Menapaki Kesakralan Cagar Budaya Pura Batur Kaja di Desa Rejasa, Bali

Menapaki Kesakralan Cagar Budaya Pura Batur Kaja di Desa Rejasa, Bali
info gambar utama

Keindahan Pulau Bali sudah tidak perlu diragukan lagi, banyak wisatawan baik domestik maupun mancanegara telah mengunjungi pulau ini. Bahkan, pulau ini dijuluki sebagai Pulau Surga di dunia. Selain mendapatkan julukan tersebut, Pulau Bali juga dikenal dengan sebutan Pulau Seribu Pura. Hal ini dikarenakan hampir setiap desa di Bali terdapat Pura sebagai tempat persembahyangan bagi umat Hindu. Pura di Bali memiliki kisah dan keunikannya tersendiri di balik berdirinya bangunan Pura, salah satunya Pura Batur Kaja di Desa Rejasa.

Selain sebagai tempat persembahyangan, Pura Batur Kaja juga merupakan cagar budaya yang dilindungi oleh pemerintah. Pura ini berlokasi di Dusun (Banjar) Kelembang, Desa Rejasa, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali. Pura Batur Kaja memiliki luas sekitar ±416 m². Terdapat delapan bangunan suci (pelinggih) di areal utama Pura Batur Kaja, yakni sebagai berikut.

  • Pelinggih Pesimpangan Pura Ulunsuwi dan Pura Muncak Sari sebagai tempat pemujaan Dewi Sri, yang berkaitan dengan kesuburan untuk pertanian dan subak
  • Pelinggih Pesimpangan Pura Dalem sebagai tempat pemujaan Dewi Durga
  • Pelinggih Utama sebagai tempat pemujaan Dewa Ratu Ida Gede Batur
  • Pelinggih Pesimpangan Pura Batukaru sebagai tempat pemujaan Dewa Siwa
  • Pelinggih Pesimpangan Pura Puseh sebagai tempat pemujaan Dewa Wisnu
  • Pelinggih Pesimpangan Pura Tamba Waras sebagai tempat pemujaan Dewa Ratu Wayan
  • Pelinggih Taksu sebagai tempat pemujaan Dewa Ratu Nyoman
  • Pelinggih Dewa Ratu Wayan Dimade, yang merupakan tempat pemujaan untuk para leluhur, kesuksesan dalam berdagang, dan meminta kesembuhan.
Bangunan Suci (Pelinggih) yang terdiri dari susunan batu yang tersusun bertingkat
info gambar

Delapan bangunan suci di atas terdiri atas tumpukan batu yang tersusun membentuk bangunan pemujaan. Pura Batur Kaja bagi masyarakat Desa Rejasa diyakini memiliki fungsi untuk memohon kesuksesan dalam berdagang, kesembuhan, dan kemakmuran. Menurut penuturan juru pelihara Pura Batur Kaja, terdapat mitos yang menyelubungi keberadaan Pura ini. Konon, pepohonan di areal utama Pura ini tidak boleh ditebang menggunakan pisau, gergaji, ataupun kapak (senjata tajam). Hanya dapat menggunakan tangan untuk menebang atau mematahkan pohon yang diinginkan. Namun, pengambilan pohon hanya diperuntukkan sebagai sarana dalam upacara keagamaan.

Mitos lain yang terdapat di Pura Batur Kaja, yaitu mitos dalam membuat olahan sate untuk sarana upacara yang hanya boleh menggunakan daging babi hitam. Cerita masyarakat sekitar yang tinggal di dekat Pura Batur Kaja, juga menceritakan pernah melihat sinar biru dari bangunan suci utama dan mendengar suara gambelan dari dalam Pura pada malam hari. Padahal di Pura tersebut tidak terdapat perangkat gambelan.

Sejarah berdirinya Pura ini belum diketahui secara pasti oleh masyarakat sekitar, hanya terdapat cerita-cerita ataupun mitos-mitos berdirinya Pura ini. Konon dahulu, Pura ini muncul akibat dari jaton katibubuan semut. Diceritakan semut-semut menggali tanah di Pura ini, sehingga memunculkan batu-batu yang berukuran sedang. Hingga kini mitos berdirinya Pura tersebut tetap diyakini oleh masyarakat sekitar. Menurut juru pelihara Pura ini, apabila ada seseorang melakukan hal yang kurang berkenan dengan seizin Beliau yang menempati Pura Batur Kaja, maka orang tersebut akan digigit semut sampai kesakitan.

Pura Batur Kaja menjadi cagar budaya melalui Surat Penetapan Benda Cagar Budaya Nomor: HK 3/14-02/ST/33. Kegiatan wisata belum dilakukan secara optimal di Pura ini, walaupun Pura Batur Kaja menjadi salah satu daya tarik wisata di Desa Rejasa. Hanya pelajar, mahasiswa, dan peneliti yang sering mengunjungi Pura ini dengan tujuan pembelajaran. Semoga pemerintah terkait dapat lebih menggali dan mengembangkan potensi daya tarik wisata di Pura Batur Kaja, sehingga lebih dikenal oleh masyarakat luas.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini