Usianya Baru 24 Tahun, Grandprix Pecahkan Rekor Jadi Doktor Termuda di Indonesia

Usianya Baru 24 Tahun,  Grandprix Pecahkan Rekor Jadi Doktor Termuda di Indonesia
info gambar utama

Masih ingat tentang tulisan mengenai kisah Grandprix Thomryes Marth Kadja beberapa waktu lalu? Ya, sosok inspiratif tersebut kini telah memecahkan rekor dunia akademik di Indonesia dengan berhasil menjadi doktor termuda di negeri ini. Melewati dua sidang yang dilakukan pada 6 dan 22 September 2017, Grandprix lulus dengan predikat cum laude.

Hal ini tentunya menjadi sebuah prestasi membanggakan yang dicetak oleh pria asal Kupang, Nusa Tenggara Timur. Ia mampu menyelesaikan masa studi S2 dan S3 dalam kurun waktu empat tahun di Institut Teknologi Bandung (ITB) lewat program beasiswa Pendidikan Magister Menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMGSU) dari Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).

Grandprix dinyatakan lulus setelah mempresentasikan disertasinya yang membahas tentang zeolite sintesis, mekanisme, dan peningkatan hierarki zeolit ZSM-5. Dalam mengerjakan disertasinya, Grandprix dibimbing oleh Dr. Rino Mukti, Dr. Veinardi Suendo, Prof. Ismunandar serta Dr. I Nyoman Marsih yang menjadi promotornya. "Ya rasanya bangga dan terharu. Saya bisa menyelesaikan lebih cepat sekitar 2-3 tahun dari yang normal," ucapnya.

Grandprix memang bukanlah pemuda yang biasa – biasa saja. Dianugerahi kecerdasan yang menakjubkan, pria kelahiran 31 Maret 1993 ini telah mencetak prestasi sejak duduk di bangku sekolah. Di usia lima tahun ia telah mengenyam pendidikan dasar, bahkan ketika di bangku SMA, Grandprix berada di kelas Akselerasi. Ia lulus SMA pada usia 16 tahun dan melanjutkan pendidikannya di program studi Kimia Universitas Indonesia. Dengan kecerdasannya, Grandprix lulus dengan predikat cum laude pada usianya yang baru menginjak 19 tahun.

Sidang terbuka yang dilalui Grandprix, Jumat 22 September 2017 (kompas.com)
info gambar

Dalam masa studinya di ITB, Grandprix yang lulus dalam tempo empat tahun juga berhasil mempublikasikan tujuh jurnal ilmiah berskala internasional, jauh melebihi target yang diberikan oleh program PMDSU yakni lulus empat tahun dengan dua publikasi internasional.

Sukses dalam pendidikan bukanlah sesuatu yang diraih dengan gampang. Anak pertama dari tiga bersaudara ini sangat bekerja keras untuk meraih hal tersebut. salah satunya adalah menempa diri dengan kebiasaan membaca dan terus belajar. "Kuncinya banyak membaca, karena mau menulis harus banyak referensi. Jadi harus baca, dari yang saya lihat banyak yang cuma didownload tapi tidak dibaca,” katanya.

Salah satunya adalah dengan menantang dirinya untuk berinovasi di tengah keterbatasan. Selepas studi S1, Grandprix sempat ditawari beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di Korea Selatan. Namun, ia menolaknya dan memilih untuk melanjutkan studi di dalam negeri dengan program PMDSU. Alasannya sederhana, ia ingin menempa diri agar termotivasi untuk melakukan inovasi ditengah – tengah keadaan yang terbatas.

Grandprix mempresentasikan hasil penelitiannya di hadapan penguji (kumparan.com)
info gambar

“Pada prinsipnya, saya ingin ada tantangan. Bisa gak sih saya kerja dan melakukan penelitian di dalam negeri, tapi hasilnya itu levelan internasional?” katanya. Berada di luar negeri dengan segala situasi dan keadaan yang sangat mendukung ia anggap sebagai sesuatu yang melemahkan mentalnya untuk bersaing di dunia ilmu pengetahuan.

Kini, buah dari kerja kerasnya telah dipetik. Ia berhasil menyelesaikan pendidikannya dalam tempo yang jauh lebih cepat dari umumnya, pula dengan gelar yang ia sandang berhasil melambungkan namanya sebagai pemegang gelar doktor termuda di Indonesia. Grandprix Thomryes Marth Kadja, doktor termuda, Indonesia menanti kontribusimu. Selamat!

Sumber: detik.com || kompas.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini