Hastag# Indonesia Berisik dan Taklid Buta Yang Kosmolitan

Hastag# Indonesia Berisik dan Taklid Buta Yang Kosmolitan
info gambar utama

Rasanya tak ada yang istimewa dengan "Trending Topic" di twitter hari ini (18/08/17). #IndonesiaBerisik menjadi hasatag yang berada di urutan paling atas situs jejaring sosial berlambang burung itu.

Pasalnya, selama ini Indonesia memang dikenal sebagai negara paling berisik (baca; cerewet) di jejaring sosial sejagad maya. Meskipun baru memiliki sekitar 72 juta pengguna internet, namun suara penggunanya 'sangat berisik' dan sampai menggema ke seluruh dunia lewat jejaring media sosial (sumber: kaskus.co.id).

Sehingga, pada tahun 2015, Jakarta terpilih sebagai salah satu tuan rumah "Social Media Week" --sebuah perhelatan tahuan yang diselenggarakan sejak tahun 2009. Terpilihnya ibu kota republik indoensia ini bukan tanpa alsan, sebab Indonesia adalah pengguna internet yang luar biasa.

Tingkat penetrasi penggunaan internet di negeri ini pun mencapai 29%. Dalam perhelatan tersebut, dihadiri oleh bos-bos besar dari jejaring ternama seperti seperti Twitter, Path, BuzzFeed, LinkedIn, Social Bakers, dan Kurio. Total ada 60 pembicara baik dari dalam maupun luar negeri.

Fenomena sosial ini memang didukung oleh kultur masyarakat Indonesia yang pada dasarnya senang berkumpul dan cenderung haus terhadap hal-hal baru ungakap Antonny Liem, CEO PT Merah Cipta Media yang membawahi sejumlah perusahaan konsultan komunikasi, startup incubator, dan berbagai perusahaan teknologi online di Indonesia.

Hastag tersebut (#IndonesiaBerisik) kian menegaskan betapa kosmopolitannya masyarakat Indonesia dengan hal-hal yang berkaitan dengan lingkup sosial-media.

Pada realitas sosial yang bernuansa "keduniamayaan", warganet (netizen) seringkali terlibat dalam ruang-ruang debat kusir. Apalagi menyangkut pandang politik, suasana perdebatan kian menggelora hingga memunculkan dua aliran baru yaitu kaum sumbu pendek (gampang meledak) dan sumbu panjang.

Hal merupakan buntut dari kasus yang paling viral dalam sejarah keduniamayaan bangsa ini, yakni ujaran rasisme yang dilakukan oleh Basuki Tjahja Purnama (baca;Ahok) dan aksi bela Islam beberapa waktu lalu. Bahkan, suasana perdebatan tersebut terasa sampai sekarang.

Perdebatan-perdebatan kusir yang dihelat warganet tampaknya akan menjadi poin abadi untuk (terus) memuncaki klasmen negara paling berisik seantero jagad maya. Sebab mayoritas netizen Indonesia (masih) belum tercerahkan dalam hal bijak bersosial media.

Ditambah lagi kultur masyarakat yang senang taklid buta alias mengekor pada hal-hal disenangi tanpa verifikasi faktual. Apalagi aroma perebutan kekuasaan orang nomor satu negeri ini terlah tercium rivalitasnya dengan adanya Presidential Threshold (ambaNg batas pencalonan). Segala hal yang berkaitan dengan aktor politik yang disenangi akan dibela mati-matian, sebaliknya lawan politik (baca; rival) akan disudutkan.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini