Gunagoni, Karya Kreatif Berbahan Goni Buatan Sleman yang diburu Pecinta Produk Unik

Gunagoni, Karya Kreatif Berbahan Goni Buatan Sleman yang diburu Pecinta Produk Unik
info gambar utama

Seorang Andreas Bimo Wijoseno adalah sosok yang kerap melihat tumpukan karung kedelai tidak terpakai di pasar-pasar tradisional. Melihat tumpukan tersebut ternyata membuat dirinya terusik. Hingga kemudian dirinya terdorong untuk memanfaatkannya menjadi produk yang bernilai ekonomi. Inisiatif untuk mendirikan sebuah merek bernama Gunagoni kemudian muncul untuk memanfaatkan karung yang tidak termanfaatkan tersebut.

Karung goni memang selama ini masih belum banyak dilirik kegunaannya seusasi digunakan untuk mewadahi komoditas pertanian seperti beras ataupun kedelai. Sehingga karung goni kerap dianggap sebagai sampah. Namun di mata Andreas, hal tersebut tidak berlaku. Menurutnya, karung goni bisa dimanfaatkan untuk menjadi produk yang bernilai tambah dan dijual secara online.

Andreas Bimo WIjoseno yang akrab dipanggil Wijo tersebut mengungkapkan bahwa pada ide awal untuk memanfaatkan karung goni menjadi barang kerajinan berangkat dari pengalamannya memperbaiki tas goni milik temannya yang rusak. "Suatu saat ada temenku yang punya tas dari goni terus rusak. Saya coba perbaiki, ternyata bisa. Akhirnya dia sarankan saya untuk membuat tas dari goni," kenang Wijo.

Berawal dari kisah singkat tersebut, Wijo yang memulai mendirikan Gunagoni sejak bulan April 2014 itu mengungkapkan bahwa kini dirinya telah mampu mengembangkan kain goni menjadi berbagai macam produk seperti tas ransel, tas selempang, topi, pouch dan notes book. Setiap bulannya tidak kurang dari 50 buah produk berbahan goni terjual lewat toko online seperti Qlapa.com.

Setiap produk yang dibuat oleh Wijo semuanya dipelajari secara otodidak. Bahkan dirinya mengaku untuk mengukur, dirinya tidak menggunakan alat ukur baku. "Untuk mengukur saja saya nggak pakai meteran, hanya berdasarkan jari saya, karena kalau pakai meteran saya sering lupa," ungkapnya.

Pun proses belajar Wijo kebanyakan juga secara otodidak. Dirinya 'belajar' dengan hanya menonton penjahit. "Saya sering nonton penjahit, bagaimana caranya lipat dan jahit," ujarnya.

Meski begitu, keahlian Wijo untuk membuat produk terbilang patut diacungi jempol. Sebab proses pembuatannya yang melelahkan karena goni harus melalui proses pencucian. Kemudian kain goni akan dijahit agar bisa menjadi produk jadi. "Menjahitnya berat. Saat dijahit kadang nyangkut di mesinnya. Jadi kalau saya lagi nggak semangat mending nggak saya jahit. Karena nanti malah rusak semua," kata pria kelahiran 6 Februari 1974 itu.

Salah satu produk tas buatan Gunagoni (Foto: Qlapa.com)
info gambar

Proses yang cukup melelahkan tersebut membuat Wijo bersama istrinya baru mampu memproduksi 2,5 lusin produk. "Karena cuma saya sama istri saya berdua yang mengerjakan. Istri saya pasang kancing atau aksesoris. Kalau cuci-cuci (karung goni) berdua sama istri. Yang jahit saya sendiri. Karena belum ada yang mau bantuin," jelasnya.

Meski begitu, dirinya mengaku senang untuk membangun Gunagoni. Menurutnya berkat kerajinannya, produk-produk yang dahulu hanya dipandang sebelah mata, kini bisa naik kelas. "Saya senang, ada keset naik kelas. Ada keset ditaro di kepala, jadi tas. Selain itu saya senang karena di sini saya nggak mau mengikuti selera pasar. Disuruh mewarnai saya nggak mau. Disuruh memberi lapisan didalam saya juga nggak mau. Sebab nanti malah akan menambah sampah baru. Di sini karena saya melawan kemauan pasar, artinya produk saya bisa ditolak atau malah diterima. Di situ ada adrenalinnya," aku Wijo.

Wijo mengatakan, Gunagoni yang berbasis di Sleman, Yogyakarta adalah merek yang sebisa mungkin mampu untuk memanfaatkan sampah dengan cara-cara yang kreatif. "Sebisa mungkin jangan sampai bikin sampah lagi," tekannya.

Semangat dan visinya untuk mengurangi sampah tersebut juga ingin ditularkannya ke berbagai UKM di kota lain. Di masa mendatang, dirinya mengaku ingin mengajak orang untuk membuat goni yang memang ada di setiap kota. "Penginnya seperti UKM aja, dan mengajak orang-orang 'yuk bikin goni juga'. Nggak perlu jadi besar, tapi semakin viral dan banyak yang mengkreasikan goni jadi barang yang bermanfaat." harap Wijo.

Artikel ini hasil kolaborasi GNFI dengan Qlapa.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini