Seperti diberitakan KataData (11/9), Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa keempat negara tersebut merupakan negara yang memiliki pengalaman dalam pengelolaan sampah. Diharapkan dengan kerjasama ini Indonesia akan dapat menghadapi kendala manajemen sampah baik dari aspek pendanaan maupun pendekatan politis. Sebab selama ini, pengelolaan sampah merupakan kewenangan pemerintah daerah.
Berdasarkan laporan Bank Dunia, biaya yang dikeluarkan untuk pengelolaan sampah di Indonesia baru US$ 5 - 6 per jiwa per tahun. Padahal biaya yang direkomendasikan adalah US$ 10 - 15 per jiwa tahun. Oleh karena itu, Indonesia akan melakukan perbaikan dalam manajemen sampah dan berkomitmen untuk mengurangi jumlah sampah sebesar 70% di tahun 2025.
Komitmen tersebut dilakukan dengan cara menguasai teknologi pengolahan sampah. Teknologi tersebut dapat diraih dengan alih teknologi dari empat negara yang tergabung dalam kerjasama. Sehingga pengelolaan sampah di Indonesia nantinya dapat menghasilkan energi listrik dan dapat diubah menjadi bahan baku aspal.
Menurut penelitian, aspal yang menerima campuran sampah plastik memang diklaim memiliki kualitas yang lebih baik dari aspal biasa. Dan ternyata metode ini telah diuji coba di Bali. Rencananya, pada bulan Oktober, metode serupa juga akan dilakukan di Bekasi.
Tidak hanya menjadi energi dan bahan baku aspal, sampah plastik juga akan diolah menjadi bahan baku membuat chip komputer. "Jadi banyak nilainya. Kami ingin menguasai teknologi ini," ungkap Luhut.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News