Negara Australia, Korea Selatan, Malaysia dan Indonesia sedang mengikuti kejuaraan terjun payung bertajuk "Manado Internasional Open Parachuting Championship" berlangsung 16-22 Oktober 2017 di Sulawesi Utara. Indonesia diwakili oleh 12 klub yang berasal dari Sulawesi Utara, PTP Aves, Kalimantan Barat, Kopasus, Riau, Jawa barat, TNI AU, Polri, PTP Ajang Sanjaya, Jawa Tengah, DKI Jakarta dan Yogyakarta.

Kejuaraan yang digelar di kawasan reklamasi Pantai Marina Plaza Manado tersebut mempertandingkan sejumlah kategori yakni ketepatan mendarat beregu putra putri, perorangan putra putri senior dan perorangan putra putri junior. Kejuaraan ini bertujuan untuk memasyarakatkan olahraga terjun payung di Sulawesi Utara. Kejuaraan ini juga sekaligus sebagai ajang promosi parawisata bagi provinsi ini.
"Kejuaraan yang digelar selama enam hari tersebut juga dalam memperingati HUT ke-72 TNI," tutur Ketua Panitia Kejuaraan Chaidir pada antara news, Senin (16/10/17) kemarin. Sementara informasi dari okezone.com menyatakan bahwa Kejuaraan ini diharapkan dapat menjadi ujicoba dalam mempersiapkan PON 2020 nanti. "Harusnya lima negara, ternyata Bahrain tidak bisa hadir karena sesuatu dan lain hal sehingga diikuti empat negara dan 87 peserta yang memperebutkan lima kelas, yaitu ketepatan mendarat tim putra-putri, perorangan putra-putri dan junior," ujar Ketua Federasi Aero Sport Indonesia (FASI) Sulawesi Utara, Komandan Pangkalan Udara (Lanud) Sam Ratulangi Manado Kolonel Pnb Arifaini Nur Dwiyanto.
Dengan adanya kejuaraan dunia yang digelar di Sulut ini, Arifaini berharap bisa memberikan uji coba bagi atlet-atlet Sulut terutama dalam mempersiapkan PON dan bisa mendapatkan prestasi sebanyak-banyaknya dan memperoleh handicap yang tinggi. Pelaksanaan kegiatan tersebut mendapat perhatian dari warga Kota Manado yang datang ke lokasi untuk melihat secara langsung para atlet yang berlomba.

Dari lokasi pertandingan, banyak para penerjun yang gagal mencapai titik pendaratan, ini disebabkan lokasi pendaratan yang dekat dengan laut dan angin yang bertiup kencang. "Kendalanya yang pertama adalah cuaca, karena mungkin transisi antara musim kemarau dan musim hujan jadi seringkan kalau pagi sama sore hujan, terus mungkin saat tidak hujan, kendala angin, angin seperti ini sudah tidak efisien karena ini sudah 88," ujar Benanda Fransiska salah satu penerjun dari PTP Wanita angkatan udara yang merupakan peringkat pertama nasional dan juara PON perorangan.
Disisi lain, pada 17 Oktober 2017 kemarin pada pukul 07.00 WIB, belasan tentara penerjun sudah menghias langit desa di pelosok Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Sementara klub TNI AU mewakili Indonesia pada Kejuaraan Terjun Payung Internasional di Manado, 17 Oktober kemarin TNI AU juga mengenang pasukan terjun payung pertama di pelosok Kalteng.
Lokasi pendaratan di Monumen Tugu Pasukan Payung Pertama Palagan Sambi. Ratusan orang pun sejak pagi sudah menanti kedatangan pasukan payung yang berasal dari Pasukan Khas (Paskhas) TNI AU yang dijemput dari Yogyakarta itu. Sebanyak 20 penerjun lalu mendarat mulus di arena monumen disambut tepuk tangan dari warga yang menonton.

Acara ini digelar secara khusus sebagai bagian dari rangkaian peringatan HUT ke-70 Paskhas di Yogyakarta sekaligus sebagai pengingat sejarah bahwa desa ini menjadi lokasi penerjunan pertama kalinya pasukan TNI Angkatan Udara pada 17 Oktober 1947. Tanggal itu kemudian ditetapkan sebagai hari lahirnya Paskhas yang dulunya bernama Pasukan Gerak Tjepat (PGT) TNI AU.
Dalam buku "Tjilik Riwut Berkisah Aksi Kalimantan dalam Tugas Operasional Militer Pertama Pasukan Payung Angkatan Udara Republik Indonesia" yang ditulis Nila Riwut, inisiatif penerjunan pertama disebutkan datang dari Gubernur pertama Kalimantan, Mohammad Noor.
Usul tersebut disampaikan di Yogyakarta, ibukota RI saat itu, pada Kepala Staf AU Soerjadarma lantaran wilayah Kalimantan telah diblokade NICA sehingga sulit bagi pejuang di Jawa untuk berhubungan dengan pejuang Indonesia di Kalimantan.
Lalu ditunjuklah Tjilik Riwut sebagai komandan pasukan penerjun yang bersandi MN1001 itu. Tjilik merupakan pejuang asal Kalimantan Tengah dan 13 peterjun dalam pasukan itu juga sebagian besar berasal dari Kalimantan. Sebagian lagi dari Pulau Jawa.
Mereka adalah Kapten Hari Hadisoemantri (asal Semarang), Letda Iskandar (Sampit), Serma Kosasih (Barito), Kapten FM Soejoto (Ponorogo), Bachri (Barabai), J Bitak (Kelapa Baru-Kalimantan), C Willem (Kuala Kapuas), Imanuel Nuhan (Kahayan Hulu), Mika Amirudin (Kahayan Hulu), Ali Akbar (Balikpapan), Letda M Dachlan (Sampit), JH Darius (Kasongan), dan Marawi (Rantau Pulut).
Kolonel Pas Ari Ismanto, Komandan Wing 2 Paskhas TNI AU yang menjadi Ketua Rombongan Penerjunan dalam rangka HUT ke-70 Paskhas, menyatakan, penerjunan pada tahun 1947 itu bukan hanya sejarah Paskhas. "Palagan Sambi bukan hanya milik Paskhas. Penerjunan di Sambi simbol perjuangan Kalimantan Tengah dalam mempertahankan kemerdekaan," ucapnya, Selasa.
Tak seperti penerjunan hari ini yang disambut tepuk tangan dan sorak-sorai, 13 penerjun pertama RI pada 70 tahun lalu mendarat di rimba belantara Kalimantan.
Penerjunan meleset sekitar sepuluh kilometer dari Lapangan Sepanbiha di wilayah Kabupaten Seruyan saat ini sehingga mereka harus bergerilya menghindari pencarian pasukan NICA, hingga mereka tertangkap. Tiga di antaranya, Iskandar, Hadisoemantri, dan Kosasih gugur di medan laga.
Jika dulu, pasukan terjun payung harus mempertaruhkan nyawa demi kemerdekaan, kini TNI AU tetap mempertaruhkan nyawa demi mengharumkan nama Indonesia.
Sumber: antara news | regional.kompas.com | sport.okezone.com | zonautara.com
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News