Pertigaan Map, Project Jalan Kaki Sembari Mempelajari Budaya Surabaya

Pertigaan Map, Project Jalan Kaki Sembari Mempelajari Budaya Surabaya
info gambar utama

Jika melihat ke masa lalu, berlibur ke suatu tempat tentu membutuhkan peta yang dapat memberikan informasi terkait lokasi-lokasi di kota. Namun sejak hadirnya teknologi komunikasi berupa smartphone kebutuhan masyarakat sudah tercukupi oleh gawai masing-masing. Sehingga kesannya adalah, segala sesuatunya dapat dilakukan hanya dengan mempunyai gawai. Interaksi pengunjung dengan masyarakat pun menurun secara drastis dan terkesan individualistis.

Realitas ini mendorong Anitha Silvia dan Celcea Tifani untuk menginisiasi project bernama “Pertigaan Map”. Project ini dirintis di Kota Surabaya, yang berfokus pada menumbuhkan semangat masyarakat untuk memulai perjalanan dengan jalan kaki, bertegur sapa dengan sekitar, dan juga bercakap-cakap dengan masyarakat secara langsung.

Anitha Silvia dan Celcea Tifani, inisiator Pertigaan Map | Sumber: provoke-online.com
info gambar

Anitha Silvia merupakan aktivis budaya dan juga inisiator program jalan kaki Manic Street Walkers & Surabaya Johnny Walkers. Sedangkan Celcea Tifani adalah desainer grafis dan kolektor peta fisik. Ketika keduanya bertemu, muncul keinginan untuk membuat sesuatu yang berkaitan dengan jalan kaki, peta, dan juga desain grafis. Sehingga keduanya kemudian mencoba berfokus pada aspek spasial di Surabaya dan melakukan pemetaan.

Dalam prosesnya, ditemukan bahwa area di Surabaya telah terbagi keadalm beberapa wilayah berdasarkan ras. Tiga wilayah pendatang terdiri dari Eropa, Arab, dan juga China sedangkan sisanya adalah pribumi. Pembagian wilayah ini telah ditentukan oleh Belanda di era kolonial, yang berdasar pada Undang-Undang Wijkenstelsel pada tahun 1835-1924.

Kebijakan tersebut dilakukan oleh Belanda dengan tujuan untuk menghindari tergabungnya masyarakat pendatang ke dalam upaya perlawanan pribumi terhadap kolonialisme. Itulah mengapa, pembagian tersebut masih dapat kita saksikan di kota Surabaya. Dari segi, arsitektur, makanan, maupun kultur terdapat tiga wilayah para pendatang. Hal ini dinilai oleh Anitha Silvia dan Celcea Tifani telah memberikan warna tersendiri bagi Surabaya, yang cenderung masyarakat belum mengetahuinya.

Kemudian keduanya membuat project tersebut dengan cara mencetak tiga peta yang masing-masing memberikan gambaran spasial terkait situs-situs yang bisa dikunjungi oleh masyarakat.

Quarter Arab, Chinese, dan Europe karya Pertigaan Map | Sumber: whiteboardjournal.com
info gambar

“Kompleksitas narasi di ketiga quarter di Surabaya Utara menjanjikan pengalaman yang luar biasa untuk proyek kami dan untuk itulah kami memutuskan untuk fokus di area tersebut. Ketiga Quarter tersebut adalah sebuah kesatuan yang mampu berdiri sendiri karena karakter dan identitas yang sangat kuat, secara narasi dan visual. Kami merasa bertanggung jawab untuk menjabarkan ketiga kawasan secara utuh melalui proses desain yang juga adaptasi dari beberapa hasil riset kami dan temuan lapangan.” jelas Anitha Silvia.

Tak berheti dari situ, project Pertigaan Map akan dibawa ke kota-kota lainnya dengan harapan bisa direalisasikan di kota-kota lainnya. Mereka berdua menggandeng komunitas asli kota masing-masing untuk menyelesaikan project ini. Di Jakarta, Pertigaan Map diulas sebagai di Rujak Urban Studies, beberapa hari sebelumnya, Pertigaan Map dibahas di kolektif seni Jogja, Ace House Collective. Pertigaan Map juga bekerjasama dengan Kota Kita untuk di Kota Solo.

Jika dilihat dari sektor pengerjaannya, sebenarnya project ini merupakan domain dari pemerintah daerah/kota, namun apa yang dilakukan oleh Anitha Silvia dan Celcea Tifani menunjukkan bahwa siapapun bisa berkontribusi dalam sektor publik.

“Kami tidak berharap pada pemkot Surabaya untuk membuat peta kota yang deskriptif. Kami belum pernah melihat adanya distribusi peta fisik kota Surabaya di tempat-tempat umum seperti stasiun dan museum, ya sudah kami buat sendiri saja. Proyek ini adalah juga kebutuhan kami pribadi untuk mengenal kota Surabaya. Tidak perlu menunggu pemerintah untuk memenuhi kebutuhan tersebut.”, jelas Anitha Silvia.

Selain dikembangkan pada kota lain, Pertigaan Map juga akan berekspansi pada kanal online. Hal ini dilakukan untuk mempermudah masuknya input terkait peta tersebut dan juga bisa lebih interaktif dengan masyarakat. Mereka juga sedang menggarap sebuah jurnal yang nantinya dapat menceritakan sejarah mengenai jalanan dan gang di Surabaya. Dengan dikembangkannya sektor lain, keseriusan mereka terhadap project awal masih begitu tinggi, karena dengan tiga peta tersebut masyarakat dapat menikmati sensasi baru menikmati budaya lokal dengan berjalan kaki.

“Menikmati dan mengenal kota sendiri dengan cara berjalan kaki menjadikan pengalaman tersebut sangat intim. Karena berjalan kaki menawarkan authorship yang utuh, dimana kita sebagai penikmat mempunyai kebebasan penuh untuk berhenti, melihat lebih lama, balik badan, menyentuh, dan mencium bau sekitar yang tidak akan dialami apabila menikmati kota dengan cara naik kendaraan, dimana kita berbagi authorship dengan kendaraan yang kita pakai,” tutup Anitha Silvia.


Sumber: whiteboardjournal.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini