Berkenalan dengan Salah Satu Finalis Cak - Ning Surabaya 2018

Berkenalan dengan Salah Satu Finalis Cak - Ning Surabaya 2018
info gambar utama

Hari Jumat (11/5) lalu di Convention Hall Tunjungan Plaza (TP) 3 Surabaya suasananya terasa berbeda. Banyak orang yang sedang menunggu dibukanya pintu untuk menuju ruangan yang menjadi saksi terpilihnya Duta Wisata Cak & Ning Surabaya 2018.

Mereka berasal dari kalangan anak muda, yang saya rasa adalah kawan dari finalis karena membawa bendera ataupun poster finalis yang didukungnya. Selain itu ada juga para orang tua dan tamu undangan yang diantaranya adalah tamu undangan pemuda-pemudi dari daerah lain.

Acara yang berlangsung di ruangan yang megah ini dibuka dengan aksi drama dari beberapa finalis laki-laki dan perempuan. Drama tersebut dihiasi oleh perang parikan (pantun) antara kubu laki-laki dengan kubu perempuan. Hingga sampai salah seorang laki-laki ingin menyudahi perang tersebut dan membuka kejutan untuk para penonton.

Tiga puluh finalis, terdiri dari 15 cak dan 15 ning, keluar dari belakang panggung dan menari sambil diiringi lagu khas Surabaya, Rek Ayo Rek. Meski mungkin beberapa tidak memiliki kemampuan di dunia tari, penampilan mereka tetap memukau dan terlihat cukup kompak.

Setelah tarian tersebut, dilanjutkan Tari Pesona Surabaya oleh Sawung Dance Studio. Tarian ini menggambarkan keindahan Kota Surabaya dan ditarikan sebagai tari penyambutan karena tarian ini juga menjadi ikon Kota Surabaya yang ramah, indah, dan memesona.

Tari Pesona Surabaya menjadi pengisi acara sebelum acara Grand Final Cak-Ning 2018 memasuki sesi tanya-jawab. Sesi ini dibagi menjadi 10 kloter dengan masing-masing terdapat 3 pasang Cak-Ning. Salah satu finalis yang ada pada kloter pertama itu adalah Fafa (nomor 003). Yang kemudian finalis ini bersedia menceritakan kisahnya dengan Cak-Ning kepada GNFI.

Fafa dan Ajang Cak-Ning

Fafa, salah satu finalis Cak - Ning Surabaya | Instagram: cakningsby
info gambar

Pemilik nama asli Muhammad Alif Fauzan mengaku bahwa Cak-Ning tahun ini (2018) adalah tahun ketiganya dalam mengikuti kontes tersebut. Namun dia selalu meraih posisi semifinalis pada dua tahun sebelumnya, dan di sinilah dia akhirnya bisa mencapai tahap final. Meski tahun ini Fafa belum bisa meraih juara, tapi Fafa tetap berharap melalui Cak-Ning ini dia bisa menyalurkan hobi dan kontribusinya untuk tanah kelahirannya itu.

Mahasiswa Universitas Airlangga 2014 Jurusan Sastra Inggris ini mengaku ‘menjual’ daya juangnya yang cukup tinggi dalam ajang pencarian Duta Pariwisata untuk Kota Surabaya ini. Kegagalan yang dialaminya dalam dua tahun ke belakang tidak membuat semangatnya surut. Sebaliknya, dia tetap berusaha memberikan yang terbaik dalam ajang ini. Salah satu kemampuan terbaik yang diberikannya adalah public speaking.

Fafa juga tidak ragu untuk berbagi tips agar bisa sampai pada tahap ini. Dia membekali diri dengan belajar tentang sejarah-sejarah Kota Pahlawan, termasuk destinasi-destinasi wisata yang biasa dikunjungi mengingat ajang ini adalah pencarian duta wisata kota ini. Selain itu, pengetahuan soal guiding juga menjadi bahan yang perlu disiapkan menurut Fafa.

Karantina yang Menyenangkan

Dalam karantina yang berlangsung selama 6 hari, sejak 6 Mei hingga 11 Mei lalu, Fafa beserta finalis lain mendapatkan banyak ilmu baru. Salah satu yang ingin ditanamkan Fafa kepada masyarakat dan dirinya sendiri adalah tentang kepercayaan diri.

Menurut lelaki yang memiliki cita-cita menjadi jurnalis luar negeri ini, tidak banyak orang yang memiliki sifat percaya diri, terutama ketika ingin menyampaikan sesuatu di depan publik. Hal ini sangat disayangkan bila orang tersebut memiliki pandangan yang bagus dan berbobot tentang suatu hal, namun karena tidak mempunyai rasa kepercayaan diri yang tinggi akhirnya orang tersebut lebih memilih diam.

Hal yang menjadi penghalang dan harus dihilangkan adalah pikiran-pikiran jelek terkait respon masyarakat terhadap apa yang akan kita utarakan, seperti “Benar nggak ya, omonganku ini?” atau “Omonganku bakal diterima masyarakat nggak, ya?”

Salah satu cara untuk menambahkan rasa percaya diri, Fafa dan finalis lainnya, baik laki-laki maupun perempuan, juga diajarkan beauty class selama masa karantina. Dalam kelas tersebut, Fafa menyadari kalau ternyata laki-laki juga harus paham tentang cara membenahi diri supaya pantas atau enak dilihat masyarakat. Hal ini penting sekali mengingat kesan pertama seseorang terhadap orang lain yang kebanyakan berasal dari penampilan.

Selain beauty class, di karantina mereka juga belajar tentang sejarah Surabaya, etika yang harus dimiliki oleh seorang duta wisata, public speaking, Bahasa Inggris, hingga koreografi yang meskipun membuat lelah tapi tetap seru untuk diikuti.

Masa karantina juga diakui Fafa bisa membuatnya semakin akrab dengan peserta lain. Mereka yang tidak diperbolehkan menggunakan telepon genggam (HP) selama hampir sepekan itu akhirnya bisa mengenal satu sama lain lebih dalam. "Dari yang awalnya sebatas tahu nama, sampai akhirnya tahu sifat-sifat jeleknya," ujar Fafa.


Meskipun belum juara, Fafa tetap berusaha untuk menambahkan pengetahuannya soal Surabaya dan ingin menjadi tour guide yang baik. Selain itu, Fafa juga berharap dapat memberikan prestasi yang lebih banyak untuk mengharumkan nama Surabaya. Mari kita tunggu kabar baik dari Fafa selanjutnya, ya!

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini