Metode Diagnosis Migrain Baru Temuan Neurolog UI

Metode Diagnosis Migrain Baru Temuan Neurolog UI
info gambar utama

Baru-baru ini, pakar neurologi dari Universitas Indonesia Dr. dr. Salim Haris, Sp.S(K), FICA berhasil menemukan rumus diagnostik baru yang nantinya mampu mendeteksi migrain pada pasien-pasian yang mengeluhkan sakit kepala.

Indeks Vaskular Migrain (IVM) kemudian disematkan pada rumus tersebut, yang telah divalidasi dan dilegalkan sebagai hak atas kekayaan intelektual (HAKI) oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan durasi 50 tahun per tanggal 1 Januari 2017.

Indeks tersebut bisa didapat dari pasien dengan cara mengukur rata-rata kecepatan aliran sel darah merah ke otak. Sehingga untuk mendapatkan angka pasti diperlukan ultrasonografi doppler yang ditempelkan pada pelipis pasien. Ketika alat tersebut ditempelkan, maka pasien harus menahan napas selama setengah menit dan juga bernapas cepat pada durasi yang sama. Hal ini dilakukan karena penderita migrain akan menunjukkan ketidakmampuan pembuluh darah untuk melebar dan mengecil saat melakukan keduanya.

Penemuan ini begitu efektif dalam mendiagnosis migrain, karena jika menggunakan alat yang umum dipakai International Headache Society (IHC) classification, maka persepsi dokter akan berbeda-beda. Dengan begitu penanganan migrain seringkali tidak sesuai. Dengan adanya IVM, maka keberhasilan diagnosis mencapai 94,23 persen, cuku signifikan jika dibandingkan dengan IHS yang berkisar pada 50%.

Dengan temuan ini, dr. Salim mengharapkan adanya perbaikan diagnosa migrain pada pasien, agar pengobatan dapat dilakukan dengan optimal. Karena karakteristik migrain yang membutuhkan pertolongan yang cepat, maka adanya diagnosis yang sesuai akan memberikan banyak keuntungan bagi dokter dan pasien.

Ancaman dari migrain ternyata cukup besar, karena menurut survey The Global Burden of Disease 2010, yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO), migrain adalah penyebab disabilitas tertinggi nomor tujuh di dunia. Prevalensi migrain di Indonesia juga cukup tinggi, terhitung 22,4 persen jika berdasarkan penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan di Kementerian Kesehatan RI. Jumlah tersebut sama tingginya dengan prevalensi migrain di Asia.

Sumber: antaranews.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini