Kapan terakhir kali denger: Character Building?

Kapan terakhir kali denger: Character Building?
info gambar utama

Obsesi Indonesia untuk kearifan lokal dan pendidikan karakter, many ways to break the stigma that Indonesian people has no powerful characters.

Kita harus mengerti karakteristik lokal kita

Kemaren salah satu dosen saya ngebahas tentang karakter building. Dia bilang “Kita memiliki banyak bakat di Indonesia, hanya saja bakat ini tidak berkolaborasi dengan satu sama lain yang seharusnya kita butuhkan untuk memecahkan masalah tersebut untuk menemukan karakteristik itu

Sepanjang 3 tahun saya menjadi mahasiswa, hampir sering mendengar konteks pernyataan-pernyataan tentang character building. Terlalu banyak, sampai saya pun ikutan muter otak dan akhir-akhir ini saya pun memutuskan untuk membuat sebuah gagasan tentang generator inovasi. Kebetulan skripsi saya juga tentang inovasi daerah. The idea was too simple, nothing ever changes in the discussions, so why not just use the template, change a few perspective with substitute words here and there. Saya masih mengembangkan nya. Beberapa hal, meskipun, menurut saya bener-bener buat bete bgt ketika kita ada ide tapi kita tidak bisa melakukan perubahan. Saya nyoba pakai pendekatan industri kreatif. Penasaran? Hahahaha

It begins with Every Problem is Moralized

Indonesia, seperti banyak negara berkembang lainnya terkendala oleh pandangan-pandangan tentang harga diri yang rendah, negara terpuruk, negara korupsi, dan kebanggaan nasionalisme pemerintah yg gak punya malu. Seperti satu hal yg sangat jelas sekali, kita senang berbicara buruk tentang diri kita sendiri, our nation. Indonesia tuh gini ya blablabla, Indonesia tuh gitu ya blablabla. Itulah sebabnya, setiap masalah akan menjadi moral “budaya” dan “karakter” kita. Otomatis, sampai kapan ngedumel mulu Indonesia gini gitu

Kita tidak memiliki budaya membaca, ya benar sekali

Kita memiliki konten televisi yang buruk.

Dari hal-hal diatas saja kita bisa menilai. Kita terlalu konsumtif. Kita malas. Kita egois, tidak profesional, gampang emosi, dangkal, kurang menyadari, dan bajingan tapi arogan. What have you………..

Pas ngedengerin gagasan bapak Jokowi tentang revolusi mental. Saya rasa ini tidak gampang untuk dilakukan, kecenderungan pujian Indonesia bisa ngelunjak sombong dan pada saat yang sama jg meluas jauh ke peraturan pemerintah dan bahkan budaya lokal Indonesia sendiri. Budaya Jawa, budaya Sumatra, budaya Madura, budaya Bali, budaya lain-lain. Jokowi mengusung tentang gagasan revolusi mental. Pendidikan adalah semua tentang pembangunan karakter. Noted ya. Pendidikan

…….Sampai sekarang pun semua terlalu abstrak untuk dipahami. Ini antara saya yg ga ngerti atau emang bener abstrak konsepnya

You’re absolutely sure these kids will become almost saintly if we give them twelve hours of religious education per week, right? And that our pop art products will be the next big craze if we just collaborate to exploit more Wayang? Wait, why are we blowing up those foreign ships again?


Hal-hal yang mereka lakukan tentang menggunakan pendekatan moral adalah mereka cenderung untuk mengaburkan alasan rasional menjadi suatu yang abstrak, terlalu umum, dan beragam pendapat yang hampir tidak ada orang bisa tidak setuju dengan itu, semua setuju. Ngerti ga? Jadi semacam menggunakan pendekatan moral tapi moral nya masih belum rata-rata, jadi mau ga mau ya iya-iya aja. Ketika tidak ada ruang untuk ukuran yang obyektif, tidak ada ruang untuk analisis yang sebenarnya. Ini lho salah satu penyebabnya. Penelitian sebagian besar terdiri dari wawancara, diskusi kelompok, semua pertemuan masyarakat, dan buku yang ditulis dari hal-hal ini. Because when people get together in groups, only one thing can happen: groupthink. And, as any good designer knows, groupthink of abstract notions is the antithesis of design.

Ini adalah Materialisme…..

Apakah kamu tahu mengapa orang di Indonesia tidak banyak membaca? Itu karena kita melarang membaca untuk kesenangan di sekolah, baca buku pas pelajaran aja selain itu terserah kalian, sementara mostly distribusi buku praktis di bawah monopoli rantai toko buku hanya dapat diakses di mal dan kota-kota besar. Coba bayangin kalo buku bisa diakses gratis dan disupport oleh pemerintah? Itu APBN bisa lho disisihkan untuk program Book For Free ya kan? Program bukan Kegiatan. Program tiap tahun. Kalo kegiatan dan berbagai movement udah oke cuma gaafa program nya.

Mengapa kita memiliki fenomena “alay”? It’s because the production of cool is concentrated in one city- Jakarta, semua jadi ingin terlihat keren dengan berbicara dan bertindak seperti orang jakarta, like they serve us in uneducated serial Indonesian television. Sinetron bilang gue lo yg lain ikutan gue lo, sinetron pake logat Cinta Laura semua ngikutin logat itu. Well hello

Ini agak serius, pornografi pornoaksi. Apakah kamu tahu mengapa ada begitu banyak pemerkosaan dan pornografi di bawah umur di Indonesia? Karena kita memiliki Undang-Undang anti-pornografi yang menempatkan kasus untuk menyalahkan korban. And, seriously — what’s up with the godforsaken fashion crimes of those long-skirt school uniforms and other monstrosities? Being a materialist means operating under the axiom that actions are the result of design. These designs can be deliberate or emergent, but they are material structures that cause things to happen in one way instead of the other.

Silahkan berhenti berbicara tentang Indonesia begini dan Indonesia begitu. Ini adalah sekelompok bakat yang sangat mengagumkan di bawah budaya mengerikan dari orang yang tidak ada dukungan lebih dari pemerintah. Seharusnya tiap-tiap daerah punya program yg bisa buat anak-anaknya cinta sama budaya daerahnya di Indonesia. Well, karena saya based tinggal di Solo jadi saya pakai contoh di Solo, hahaha, melalui program Putra Putri Solo yg sudah merepresentatifkan ikon budaya, beberapa daerah juga harus melakukan program itu, saya kurang tahu daerah-daerah mana saja, mostly sudah banyak yg berpartisipasi. Sepertinya sudah banyak program yg bertujuan merepresentatifkan ikon budaya di beberapa daerah. Terus kembangkan pilih anak muda yg berkompeten yg bisa mewakili budaya daerahnya. Look, we get it, okay?

Ini akibat Desain yang direncanakan buruk….

Apa yang membuat saya sangat sedih bahkan di antara para intelektual terkemuka dan desainer yang merancang tentang character building ini menjadikan seolah hanya mitos saja bahwa budaya lokal Indonesia perlu pembangunan karakter sangat mendalam. Para pendiri bangsa Indonesia bisa sedih kalo kita kehilangan karakter bangsa kita. I’m begging you, let’s do something, lets make an innovation for this!

Mengapa bicara tentang pembangunan karakter ketika semua yang Anda lakukan untuk anak-anak adalah membatasi mereka dengan sekolah yang monotone. Anda bahkan tidak menyadari pentingnya membaca untuk menumbuhkan rasa kesenangan? Berikan buku gratis, buat foundation untuk support anak-anak membaca. Mengapa berbicara tentang kearifan lokal ketika Anda melokalisasi produksi lokal di bawah pergolakan kapitalisme, bagaimana mereka yang tidak berhasil karena mereka kekurangan sumber daya? Berhenti impor, coba hargai produk lokal dan kembangkan ke arah yg lebih baik. Cangkul aja bisa impor lho. Cangkul impor dari China. Bayangin!

Mengapa bicara tentang revolusi mental saat kita tidak mengubah insentif dari perilaku buruk dan bukannya mencoba untuk mengaburkan segala sesuatu di bawah orang yang kuat? Mengapa tidak membuat buku yang tersedia gratis dan mengapa tidak memberikan insentif guru untuk memungkinkan membaca menjadi kesenangan di kelas? Bagaimana dengan sekolah yang mengatakan mereka percaya pada orang muda, bukan hanya berteriak kalimat klise “agent of change” bullshit, start thinking how to make school cool again we can learn from Japan, negara penjajah kita, in Japan made youth becomes its own symbol of cool. Rape victims case, maybe we can build an app that helps rape victims and exposes the injustice they tend to receive in court? And mark people who searched the ever-trending “cewek SMP bugil” (“naked junior high schooler”) on Google to make Indonesia safer

Satu hal yang ingin saya katakan, ayo kita berubah ayo kita mendukung pemerintah untuk menangani masalah-masalah publik yang muncul akhir-akhir ini, dengan kita take action. Indonesia be able to designbetter ways to do things. We all as Indonesian, deserve it!


Sumber:

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini