Jelajah Hutan Bersama Anak-anak di Taman Wisata Alam Kerandangan

Jelajah Hutan Bersama Anak-anak di Taman Wisata Alam Kerandangan
info gambar utama

Ingin menjelajah hutan tapi yang mudah dilalui anak-anak? Taman Wisata Alam (TWA) Kerandangan di pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) bisa jadi salah satu alternatif.

Tak sedikit film-film yang mengajak menikmati rindang dan indahnya hutan tropis. Indonesia salah satu pemilik hutan tropis terluas di dunia, namun apakah kita pernah menikmati sensasi perjalanan di dalam hutan, termasuk mengajak anak-anak?

TWA ini jadi salah satu lokasi pelepasliaran ribuan burung hasil selundupan dari kawasan NTB. Atraksi burung melalui suara-suaranya bersahutan dan kadang terlihat hinggap di bawah pohon mencari serangga adalah salah satu yang menarik. Kerandangan juga memberikan pengunjungnya tujuan penjejalahan ini, yakni sejumlah air terjun kecil indah dan lansekapnya masih alami.

Gerbang masuk dan keluar Taman Wisata Alam (TWA) Kerandangan di Lombok Barat, NTB | Foto: Anton Muhajir/Mongabay Indonesia
info gambar

Jalur penjelajahan di TWA Kerandangan yang berlokasi dekat dengan pesisir Pantai Senggigi ini berupa jalan setapak kombinasi paving dan tanah. Lebarnya cukup untuk dua orang dewasa berpapasan. Jalan setapak ini sudah terlihat saat tiba di pintu gerbang masuk TWA. Sejumlah papan informasi memberikan sedikit latar belakang soal TWA yang dikelola dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan pada 1992 ini. Luasnya lebih dari 396 hektar dan didominasi populasi burung.

Aneka gambar burung dan unggas yang dipajang pengelola TWA walau agak buram bisa jadi panduan jika ingin melakukan pengamatan burung (birds watching). Usman, salah seorang polisi hutan yang sedang bertugas pada Sabtu (17/03/2018) menyebut spesies Orange footed Scrubfowl terakhir ditemui di TWA ini. Sementara burung endemik disebutnya Rinjani Scops Owlsalah satu jenis burung hantu, dan Helmeted Friarbird.

Tanpa membuang banyak waktu, petualangan sekitar 2 jam berjalan kaki dimulai. Dimulai dari area pengembangbiakan kupu-kupu yang dipenuhi aneka tanaman yang disukai satwa berumur pendek warna-warni ini. Kemudian mengikuti jalan setapak saja menuju tujuan utama, lansekap air terjun Goa Walet dan Putri Kembar karena tinggal mengikuti jalan setapak tak diperlukan pemandu khusus.

Dalam papan petunjuk disebutkan jaraknya sekitar 1-2 km untuk dua air terjun dari titik ini. Pikiran sudah melayang seperti apakah air terjun dan hutan TWA Kerandangan.

Jalan setapak ini memandu keluar dan masuk jelajah hutan TWA Kerandangan, Lombok Barat, NTB, dengan mudah | Foto: Anton Muhajir/Mongabay Indonesia
info gambar

Gemericik air di sungai mulai terdengar saat berjalan memasuki kelebatan hutan. Sungai diapit dua lembah dan mengalir menembus sejumlah bukit yang nampak rapat dengan pepohonan. Aliran sungai ini memandu menuju air terjun.

Tanah terlihat basah, hujan menyisakan daun dan pepohonan basah. Ulat, kaki seribu, siput kadang berjalan santai di jalan setapak. Perjalanan terhambat dengan kelucuan kumbang mendorong menu kesukaannya dengan cara digelindingkan.

Anak-anak tertawa melihat semangatnya mendorong bulatan kotoran menuju tebing sempadan sungai. Ulat-ulat gemuk dengan pilihan banyak makanan di hutan kadang menggelikan atau membuat bergidik namun mereka tak mengganggu pejalan kaki.

Sebuah lokasi pos pemantauan burung diingatkan papan petunjuk. Pos ini mengarah ke bebukitan dengan pemandangan lepas kehijauan. Peralatan khusus seperti teropong sangat dibutuhkan.

Setelah sekitar 30 menit berjalan santai, sebuah air terjun mini terlihat indah. Bebatuan besar menghiasi lansekap sungai. Tempat rehat sempurna. Anak-anak bisa bermain air dengan aman, mencari udang-udang atau kepiting kecil yang bersembunyi di balik bebatuan dan kubangan air bening dari lembah.

Seorang pria asing terlihat menyeberang sungai. Ia membawa teropong, kamera, dan tas punggung. Kami menyapa dan tertarik mendengar pengalamannya.

Roman mukanya tak terlalu bahagia. Ia terlihat suntuk. “Saya tidak menemukannya. Kamu mau dengar yang saya cari?” Steve Jones pria dari Australia ini langsung ke pokok penyebab kemurungannya.

Seorang pengunjung dari Australia yang juga pengamat burung berusaha menemukan kecocokan burung antara rekaman suara dengan apa yang didengarnya di hutan TWA Kerandangan, Lombok Barat, NTB | Foto: Anton Muhajir/Mongabay Indonesia
info gambar

Pria lanjut usia tapi terlihat enerjik ini membuka ponsel, mencari sebuah data yang membuat kaget. Ia membuka sebuah file, suara burung merdu terdengar kicauannya nyaring dan jernih.

Ia menyebut jenis burung yang dicarinya. Banded Pitta dan Elegant Pitta. Ukurannya tak terlalu besar, ada yang berwarna putih dengan garis hijau. “Saya datang paling pagi agar saya paling pertama sampai,” lanjutnya. Pecinta burung ini paham, jika datang siang pengunjung bertambah dan suasana memantau burung tentu terusik. Ia ingin mendengar, lalu mencocokkan suaranya dengan daftar rekaman burung yang dibawanya.

Hobi menarik. Tak melihat burungnya bukan masalah, asalkan kicauannya masih terdengar di alam. Bukan malah menangkap dan menguncinya di kandang. Alam dan isinya memberikan dampak besar pada manusia. Perasaan menenangkan, bahkan obat mujarab.

Air terjun pertama Goa Walet sekitar 100 meter lagi. Kami melanjutkan menanjak melalui jalanan tanah berbatu. Air hujan mengikis tanah, menyisakan bebatuan tempat berpijak. Dari sini makin banyak bendungan-bendungan air alami karena makin terjal. Makin terasa menyegarkan.

Suara gemericik air makin membesar, di balik kelebatan pepohonan sudah berkumpul lebih dari 110 pengunjung mandi dan berendam di air terjun ini. Ada yang berteriak kencang saat air menimpa kepala, melepaskan kepenatan dengan riang. Mereka sudah siap piknik dengan bawa makanan dan baju ganti.

Air terjun Goa Walet di dalam TWA Kerandangan, Lombok Barat, NTB | Foto: Anton Muhajir/Mongabay Indonesia
info gambar

Bebatuan makin besar, bahkan ada yang sebesar rumah. Batu ini membendung sebagian aliran sungai sehingga menyisakan kucuran air terjun yang disebut Goa Walet ini.

Di tempat riuh suara air dan teriakan manusia ini, kicauan burung malah lebih nyaring. Mereka bersahutan tak henti bersuara. Tak terlihat para burung hinggap di mana. Hanya suaranya yang membuat kita betah berlama-lama di sini. Ah, satu jam trekking yang menyenangkan.

Papan petunjuk menyebutkan jarak air terjun lain dari lokasi Air Terjun Goa Walet sekitar 750 meter lagi. Jalannya lebih menanjak. Jika masih memiliki waktu, silakan dicoba.

Usman sang polisi hutan menyebut TWA ini buka dari pagi pukul 7.30 sampai sore. Tapi kadang ada pengunjung masih ditunggu sampai petang di pintu keluar. Tiket masuk untuk wisata mancanegara Rp100 ribu per orang dan lokal Rp5000 saja.

“Dulu sekitar sini gundul, hutannya ditebang untuk jadi kebun,” kata Usman. Warga disebut membuat pondokan untuk memelihara kebun jagung dan umbi-umbian. Mereka berkebun di sekitar bukit Mangsit dan Senggigi. Juga ada hutan pemasyarakatan sekitar desa.

Lebatnya hutan di TWA Kerandangan, Lombok Barat, NTB, membuat sejumlah flora dan fauna tumbuh subur, misalnya aneka jenis jamur dan ulat | Foto: Anton Muhajir/Mongabay Indonesia
info gambar

Pada 1992 diputuskan dikelola sebagai TWA namun baru beroperasi beberapa tahun kemudian. Hasi observasi pada 2016 disebut ada 64 jenis burung di sini, termasuk ribuan ekor yang dilepasliarkan dari barang bukti hasil selundupan.

Usman menyebut juga ada kera hitam ekor panjang yang hidup berkelompok sekitar 8 grup yang terdata pada 2014 dan tiap kelompok terdiri dari 20-25 ekor. Mereka aktif cari makan pada pagi dan malam sekitar pukul 5-6.

Maskot Lombok juga ada di TWA ini yakni pohon Kelicung yakni kayu hitam jenis kayu keras sering jadi bahan baku untuk mebel. Jenis pohon lainnya seperti beringin dan bungur.

Pepohonan rapat dan jalan setapak yang tak bisa dilalui kendaraan adalah kawasan tepat bagi burung. Sedikitnya mencegah pemburu yang lalu lalang dan kabur dengan mudah dengan kendaraan. Juga untuk warga jika ingin merasakan eksotisme hutan dan anak-anak yang belajar dari alam.


Sumber: Diposting ulang dari Mongabay Indonesia atas kerjasama dengan GNFI

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini