Wawancara CEO Papatonk: “Si Capung” yang Gagah Berani Menyerbu Pasar China

Wawancara CEO Papatonk:  “Si Capung” yang Gagah Berani Menyerbu Pasar China
info gambar utama

Namanya diambil dari seekor serangga yang jago terbang: papatong (Bahasa Sunda) atau capung. Meskipun terlihat rapuh, capung sangat tangguh di udara, dengan manuver-manuver yang tidak bisa dilakukan oleh binatang terbang lainnya. Mungkin dengan semangat dan kemampuan seperti inilah yang membuat Papatonk menjadi produk kerupuk yang berhasil menyerbu pasar Tiongkok. Tentu saja Papatonk bukan merek kerupuk serangga, melainkan kerupuk udang.

Papatonk saat ini begitu mudah dijumpai di berbagai tempat penjualan di Tiongkok. Maklum saja, tahun ini saja produk ini sudah tersebar di 60 ribu supermarket di 30 propinsi negara itu. Dengan total penjualan tembus 25 juta bungkus.

Papatonk menjadi produk Indonesia yang menarik. Pada saat popularitasnya di dalam negeri tidak begitu menonjol, ia justru populer di pasar sebuah negara yang terkenal dengan berbagai produk yang membanjiri negara lain tersebut.

“Dari awal kami memang berorientasi ekspor, kerupuk udang kita kenalkan sebagai snack tradisional Indonesia. Sehingga mungkin market domestik tidak terlalu mengenal, ketersediaannya juga tidak terlalu banyak, kecuali di beberapa spot turis seperti Jogja, Bali, dan sebentar lagi Manado,” ujar Suprapto Santoso, CEO Papatonk.

Lebih lanjut Suprapto menjelaskan misinya yang ingin menjadikan Papatonk sebagai produk ikonik untuk turis mengenal pariwisata Indonesia.

“Kalau di Jepang, orang tahunya Tokyo Banana, Thailand punya produk rumput laut yang sangat dikenal oleh turis, Tao Kai Noi. Kita juga ingin Indonesia punya produk yang dikenal oleh turis,” ujar Suprapto kepada Kawan GNFI di Tiongkok, Ismail Fahmi beberapa waktu lalu.

Kalau dilihat kemasan Papatonk yang berwarna dasar hitam memang sangat menonjolkan citra Indonesia, dengan memasang gambar berbagai destinasi wisata favorit di tanah air. Mengusung tagline“Premium Shrimp Crackers”, Papatonk seperti ingin menunjukkan dua hal sekaligus, yaitu identitas merek dari Indonesia, plus mengenalkan daerah tujuan wisata Indonesia ke pasar Tiongkok.

Atas upaya dan pencapaiannya tersebut, tahun lalu di ajang Trade Expo Indonesia (TEI) di Jakarta, Papatonk diganjar dengan penghargaan Primaduta dari Presiden RI.

“Kami juga ditunjuk oleh kementerian pariwisata sebagai Official Snack Ambassador for Indonesia tourism. Sehingga dengan kata lain Papatonk melakukan diplomasi kuliner, sambil makan sambil diceritakan tentang Indonesia secara soft, tidak secara hard selling tapi masuk melalui kuliner,” urai Suprapto.

Kemasan Papatonk I foto: minimeinsights.com
info gambar

Rasa Kesal dan Nasionalisme ala Papatonk

United Harvest Indonesia (UHI), perusahaan yang menaungi Papatonk, mulai melakukan ekspor ke Tiongkok pada 2009. Kemudian 2012 UHI melahirkan produk bernama Papatonk untuk kategori kerupuk udang, yang bahan bakunya melimpah di Indonesia.

“Modalnya kesal, kita melihat serbuan barang Tiongkok masif masuk indonesia, sedangkan sebaliknya sangat tidak seimbang, di luar Migas, pertambangan, dan raw material di mana nilai tambahnya sangat kurang. Sedangkan di industri ini (FMCG) kiprah Malaysia, Thailand, Singapura, bahkan Filipina, mereka begitu cepat memanfaatkan potensi market yang ada di sini,” Suprapto mengisahkan.

Menurutnya, ini terjadi antara lain karena banyak produsen di tanah air semula tidak tanggap melihat pergeseran pasar yang mengarah ke Tiongkok. Mereka masih terlena dengan pasar ekspor Amerika dan Eropa. Padahal sejak 2008 pasar Amerika dan Eropa mengalami penurunan, dan pada 2010 pasar banyak bergeser ke Tiongkok.

“Agak menyayangkan pemain Indonesia tidak cukup tanggap pada pasar Tiongkok. Memang banyak keasiangan, mulai dari bahasa, kultur, maupun bagaimana masyarakat di sini berbisnis. Sehingga tahu-tahu kita diserbu terus dengan barang Tiongkok. Nah menurut kami, seharusnya kita harus fair trade bilateral. Karena itulah kami ingin menjadi bagian Indonesia to answer back, tutur Suprapto.

Kegeraman Suprapto memang cukup beralasan. Selama ini kita seperti hanya berhenti dengan berbagai keluh kesah bahkan sumpah serapah menghadapi produk asal Tiongkok yang membanjir. Padahal bisa jadi itu terjadi selain karena produsen dan pemerintah Tiongkok sangat agresif, juga akibat pemain di tanah air yang tidak jeli melihat peluang pasar Tiongkok sehingga terlambat untuk “membalas” serbuan produk Tiongkok.

“Mereka (pemain lama) mengalami masa keemasan pasar Amerika dan Eropa, saya beruntung tidak begitu terlena dengan pasar itu,” ujar pria yang belum genap berusia 40 tahun ini.

Penasaran seperti apa sepak terjang selengkapnya Papatonk menaklukkan pasar negeri tirai bambu? Video wawancara ekslusif Kawan GNFI Ismail Fahmi dengan Suprapto Santoso berikut kiranya bisa membuat kita bangga sekaligus terinspirasi melahirkan ide kreatif dengan potensi yang ada di sekitar kita, seperti “Si Capung” yang mengangkat derajat kerupuk udang dari Indonesia hingga negeri China.


Sumber foto sampul: minutehack.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Wahyu Aji lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Wahyu Aji.

Terima kasih telah membaca sampai di sini