Gua Laut Indonesia yang Merekam 5.000 Tahun Jejak Tsunami

Gua Laut Indonesia yang Merekam 5.000 Tahun Jejak Tsunami
info gambar utama

Tim gabungan peneliti Indonesia, Singapura, Irlandia dan Amerika Serikat menemukan jejak tsunami 5.000 tahun di sebuah gua laut di Indonesia. Demikian dilaporkan Atlas Obscura.

Jejak tersebut berada di lapisan sedimen di dasar gua di pantai Indonesia. Lapisan terdalam mencapai sekitar 7.400 tahun yang lalu, sedangkan lapisan atas berusia sekitar 2.900 tahun. Sedimen yang lebih baru dipastikan hanyut oleh tsunami besar yang melanda wilayah ini pada tahun 2004.

Meski demikian, bebatuan di pintu masuk gua melindungi sebagian besar jejak lapisan tersebut. Lapisan gelap terdiri atas kotoran kelelawar yang hidup di gua dan sisa-sisa organik lainnya. Sementara pita lendir yang lebih ringan dibawa oleh tsunami.

Gempa yang menyebabkan tsunami ini serta bencana tahun 2004 terjadi di sepanjang Megathrust Sunda. Megatrust Sunda merupakan sebuah patahan sepanjang 3.300 mil yang membentang dari Myanmar di utara, ke barat daya Sumatra, selatan Jawa dan Bali, hingga berakhir di Australia. Megatrust atau dorongan kuat merupakan sebutan bagi zona tumbukan lempeng bumi (subduksi) yang miliki sejarah kekuatan gempa besar, yaitu hingga 9,0.

Megathrust Sunda merupakan salah satu struktur seismogenik di bumi. Wilayah ini menjadi sumber dari banyak gempa berkekuatan raksasa, termasuk gempa dan tsunami yang melanda Samudera Hindia tahun 2004 yang menelan korban hingga 230.000 jiwa. Megathrust Sunda terletak di antara lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia, serta dibagi menjadi Andaman, Sumatra dan Jawa Megatrust.

Pada 2014 lalu, National Geographic beritakan ancaman gempa hingga Mw 9 di zona tumbukan lempeng bumi di bawah laut Selat Sunda. Gempa ini dapat memicu tsunami hingga lebih dari 20 meter di pesisir Banten dan Lampung. Simpulan ini didapat atas temuan kosong gempa (seismic gap) yang sangat mungkin menyimpan potensi gempa akibat gesekan dua lempeng bumi.

Lapisan lumpur di dalamnya menunjukkan rangkaian 11 kejadian gempa yang tidak menentu. Dari 5.000 tahun catatan, satu abad merupakan masa yang cukup menyedihkan untuk melihat empat kali kejadian tsunami. Sementara dua milenium setelahnya, bencana gelombang air ini tidak terjadi sekalipun.

Beberapa pola umum bisa dilihat dari lapisan tersebut. Gempa yang lebih kecil cenderung terjadi berulang di sepanjang patahan. Sedangkan gempa besar terjadi setelah jeda lama insiden.

Meski berisi informasi yang sangat kaya, jejak di gua ini tak cukup untuk membantu para peneliti memprediksi gempa di masa mendatang. Kita tidak dapat mengetahui dengan pasti kapan akan terjadi, seberapa kuat guncangannya, atau jenis tsunami yang mungkin dihasilkan. Namun dari sini dapat disimpulkan bahwa kejadian gempa bumi memang tak dapat diprediksi.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini