara, chef, dan karyawan swasta bertemu?

Ya, beragam hal memang bisa terjadi, namun siapa sangka jika salah satu hasilnya adalah produk olahan kayu berupa aksesoris, notebook, hingga tatakan handphone? Adalah Sinau Akasha Indonesia, brand asal Jakarta, hasil kolaborasi tiga orang sahabat yang berdiri sejak 2016.

Diambil dari bahasa Jawa, Sinau artinya belajar, dan Akasha artinya angkasa. Jadi artinya kurang lebih, belajar setinggi-tingginya. Brand Sinau Akasha sedianya merupakan sarana belajar dari ketiga pendirinya untuk belajar hal baru, di luar bidang pekerjaannya.

“Jadi awalnya di awal tahun 2016, saya sama dua dan dua teman SMA saya ngeliat suatu mesin di kickstarter. Mesin laser cutting tapi terinstegrasi sama cloudnya Apple. Kita pengin beli mesin itu. Tapi karena di distribusikannya masih cukup lama, kita pingin buat produk seperti itu tapi tanpa mesin itu jadi manual. Akhirnya munculah ide untuk membeli laser cutting,” ujar Adam Kris, salah seorang pendiri Sinau Akasha Indonesia.

Produk kalung karya Sinau Akasha (Foto: Qlapa.com)
info gambar

Produk Hasil Belajar dari Youtube

Jika melihat desain dan produk jadi dari Sinau Akasha, mungkin tak banyak yang menyangka jika produk tersebut merupakan hasil dari pembelajaran otodidak para pembuatnya. Namun itulah faktanya.

“Langkah pertama kita tentuin mau buat apa dulu? Misalnya notebook dan bahannya mau dari kayu atau akrilik? Setelah itu baru lihat untuk buat ini seperti apa caranya. Itu semua kita pure lihat dari Youtube dan kita belajar otodidak," urai pria kelahiran Jakarta, 17 Januari 1991 ini.

Beberapa produk yang jadi andalan dari Sinau Akasha diantaranya adalah anting, kalung, aksesoris handphone, hingga notebook. Dengan modifikasi desain etnik dan modern minimalis. Sedangkan untuk material produk, kebanyakan mengambil dari sisa kayu bekas furnitur. “Tujuan awalnya memang hanya ingin buat produk dari kayu bekas. Setiap kayu bekas di manfaatkan. Serpihan kayu bekas ini bisa kita manfaatkan jadi intinya memanfaatkan barang-barang yang tidak terpakai,” tuturnya.

Beberapa pengrajin dari Sukabumi, Tangerang, hingga Pasar Minggu biasanya jadi penyedia bahan Sinau Akasha. Namun untuk order dalam jumlah banyak, ia terpaksa mengandalkan papan besar seperti triplek yang kemudian dipotong tipis.

Masih ‘mencuri-curi waktu’

Menyeimbangkan dunia kerja dan wirausaha memang tidak mudah. Tak heran jika Adam dan kedua temannya kesulitan untuk membagi waktu. Mereka membagi peran, dengan Adam memegang desain dan quality control produk. Dan dua temannya di operasional mesin, sosial media, dan marketing. Dibantu dengan orang freelancer di sisi operasional, dalam satu bulan, Sinau Akasha bisa membuat produk dari 50-75 buah.

Namun tak jarang mereka ‘keteteran’ saat menangani order terutama dalam jumlah banyak. “Contohnya Kementrian Perindustrian mereka pesan plakat kayu dalam jumlah banyak, dan kita ga punya banyak waktu untuk menyelesaikan itu. Akhirnya kita harus gantian mengerjakannya,” imbuh Adam.

Karena sifatnya ‘part time’ menjual produk secara online juga dirasa lebih nyaman, karena bisa dilakukan di mana saja. Qlapa menjadi salah satu tempat yang dipilih Sinau Akasha untuk berjualan produknya. Dalam lima tahun ke depan, Adam berharap Sinau Akasha bisa berkembang dan bahkan menambah perusahaan yang tak hanya berfokus di kayu saja.

Artikel ini merupakan hasil kolaborasi GNFI dengan Qlapa.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini