Uang Panai' Sebuah Kekayaan, Ya Kekayaan Budaya, Ya Kekayaan Laki-laki Juga

Uang Panai' Sebuah Kekayaan, Ya Kekayaan Budaya, Ya Kekayaan Laki-laki Juga
info gambar utama

Dua tahun belakangan yaitu ditahun 2016 dan 2017, masyarakat Indonesia semakin tidak asing dengan pernikahan muda. Bahkan kalau dilihat pada media-media baik electronik atau media sosial kini semakin ramai diperbincangkan mengenai tren pernikahan. Seakan menikah sekarang menjadi salah satu tujuan utama para kaum muda. Fenomena tersebut tidak salah, mengingat Indonesia saat ini sedang menikmati komposisi demografi muda yang sangat besar.

Membahas pernikahan Indonesia adalah Negara dengan kekayaan budaya pernikahan yang sangat beragam. Setiap daerah terdapat adat dan budaya masing-masing dalam penyelenggaraan pernikahan itu. Selanjutnya setiap budaya dalam pernikahan tentu mengandung nilai-nilai luhur yang terus dijaga oleh masyarakat sebagai warisan berharga bahkan tidak jarang menjadi harga diri dari suatu kelompok masyarakat tertentu.

Salah satu budaya pernikahan yang unik ada pada pernikahan di Makassar dan Bugis. Dimana adat pernikahan di Makassar dan Bugis sudah sangat terkenal karena adanya syarat uang dengan nominal terntentu yang ditujukan pihak laki-laki untuk pihak perempuan. Tak ayal sering kali karena dipersyaratkan sejumlah uang tersebut menjadikan laki-laki menjadi ciut nyali untuk melamar wanita Makassar dan Bugis.

Terkait dengan budaya tersebut, masyarakat Bugis menyebut syarat sejumlah uang itu sebagai Uang Panai’. Sebenarnya adanya uang tersebut terkait dengan tradisi budaya yang melekat pada masyakarkat Makassar dan Bugis yang memegang prinsip harga diri yang sangat tinggi. Mereka mengenal istilah Siri’ na Pacce untuk suku Makassar dan Siri’ na Pesse untuk suku Bugis yang artinya adalah “berjuang sekuat tenaga mati-matian”. Prinsip ini terus dipegang hingga saat ini, sehingga membuat orang Makassar sangat terkenal kuat dan tangguh. Prinsip tersebut juga selaras dengan pekerjaan Suku Makassar yang banyak menjadi saudagar dan pelaut dimana kedua profesi tersebut memang menuntut untuk tidak mudah menyerah dan harus tangguh. Maka dari itu ada satu kekayaan budaya lain dari makassar yang menjadikan bukti Indonesia sebagai Negara bahari yaitu produk budaya Kapal Pinisi.

Dulu para pemuda yang genap umur disuruhlah untuk berlayar dan berdagang mengarungi samudra, sampai nanti ketika pulang ke Makassar akan membawa sejumlah uang. Mayoritas pamuda yang setelah pulang berlayar akan meminang gadis yang mereka sukai dengan uang hasil melaut tersebut. Kebiasaan itu terus terbawa sampai saat ini.

Selain itu, terkait uang panai’ tidak selamanya menjadi sesuatu yang negatif. Para orang tua berpendapat bahwa adanya syarat uang panai’ sebagai bentuk tanggung jawab dan keseriusan niat dari laki-laki yang akan melamar anak gadisnya. Besaran uang panai’ pada masa sekarang akan disesuaikan dengan derajat si gadis yang disimbokan dari tingkat pendidikan dan silsilah keluargnya. Tentunya gadis yang hanya lulusan sekolah menengah atas akan berbeda dengan gadis yang lulus Sarjan. Selaras dengan itu, keluarga dengan latar belakang terpandang seperti tokoh yang dihormati akan berbeda dengan keluarga yang berlatang belakang biasa saja.

Sebenarnya, budaya tersebut juga mengandung nilai baik khususnya untuk para pemuda dan pemudi yang berniat akan menikah. Bahwa pada masing-masing harus menyiapkan diri sebaik-baiknya. Karena kualitas diri tentu akan sebanding dengan kemapuan untuk menyediakan syarat-syarat pernikahan yang diingikan kedua belah pihak. Sementara untuk pihak wanita, tentu akan berpikir untuk mengkualitaskan dirinya dengan pendidikan yang baik untuk masa depannya lebih baik.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini