"King of Fruit" Indonesia Yang Semerbak Harumnya

"King of Fruit" Indonesia Yang Semerbak Harumnya
info gambar utama

Walaupun ada yang tidak suka akan baunya, namun tidak sedikit yang menyukainya. Bahkan tergila-gila dengan rasa manis yang dihasilkan oleh buah dengan ciri khas kulit berduri ini. Durian adalah jenis buah yang sangat banyak peminatnya di Tanah Air. Selain buahnya yang sangat lezat, saat ini olahan buah durian juga sudah banyak populer seperti olahan kue, minuman bahkan masakan nusantara seperti tempoyak dari Kalimantan.

Buah durian yang kita kenal selama ini, memiliki daging berwarna kuning keemasan dan tekstur lembut yang umumnya memiliki rasa yang manis. Bagi pecinta buah durian, setiap daerah Indonesia yang kalian kunjungi, pasti kalian akan berburu buah ini. Namun, ada buah durian dengan tampilan tidak biasa seperti ini :

Durian dengan daging berwarna merah, Durian Abang dari Banyuwangi | asliindonesia.net
info gambar

Namanya Durian Abang, durian khas Banyuwangi. Memiliki daging berwarna merah. Nama 'abang' sendiri dalam bahasa osing berarti merah. Selain itu daging buah durian merah juga lebih tebal dan manis. Bijinya pun lebih kecil dengan durian lainnya. Pohon durian merah yang awalnya hanya tiga yang produktif kini sudah ada lebih dari 200 pohon. Dari 63 varian yang berhasil dikembangkan, 11 diantaranya menjadi varian unggul nasional. Anda dapat menemukan durian merah ini di beberapa kecamatan. Yaitu kecamatan Licin, Songgon, Glagah, dan Giri. Pada tahun 2014 pemerintah kabupaten telah membagikan 1000 bibit durian untuk penjual durian dan 1000 lagi untuk ditanamkan di desa kemiren. Hal ini dilakukan agar setiap tahun durian merah bisa di panen.

Durian merupakan buah tropis yang endemik di kawasan Asia Tenggara. Meski kulit luarnya berduri dan aromanya cukup tajam, namun daging buahnya bertekstur lembut dan manis rasanya. Tak heran jika buah ini dijuluki sebagai "King of Fruits" atau "Raja Buah-buahan".

Ada banyak deskripsi seputar aroma durian: bau harum dengan aroma manis, bau bawang, bau buah manis dan asam, mirip aroma belerang, bahkan ada yang bilang baunya seperti kaus kaki busuk.

Indonesia, Malaysia, dan Thailand merupakan tiga negara produsen durian terbesar di dunia. Ada banyak jenis durian budidaya, yang memiliki kekhasan masing-masing dalam tekstur daging buah, rasa, dan aroma. Permintaan regional yang berbeda terhadap jenis durian budidaya mencerminkan keistimewaan lokal pada selera masyarakat: varietas durian yang beraroma tajam dan rasanya sedikit pahit, dihargai mahal di Malaysia dan Singapura, sementara durian dengan rasa yang lebih manis dan beraroma ringan lebih populer di Thailand.

Sebenarnya, darimana asal bau durian dan apa manfaatnya bagi tanaman tersebut? Tim peneliti internasional dari Singapura, Hongkong, dan Malaysia telah menemukan jawabannya setelah mereka memetakan genom varietas durian yang disebut Musang King. Analisis tim menunjukkan bahwa genom durian terdiri dari sekitar 46.000 gen—hampir dua kali lipat pada manusia. Berdasarkan data genomik yang baru dihasilkan, periset juga mempelajari evolusi durian (Durio zibethinus) dan menelusuri hubungannya 65 juta tahun kembali ke tanaman coklat Theobroma cacao.

Dengan membandingkan pola aktivitas bagian-bagian berbeda dari tanaman durian, termasuk dedaunan, akar, dan bunga, mereka mengidentifikasi kelas gen yang disebut methionine gamma lyases. Gen ini berfungsi untuk mengatur produksi senyawa sulfur yang mudah menguap atau Volatile Sulfur Compunds (VSC). "Analisis kami mengungkap bahwa produksi VSC melejit pesat dalam tanaman durian, selaras dengan opini banyak orang yang mengatakan bahwa mereka mencium aroma samar belerang pada durian," ujar salah satu penulis studi, Patrick Tan.

Para peneliti juga menjelaskan, aroma durian yang begitu tajam dan menyengat bukanlah tanpa kegunaan. "Di alam liar, kemampuan pohon durian memproduksi VSC dalam kadar tinggi sehingga mengeluarkan bau menyengat, bertujuan untuk menarik perhatian hewan untuk makan buah durian dan menyebarkan benihnya ke daerah lain," ungkap periset. Hasil penelitian ini diterbitkan dalam jurnal Nature Genetics.


Sumber: liputan6.com | national geographic

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini