Ternyata Tidak Ada yang Menang dalam Setiap Perang

Ternyata Tidak Ada yang Menang dalam Setiap Perang
info gambar utama

SEBUAH RESENSI NOVEL BATTLE OF SURABAYA

Bagi yang pernah menonton film Black Hawk Down akan melihat kemiripan dengan pertempuran nyata di Surabaya pada tanggal 10 November 1945. Keduanya diawali dengan meremehkan kekuatan lawan. Kalau di Black Hawk Down pihak tentara Amerika mengagendakan operasi militer sekitar 1 jam saja, maka di pertempuran Surabaya pihak tentara Inggris mengagendakan merebut kota hanya dalam waktu 3 hari. Kenyataannya, ranger Amerika di Somalia terperangkap dalam pertempuran kota selama 2 hari dengan banyak kerugian termasuk helikopter canggih mereka. Sementara elit Inggris yang sangat disegani yaitu Brigade 49 Fighting Cock dibuat kocar-kacir selama 3 minggu di Surabaya. Kekalahan sudah di depan mata sehingga mereka terpaksa meminta bantuan Presiden Sukarno di Jakarta untuk datang ke Surabaya menghentikan pertempuran. Inggris sang pemenang Perang Dunia Kedua harus kehilangan 2 jenderalnya di awal pertempuran. Mereka mengakui mendapat musuh terberat melebihi bangsa barbar yang pernah ditaklukkan Inggris.

Kisah lika-liku pertempuran Surabaya diceritakan secara menarik dalam novel berjudul Battle of Surabaya – There is No Glory in War ! Novel yang dituangkan dari film animasi berjudul November 10th tersebut sebenarnya memadukan kisah fiktif dengan latar nyata. Kisah fiktifnya yaitu pemunculan tokoh utama Musa, Yumna, dan Danu. Musa merupakan tokoh utama protagonis yang berprofesi sebagai tukang semir sepatu kanak-kanak. Yumna berusia sedikit di atas Musa, berperan protagonis membantu peran Musa. Danu adalah tokoh shapeshifter karena awalnya merupakan tokoh antagonis namun di akhir berubah menjadi protagonis.

Petualangan Musa dimulai sejak sebelum kemerdekaan. Ibunya menjadi anggota Barisan Wanita bentukan Jepang. Setelah Indonesia merdeka, keadaan diharapkan membaik dan Musa yang memilih bekerja sebagai tukang semir sepatu hanya berharap mendapat penghasilan yang cukup. Kenyataannya, ia justru harus kehilangan Kapten Yoshimura dan ibunya. Takdir membawanya menjadi kurir pengantar surat. Umurnya yang masih ABG membuatnya mudah bergerak tanpa dicurigai musuh dibandingkan orang dewasa. Plot novel ini beralur maju dengan sesekali flashback dengan tidak mengganggu konsentrasi pembacanya.

Fisik buku dikemas dalam ukuran yang tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil, tidak terlalu tebal namun juga tidak terlalu tipis, sangat pas. Harga jual sangat terjangkau bagi masyarakat kebanyakan. Kelemahan novel ini hanya di sampul yang hampir sama dengan materi promo film sebelumnya, tidak ada pembaruan gambar.

Dalam novel ini ada hal yang sangat menarik yaitu fakta perkumpulan Kipas Hitam di bawah pimpinan Hitoshi Shimizu. Kipas Hitam ternyata memang ada dalam sejarah, bukan rekaan. Terlihat bahwa penulis cerita sangat mendalam dalam observasinya, tidak asal-asalan.

Apa yang membuat beda novel Battle of Surabaya dengan novel lainnya adalah kekuatan pesan. Semua kisah dalam novel saling menguatkan dan mengerucut dalam satu pesan, yaitu bahwa dalam setiap perang tidak pernah ada pemenang. Ya, siapapun yang unggul dalam pertempuran pasti merasa kehilangan teman-teman perjuangannya. Apabila perang berada di negaranya, ia mungkin kehilangan anggota keluarga atau tetangganya. Baik yang menang maupun kalah akan sama-sama kehilangan. Dengan kata lain, tidak ada yang menang.

Novel ini sangat layak untuk dibaca siapa saja tanpa batasan umur. Bagi anak-anak, novel ini akan membuka mata bahwa tidak ada gunanya membuat perang. Bagi orang dewasa, hidup akan lebih diapresiasi dan mereka akan lebih mudah menentukan sikap apabila suatu saat dihadapkan pada pilihan perang.

Keterangan Gambar (© Pemilik Gambar)

Sumber : MSV Studio

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan. Artikel ini dilengkapi fitur Wikipedia Preview, kerjasama Wikimedia Foundation dan Good News From Indonesia.

Terima kasih telah membaca sampai di sini