3 Alternatif Wisata di Bali

3 Alternatif Wisata di Bali
info gambar utama

"Jalan-jalan ke Bali yukk!"

"Ayuk, kita ke pantai yaaa!"

Pernah memiliki percakapan serupa seperti di atas? Sangat disayangkan jika saat berbicara Bali, yang anda tahu hanya pantainya. Banyak Sekali alternatif wisata yang bisa anda kunjungi maupun lakukan selama di Bali.

Pulau yang dikenal sebagai Pulau Dewata ini menyimpan banyak sekali nilai-nilai budaya yang kaya akan kearifan lokal. Tentunya, anda bisa merasakannya sebagai pengunjung. Penasaran? Berikut daftar 3 desa adat di Bali yang tidak akan anda temukan hal serupa di daerah manapun di Indonesia.

Desa Tenganan

Ayunan tradisional di Desa Tenganan | Foto: Andi Sucirta / Indonesia.Tripcanvas
info gambar

Desa ini berada di Kabupaten Karangasem, sekitar 60km ke arah timur dari Denpasar. Di desa seluas 917,2 hektar ini hidup secara asri cara hidup tradisional yang masih dipegang teguh oleh penduduknya.

Desa Tenganan merupakan salah satu dari tiga desa di pulau Bali yang masih termasuk dalam Bali Aga. Bali Aga merupakan sebuah desa yang masih memegang teguh pola hidup tradisional yang sudah ada sejak ribuan tahun. Oleh karna itu, penduduk di Desa Tenganan sangat mematuhi peraturan yang berlaku di sekitar mereka termasuk sebuah peraturan yang disebut awig-awig, yang melarang poligami atau perceraian. Selain itu, terdapat pula peraturan yang berlaku secara khusus bagi penduduk di Desa Tenganan mengenai sistem administrasi, hak mengenai tanah dan sumber alam, pernikahan, pendidikan, dan upacara tradisional.

Uniknya, desa Tenganan ini juga masih menerapkan sistem barter (bertukar barang), sebagian besar masyarakat di desa Tenganan bekerja sebagai petani, namun ada juga yang bekerja membuat kerajinan bambu, lukisan dan menenun kain gringsing.

Meskipun begitu, tidak menutup aspek modern untuk dapat diterima di masyarakat lokalnya. Listrik, alat telekomunikasi, dan transportasi modern juga digunakan di Desa ini. Bahkan, anak-anakpun dituntut untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya.

Biasanya pada bulan Januari, Februari, Juni, dan Desember diadakan upacara tradisional dimana banyak wisatawan datang mengunjungi Desa Tenganan.

Sayangnya, wisatawan belum bisa menghabiskan waktu untuk bermalam diri di desa ini.

Desa Penglipuran

Desa Penglipuran Bali | Foto: vacanzebali
info gambar

Desa ini berada di Kelurahan Kubu, Kabupaten Bangli, Bali. Tepatnya sekitar 45 kilometer dari Kota Denpasar.

Lingkungannya sangat tenang dan rimbun, dengan suasana adem berkat letaknya yang berada di dataran tinggi di kaki gunung Batur.

Desa Penglipuran terdiri dari rumah-rumah tradisional Bali yang semua terlihat mirip, membuat desa ini terlihat cantik dan rapih. Setiap pintu gerbang berhadapan satu sama lain, dipisahkan oleh jalan utama yang mengarah ke pura megah di ujung desa.

Menurut sejarah, desa ini dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan Tri Hita Karana, sebuah konsep yang mengakui hubungan manusia dengan manusia lainnya, alam, dan Tuhan.

Hal unik lainnya mengenai desa ini adalah kendaraan tidak diperbolehkan memasuki desa, maka dari itu kendaraan bermotor harus diparkir di tempat yang telah disediakan.

Serupa dengan Desa Tenganan, masyarakat di Desa Penglipuran juga melarang adanya poligami.

Penduduk desa disini sangat ramah, bahkan anda bisa saja dijamu di rumah mereka sebagai tamu.

Jika ingin berkunjung ke Desa Panglipuran, akan dikenakan biaya sebesar Rp15.000,-untuk dewasa dan Rp10.000,- untuk anak-anak.

Desa Trunyan

Pekuburan di Desa Trunyan | Foto: Indonesiakaya
info gambar

Desa ini terletak di tepi danau Batur, di daerah Kintamani, Kabupaten Bangli, yang hanya dapat dikunjungi menggunakan kapal dan terkenal akan ritual kematiannya yang unik.

Masyarakat Bali yang mayoritas beragama Hindu, terkenal sekali dengan upacara kematian Ngaben. Dimana jasad orang meninggal dibakar dan kemudian biasanya abunya dilarutkan di sungai.

Namun di Desa Trunyan, upacara tersebut tidak berlaku. Jasad orang meninggal tidak dibakar melainkan diletakkan begitu saja di bawah pohon Taru Menyan dengan hanya ditutupi oleh kurungan bambu atau disebut dengan “Seme Wayah”.

Meskipun begitu, tidak tercium bau busuk sama sekali meskipun jasadnya hanya diletakkan begitu saja. Masyarakat sekitar percaya bahwa hal tersebut terjadi lantaran Pohon Taru yang berumur ribuan tahun dimana jasad tersebut diletakkan dapat menyerap bau busuk dari pembusukkan jasad.

Di desa ini terdapat tiga pekuburan: Seme Wayah, yang dikhususkan untuk mereka yang meninggal karena penyebab alami termasuk anak-anak yang telah kehilangan gigi susu; Seme Muda untuk bayi atau anak-anak kecil akan dikuburkan; dan Seme Bantas bagi mereka yang meninggal karena kecelakaan dan juga harus dikuburkan.

Dekat dengan pekuburan, terdapat sebuah pura, Pura Dalem yang terletak di pinggiran danau yang biasanya dikunjungi penduduk lokal untuk berdoa.


Sumber: Jakarta Post | Brobali.com | Hujanpelangi.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini