Ubud Food Festival 2018 Bakal Bertebaran Generasi Inovasi

Ubud Food Festival 2018 Bakal Bertebaran Generasi Inovasi
info gambar utama

Zaman yang semakin pesat perkembangannya diiringi munculnya generasi muda yang melakukan berbagai inovasi di segala bidang, termasuk kuliner. Berlimpahnya kuliner Nusantara menjadi tantangan bagi kaum muda, apakah mereka bisa mengangkat sekaligus memperkenalkannya di mata dunia? Ubud Food Festival 2018, 13 – 15 April, Ubud, Bali, akan menjadi ajang presentasi para chef, pelaku kuliner, dan agrobisnis, mementaskan makanan inovasi Nusantara.

Seperti kita ketahui, Nusantara memiliki kekayaan sumber alam, budaya, dan kuliner yang tak terhitung jumlahnya. Saking banyaknya jenis makanan dari Kepulauan Nusantara, seringkali kita sendiri pun tidak mengenal kuliner dari negeri sendiri. Tidak heran, orang luar negeri hanya mengenal Nasi Goreng atau Rendang. Hasil alam pun masih sedikit yang terlihat dibudidayakan.

Pada tanggal 13 Februari 2018, Nusa Gastronomy, Jakarta, Janet DeNeefe, Pendiri dan Direktur UFF memperkenalkan chef dan pelaku bisnis kuliner inovator yang bakal muncul bulan April nanti. Sekaligus berdiskusi tentang “Generasi Inovasi” dan hambatannya. Di antaranya hadir sebagai pembicara: Mickey Pangilinan dari ABC, Chef Ragil Imam Wibowo dari Nusa Gastronomy, David Christian Co-founder Evoware, dan Ade Putri, food storyteller. Selain itu, acara juga diramaikan oleh kedatangan, Ibu Sisca, Puji Purnama, Santhi Serad, Amanda Katili Niode, Rahung Nasution, Petty Elliott, Andrian Ishak, Wira Hardiyansyah, Charles Toto, Helianti Hilman, media, penulis kuliner, food blogger, dan pelaku kuliner lainnya.

Janet bercerita pernah bertemu orang Australia yang sedang menyantap makanan Indonesia tapi mengira itu adalah makanan Malaysia. Banyak pula orang asing yang terkaget-kaget setelah mengetahui Indonesia punya kuliner dengan beragam flavor. Alasan itulah yang membuatnya ingin menjadikan Ubud Food Festival sebagai “showcase” kuliner Nusantara, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia terhadap makanannya sendiri. Sebab, budaya dan kuliner adalah identitas suatu bangsa, jika sudah melekat pada masyarakat, orang-orang luar akan lebih mudah mengenalinya. Salah satu cara memperkenalkannya, yaitu menampilkan para inovator kuliner dan ciptaannya.

Namun, masih ada “PR” yang tidak bisa diabaikan begitu saja.

Perbincangan Ubud Food Festival 2018 Foodies Gathering

Masalah pangan, otomatis dibicarakan. Pemerintah yang mulai mensosialisasikan makanan karbohidrat pengganti nasi, seperti sagu, ubi, jagung, dan singkong, menghadirkan pandangan-pandangan berbeda. Situasi persediaan beras yang menipis, menurut Chef Ragil masih banyak daerah-daerah yang memproduksinya. Masalahnya adalah kita tidak mau mencarinya. Lain lagi bagi David Christian, pemerintah dan masyarakat masih kurang membudidayakan hasil alamnya. Tidak ada itu berarti tidak ada yang menanam, budidayakan petani, itulah jalannya. Evoware bisa dijadikan contoh dalam hal budidaya, mereka mencari petani, memberikan pelatihan rumput laut untuk dijadikan biodegradable dan bersama-sama maju. Katanya lagi, “Menghargai makanan itu perlu,” sepertinya inilah yang kurang dari kita.

Ade Putri dan lainnya sependapat dengan David, dan menambahkan bahwa rakyat Indonesia terbiasa makan nasi, padahal banyak sekali sumber alam yang bisa menggantinya, tapi sosialisasi dan distribusi yang kurang. Nasi ataupun sagu yang dijadikan makanan pokok, sebenarnya, “Indonesia tidak mungkin kekurangan pangan,” hampir semua pembicara meyakini hal ini.

Selanjutnya, bicara inovasi, berarti bicara eksplorasi. Chef Ragil berujar, “If you don’t want to innovate, you will die.” Siapa yang memegang informasi, ia yang akan maju. Sekarang, siapa yang mau mencari informasi? Chef Ragil melakukan inovasi dengan menyajikan hidangan yang dipresentasikan secara berbeda di restoran Nusa Indonesian Gastronomy. Bahan-bahan yang digunakan merupakan hasil eksplorasi atas kunjungannya ke pelosok-pelosok daerah. Bertemu langsung dengan penduduk lokal, Chef Ragil bisa mendapatkan bahan-bahan yang unik, misalkan jamur kulat pelawan asal Pulau Bangka yang tumbuh ketika hujan disertai petir menyambar jamurnya—dapat menambah kelezatan makanan. Atau, alpukat asal Flores yang justru saat mentah mempunyai rasa lebih enak dan berbeda dari alpukat pada umumnya.

Satu menu makanan terdapat beberapa bahan yang berbeda asal-usulnya. Bahan-bahan hasil penyelusurannya diracik menjadi hidangan yang dipresentasikan secara kontemporer tanpa meninggalkan rasa autentiknya.

I Ikan Asap Kuah Pindang, makanan khas dari Tangerang Banten, menggunakan ikan gindara asal Kendari, Sulawaei Tenggara, kecap manis yang pada zaman dulu masih diproduksi oleh masyarakat Cina Benteng. Disajikan dengan 2 jenis nasi: nasi putih asal Solok, Sumatera Barat dan nasi hitam asal Adan Krayan, suku pedalaman Kalimantan Utara.
info gambar

Dari segi kuliner, menurutnya, Indonesia adalah salah satu negara yang belum tereksplorasi. Padahal “harta karun” berada di Nusantara. Inovasi dan rasa otentik harus sejalan, sebagai masyakarat pun kita harus berpikiran terbuka menerima inovasi. Meski autentik pada makanan inovasi tergantung dari tujuan si pemasak, namun akan lebih baik jika keduanya digabungkan, dan itu yang akan menjadi keunggulannya. “Terpenting makanan itu harus enak,” lanjutnya.

Ikan Asap Kuah Pindang, Nusa Indoensian Gastronomy
info gambar

Dan kini yang ter-hype, ialah Andrian Ishak bersama molecular gastronomy-nya. Di luar negeri, metode memasak seperti ini bukan barang baru, tapi di Indonesia, Andrian, orang pertama yang memperkenalkan ke masyarakat sekitar tujuh tahun lalu. Molecular gastronomy adalah ilmu transformasi fisik dan kimiawi yang terjadi saar memasak, dan penerapan pengetahuan atau gastronomi hingga terciptanya masakan baru yang memberikan fenomena sensori saat dinikmati. Bahan utama yang digunakan ialah nitrogen cair. Bentuk makanan, teknik memasak, penyajian, dan rasa, bisa membuat orang terkejut dan menggelengkan kepala. Seperti apa rupa dan rasanya? Silahkan datang saja ke Ubud Food Festival pada bulan April nanti.

Kuliner Gastronomi dan Inovasi

Jika menyangkut gastronomi, berarti kita mengulik suatu makanan yang bukan sekadar tahu dari mana asalnya tapi juga meluncur ke sejarah, geografi, filosofi, budaya, pertanian, bahkan zaman. Terkait inovasi makanan, Wira Hardiansyah hanya bilang, “Zaman berkembang, boleh-boleh saja berinovasi tapi jangan melupakan benang merahnya.” Tidak heran, tukang masak satu ini doyan “traveling” sejarah dan filosofi yang terdapat pada kuliner Nusantara. Dia tidak ingin sejarah dan filosofi yang dimiliki nenek moyang hilang dihantam zaman dan teknologi. Ada yang mengatakan bahwa sejarah, budaya, dan filosofi leluhur adalah pedoman bagi kehidupan manusia masa kini dan depan.

Chef Ragil malah mengatakan bahwa anak-anak TK dan SD harus dibuat kurikulum sekolah yang mengedukasi lidah dan gastronomi. Tidak soal mereka ingin jadi apa nantinya. Sebab, secara luas, melatih rasa dapat menguatkan memori dan meningkatkan kognitif seseorang.

Apa yang dikatakan para chef dan pelaku yang hadir saat itu, Janet DeNeefe memperkuatnya, “Sekarang, banyak orang yang kembali ke akarnya, warisannya, untuk mengimbangi zaman, inovasi-inovasi yang mengkombinasi keduanya perlu digelar.

“Apalagi, banyak kaum muda di bawah usia 30 tahun yang kreativitasnya luar biasa. Dan ini merupakan waktu yang tepat memperkenalkan kuliner Nusantara ke masyarakat luas.”

Seperti Narendra Archie yang berusia 23 tahun, menghidangkan kreasinya dengan memadukan teknik memasak orang Prancis dan bahan-bahan tradisional, yang menghasilkan rasa Nusantara.

Pada era yang terus berkembang, inovasi perlu diciptakan. “Kaum muda atau orang yang baru terjun, harus berani ambil resiko, melakukan inovasi, riset, uji coba, persiapan, dan lainnya … harus pintar mengkalkulasi resiko,” kata Mickey Pangilinan.

So, selamat bergembira, UFF 13-15 April 2018, Ubud, Bali bakal bertebaran generasi inovasi. Selamat mencicipi keunikan dan pengalaman yang berbeda dari tangan-tangan dan pikiran: Chef Ragil Imam Wibowo, Chef Andrian Ishak. Chef Hans Christian, Chef Rydo Anton, Chef Rishi Naleendra, Chef Petrina Loh, Chef Sun Kim dan Jun Lee,Chef Mandif Warokka, Chef Putu Sumarjana, David Christian, Tissa Aunilla, Helianti Hilman, Kim Pangestu, Gloria Susindra, Tri Sutrisna, Steven Kim, Thor Yumna, dan banyak lagi. Mari bersama-sama mencintai kuliner Nusantara dan menyebar-luaskannya ke dunia.

Keterangan Gambar (© Pemilik Gambar)

Keterangan Gambar (© Pemilik Gambar)
Sumber:

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini