Tax Amnesty Berakhir, Mari Sambut AEoI Selanjutnya!

Tax Amnesty Berakhir, Mari Sambut AEoI Selanjutnya!
info gambar utama

Program Tax Amnesty telah berakhir per 30 Maret 2017 silam. Meskipun dianggap sebagai program Tax Amnesty tersukses di dunia jika dilihat dari jumlah deklarasi harta sebesar Rp 4.881 triliun dan uang tebusan mencapai Rp 135 triliun, namun jumlah aset yang direpatriasi masih relatif kecil nominalnya dan sepertiga dari jumlah aset yang dideklarasikan berada di luar negeri. Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia harus berupaya keras agar dapat membatasi ruang gerak para penghindar pajak serta mampu mengakses data wajib pajak yang asetnya berada di luar negeri. Keikutsertaan dalam Automatic Exchange of Information mungkin merupakan salah satu langkah yang tepat diambil Pemerintah Indonesia agar dapat melacak potensi pajak yang saat ini berada di luar negeri.

Pertukaran informasi secara otomatis atau Automatic Exchange of Information (AEoI) merupakan suatu gerakan yang diprakarsai oleh Amerika Serikat dalam bentuk kebijakan Foreign Account Tax Compliance Act (FATCA). FATCA merupakan aktivitas pertukaran informasi secara otomatis untuk kepentingan perpajakan yang mewajibkan Foreign Financial Institution (FFI), yaitu lembaga – lembaga keuangan yang berada di luar AS, untuk melakukan pelaporan kepada Pemerintah AS terkait informasi akun keuangan yang dimiliki penduduk AS atau entitas lain dimana penduduk AS memegang kepemilikan yang cukup signifikan (substantial ownership interest) yang mulai mengemuka pada tahun 2010.

Terinspirasi dengan adanya FATCA tersebut, akhirnya pada tahun 2013, para Menteri Keuangan serta Gubernur Bank Sentral dari negara-negara anggota G20 dan Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) melakukan pertemuan guna membahas dan memberikan dukungan terhadap pertukaran informasi secara otomatis sebagai suatu standar pertukaran informasi global untuk tujuan perpajakan. Kegiatan ini kemudian ditindaklanjuti dengan diformulasikannya kebijakan semacam FATCA melalui Common Reporting Standard (CRS) sebagai dasar dalam pertukaran informasi secara global pada tahun 2014.

Menurut OECD, pertukaran informasi secara otomatis dapat diartikan sebagai suatu proses pengiriman sejumlah informasi para wajib pajak yang dilakukan secara sistematis dan periodik dari negara sumber ke negara terdaftar terkait dengan berbagai jenis pendapatan yang diperoleh, seperti dividen, bunga, royalti, gaji, pensiun, dll. Adapun informasi yang dipertukarkan secara otomatis adalah harta yang disimpan pada bank-bank di negara-negara peserta AEoI. Pertukaran otomatis juga dapat digunakan untuk informasi lainnya seperti perubahan alamat, pembelian harta tak bergerak, pengembalian PPN, dll. Dengan adanya sistem ini, wajib pajak yang telah membuka rekening di negara lain akan bisa terlacak secara langsung oleh otoritas pajak negara asalnya. Sehingga pada akhirnya, otoritas pajak negara tempat wajib pajak terdaftar dapat memeriksa apakah wajib pajak telah melaporkan pendapatan yang diperoleh dari negara lain secara akurat atau tidak. AEoI adalah standar global baru yang nantinya akan berguna untuk mengurangi peluang pengemplang pajak.

Melalui publikasi OECD per November 2017, sebanyak 49 yuridiksi telah memberikan komitmen untuk melaksanakan AEoI pada tahun 2017, termasuk di antaranya negara-negara dengan predikat tax haven seperti Bermuda, British Virgin Islands, Cayman Islands, Luxembourg. Sedangkan Indonesia sendiri dan 52 (lima puluh dua) negara lainnya baru akan ikut bergabung pada September 2018 mengingat masih adanya persyaratan yang harus dilengkapi. Sekurang-kurangnya ada empat persyaratan yang harus dipenuhi setiap negara/juridiksi agar dapat melaksanakan AEoI. Pertama, harus tersedia perjanjian internasional untuk melakukan pertukaran informasi secara otomatis. Kedua, adanya ketentuan perundang-undangan domestik terkait dengan implementasi pertukaran informasi keuangan secara otomatis. Ketiga, kerahasiaan dan keamanan informasi keuangan yang akan dipertukarkan, dan keempat kesiapan sarana teknologi informasi untuk melakukan pertukaran.

Berdasarkan Laporan Sekretaris Jenderal OECD kepada para pemimpin G20 di Hamburg, Jerman pada Juli 2017 silam, diketahui bahwa berdasarkan rating keseluruhan dalam putaran pertama peer reviews yang dilakukan pada tahun 2016, Indonesia bersama kelima negara lainnya masuk dalam kategori “Partially Compliant” yang artinya masih banyak hal yang perlu dibenahi agar AEoI benar-benar dapat diimplementasikan oleh Indonesia. Oleh karena itu, selama 2017, Indonesia terus berusaha membenahi diri dalam rangka memenuhi seluruh persyaratan yang diperlukan terutama terkait perangkat hukum dalam negeri. Adapun perangkat hukum dimaksud meliputi penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan dalam Undang - Undang Nomor 9 Tahun 2017 pada tanggal 23 Agustus 2017 yang ditindaklanjuti dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 73/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 39/PMK.03/2017 revisi dari PMK Nomor 125/PMK.10/2015 tentang tata cara pertukaran informasi yang merupakan aturan turunan untuk penerapan AEoI. Selain itu DJP sendiri saat ini sedang merevisi KUP agar ke depannya aturan perpajakan yang ada, selaras dan tidak bertentangan dengan pelaksanaan keterbukaan informasi yang akan dijalankan. Tak ketinggalan OJK juga telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 25/POJK.03/2015 tentang Penyampaian Informasi Nasabah Asing Terkait Perpajakan Kepada Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra sebagai solusi atas adanya substansi yang dinilai menghambat implementasi AEoI terkait aspek kerahasiaan perbankan dalam peraturan UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomot 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, lalu UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, dan UU Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Terkait pembenahan yang telah dilakukan, hasil penilaian assessment yang menyatakan lolos tidaknya Indonesia akan diumumkan dalam AEoI Working Group di San Marino pada akhir Desember tahun 2017.

Mengingat capaian penerimaan pajak 2016 dan 2017 yang masih di bawah target serta masih banyaknya praktik penghindaran dan kejahatan pajak yang dilakukan untuk menyembunyikan kekayaan wajib pajak di luar negeri, sudah seharusnya keikutsertaan Indonesia dalam AEoI ditanggapi sebagai sebuah langkah positif bagi sistem perpajakan nasional setelah berakhirnya tax amnesty yang nantinya diharapkan mampu meningkatkan tax ratio dan tax compliance di Indonesia.

Fitri Irka Wahyu Niansyah
Mahasiswa Diploma IV Akuntansi Alih Program
Politeknik Keuangan Negara STAN

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini